III: Jadi Asdos

63.6K 4.3K 85
                                    

VOTE.

"Whiss ... seneng banget tuh muka, abis gajian, ya?"

Gajian ndasmu!

Dea yang baru sampai di kelas untuk menemui kedua kunyuk itu pun semakin mengeruhkan wajah dibuatnya, "lo tahu nggak sih definisi bang-sat yang sesungguhnya?" Dengan polosnya Fatma dan Fiony menggeleng.

"Cari kaca, ngaca! Disitu ada jawabanya!" Lanjut Dea yang malah membuat kedua temannya itu terkekeh pelan. Ya habisnya Dea sudah mangkel sejak keluar dari ruang dosenya tadi, eh ... di kelas pun masih dibuat jengkel sama teman-temannya.

"De, kayaknya kita nggak bisa pulang bareng sama lo deh." Dea langsung menatap kearah teman-temannya bertanya.

"Kenapa?"

"Soalnya kita mau observasi ke daerah sebelah," Fatma balik menatap kearah Dea. "Dan kita yakin pasti lo nggak mau ikut, kan." Cibir nya yang langsung membuat Dea mendengus kesal.

"Ya udah sana pergi lo! Dasar teman musiman!" Sambil menendang ke dua temannya itu, membuat Fatma dan Fiony langsung melipir pergi, tidak lupa memberikan umpatan pada Dea.

Setelah kepergian kedua temannya itu, Dea mengambil handphonenya yang berada di saku hoodie nya dan mendial nomor yang bahkan lebih sering dia telepon daripada keluarganya.

"Halo Pak, jemput seperti biasa ya."

Tukang ojek langganan nya memang ter the best deh!

*****

Dea membuka pintu rumahnya sambil menyampirkan tas ranselnya di bahu kanannya, ia mengedarkan pandangan dengan helaan nafas berat. Hm, firasatnya tidak enak.

"Dek, kamu sudah pulang?"

Dea menyetop langkahnya, memutar tubuh ke arah kanan. Satria yang memakai setelan kasual itu menatap Adiknya tidak habis pikir, makin hari kelakuan Adiknya makin tidak wajar saja.

"Kakak baru balik dari London loh, kamu nggak mau ngucapin apa gitu?" Satria mendekat kearah Dea yang malah mengalihkan pandangan.

"Selamat datang Kakak ku sayang~" ucap Dea dengan nada sumbang yang membuat Satria harus menelan pil pahit kembali.

"Kamu tumben jam segini sudah pulang, nggak ada kelas, ya?" Dea menggaruk rambutnya yang terasa gatal dengan malas.

"Ada sih, tapi males masuk." Jawabnya yang terlampau santai membuat Satria lagi-lagi menghela napas berat.

"Kamu sampai kapan sih Dek mau begini terus, kamu nggak bisa ya kuliah dengan bener?"

Tuh kan ... Dea sudah menduganya, lagi-lagi dirinya akan mendapatkan wejangan secara cuma-cuma. "Kamu nggak mikirin perasaan Bapak, Ibu, dan Kakak?"

"Nggak." Jawab Dea langsung membuat Satria menatap Adiknya itu dengan raut kecewa.

"Ya udah kalau gitu kamu naik ke atas, habis itu turun ya bantuin Ibu masak." Dea hanya mengangguk, setelah itu pergi ke kamarnya. Namun apa tadi Kakaknya bilang? Membantu Ibunya memasak.

Maaf-maaf saja yha, Dea tidak berminat sama sekali.

*****

Dea yang hendak ke ruangan Sam mendengus geli saat melihat Sam dikelilingi oleh beberapa mahasiswi di sini. Dih! Dasar ulet-ulet keket.

Bisa ia lihat kalau mahasiswi-mahasiswi itu hanya berusaha mencari perhatian Sam. Ada yang sok nanya pelajaran lah, nanya tugas lah, ini lah... itu lah....

Halah bullshit!

Aslinya mereka palingan cuma mau cari muka doang. Dea heran deh, apa sih bagusnya si Sam sampai membuat mereka jadi mirip bencong-bencong gini kelakuannya?

"Dea!"

Dea yang sempat melamun langsung terlonjak kaget, dirinya menoleh ke arah kanan dan kiri dengan linglung, kayaknya tadi ada yang manggil deh.

"Dea!" Dea langsung menatap ke arah suara.

"Bapak manggil saya, ya?" Dea maju beberapa langkah sambil menunjuk dirinya sendiri. Beberapa gadis yang mengerubungi Sam menatap kearah Dea dengan sinis namun ada juga yang penasaran.

"Kamu pasti mau ke ruangan saya, kan?" tebak Sam yang membuat Dea bingung namun tak ayal dirinya mengangguk juga.

"Yasudah ayo kalau gitu. Ada yang mau saya bahas juga." Sam kemudian menggandeng tangan Dea lalu meninggalkan gerombolan ulet keket tadi. Dea mengerjap bingung dengan tampang bodohnya.

Setwlah sampai di ruangan Sam, Dea langsung duduk di depan Sam sambil menunggu dosennya itu memeriksa tugasnya kemarin, kali ini Dea sudah bisa duduk ya ... soalnya dirinya sudah nyeterilin pantatnya.

"Ini kamu kerjakan sendiri?" Angguk Dea dengan pongah.

"Masa, sih?" Dea langsung mengeruhkan wajahnya seketika.

"Saya sudah capek-capek nyalin loh, Pak. Lihat nih jari saya sampai bengkok-bengkok gini," sambil menunjukkan ke-10 jari-jarinya itu. Sam mengabaikannya karena merasa ucapan Dea barusan sangat tidak penting.

"Mana buku kamu?" Dea langsung mengambil bukunya yang berada di tas ranselnya lalu diberikan kepada Sam.

"Mirip kan Pak tulisannya, sudah dibilangin sih Bapak ngeyel." Gerutu Dea membuat Sam mendengus.

"Gini dong kalau ada tugas kamu kerjain," baru juga ngomong gitu, mata Sam langsung memicing tajam saat melihat semua isi buku Dea. "Tapi apa-apaan ini, buku kamu masa selama beberapa minggu catatannya cuma satu lembar doang?"

ANJlR!!

Tuh kan ... kalau berurusan sama si dosen tua bangka ini nggak bakal kelar hidup lo, satu masalah selesai masalah lain mesti dimuncul-munculin. Dosa nggak sih bunuh dosen kayak gini?!

"Itu cuma buku catatan saya doang kok Pak, yang lainnya saya catat lengkap!" Dusta Dea.

"Mana buku kamu yang lain?"

Astaganaga!! Buku Dea yang lain bahkan belum ada catatannya sama sekali. Masih mulus putih tanpa noda.

Dea menyengir kuda, "Kenapa?" Tanya Sam langsung.

Meneguk ludahnya sekali, Dea kemudian menjawab pelan. "Buku saya yang lain belum ada catatan nya sama sekali, Pak."

"APA?!" Sam langsung terlonjak kaget, tingkah murid nya ini benar-benar sangat luar biasa.

"Terus kamu selama ini kuliah ngapain aja? Bolos, tidur, dan ke kantin doang?!" Dea langsung menepis semua argumen Sam barusan.

"Saya juga masuk kok Pak, cuma kan nggak ada peraturan wajib nyatat, jadi ya ngapain saya repot-repot nyatat."

Sam memijat pelipisnya frustasi, harus diapakan Dea ini. Tiba-tiba secercah ide brilian muncul di otaknya itu, membuat Dea langsung was-was saat melihat ekspresi Sam barusan. Jangan bilang tugasnya akan ditambahin lagi?!!

"Mulai minggu depan kamu akan menjadi asisten saya."

"HAH?!"

*****

TBC.

Dosen Perfectionist Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang