"Saya terima nikahnya, Danizra Liandra binti Anhar Suroto dengan mas kawin tersebut tunai"
"Alhamdulillah... sahh.." ujar penghulu bertanya kanan kiri kepada saksi dan disambut juga teriakan sah kencang dari para hadirin yang ada menyaksikan ijab qobul ini."Akhirnya, selamat ya Zra" ujar sepupuku yang menemani aku di kamarku. Aku hanya tersenyum sambil berbisik mengucap hamdalah. Entah mengapa rasanya sungguh ikut gugup mendengarkan dari dalam kamar. Pintu kamar di ketuk. Sepupuku membuka pintunya tidak lama setelah pintu diketuk. Aku bangun dari dudukku di pinggiran tempat tidur.
"Assallamuallaikum" suara laki-laki berpakaian jas berwarna putih menyadarkan aku dari kegugupanku.
"Waallaikumsalam" aku menjawab malu dan menunduk. Kamera tentu saja sudah bersiap merekam moment penjemputan seperti ini.Laki-laki ini pelan meraih tanganku dan mengecup puncak kepalaku. Melafalkan doa yang cukup panjang kemudian menatap aku dan tersenyum. Entah itu sungguhan atau akting tapi aku juga tersenyum tipis dan kemudian menunduk lagi karena malu. Pelan aku mengangkat tangannya dan menciumnya penuh khidmat. Aku menautkan tanganku dengan tangannya dan kemudian berjalan berdampingan menuju ruang depan menemui para tamu. Meski ini hanya prosesi ijab qobul tamu yang datang lumayan banyak. Kami tentu saja bak dua orang paling bahagia hari itu. Meski memang aku bahagia namun entahlah.
Tamu bergantian memberikan selamat kepada kami. Dan juga berfoto dengan kami. Laki-laki ini tersenyum sumringah dalam setiap foto dan setiap menyambut jabat tangan tamu. Adzan maghrib berkumandang. Tamu mulai berpamitan.
"Maghrib dulu" ujarnya sambil menatap aku. Aku hanya mengangguk mengikuti dia ke arah kamar pengantin kami.
"Setelah maghrib langsung ke hotel kan?" ujar Ibu menghentikan langkah kami.
"Iya Bu, kita shalat maghrib dulu saja di sini" laki-laki ini menjawab sopan sambil tersenyum. Seluruh keluarga laki-laki ini sudah menuju hotel tentu saja, resepsi akan di selenggarakan setelah isya nanti di hotel tersebut.Kami masuk ke kamar. Laki-laki itu melepas jas yang dikenakan dan merebahkan diri di tempat tidur. Aku canggung sendiri bingung akan melepas riasan kerudungku atau tidak. Lima menit aku duduk di depan meja rias memandangi diriku sendiri. Ahh....hari ini aku terlihat berbeda, cantik dengan riasan sederhana, karena aku sedari siang terus meminta make up yang tidak terlalu tebal di wajahku. Kerudung yang tidak menggunung ke atas justru dibiarkan menjuntai lebar menutup dada dan punggungku.
"Hapus dulu riasanmu, kita shalat maghrib sama-sama" ujar Mas Dima sudah duduk di tempat tidurku.
"Iya" aku menjawab singkat sambil membuka laci meja riasku, mengambil penghapus make up yang aku punya. Aku melihat di cermin Mas Dima membuka kemejanya sekarang hanya memakai kaos pendek putih yang memang sudah aku siapkan untuk ganti di tempat tidur. Mas Dima terlihat sangat menarik menurutku. Meski duda dia belumlah tua, bahkan usianya lebih muda dari aku 3 tahun. Dia kemudian bingung mau keluar dari kamar."Wudhu di depan Mas kalau kamar mandi penuh, nanti aku siapkan shalat di sini" ujarku disambut anggukan darinya dan kemudian segera membuka pintu kamar untuk berwudhu. Entahlah Mas Dima canggung atau tidak kami belum kenal dekat, bahkan hanya beberapa waktu saja dia bertemu aku. Lamaran berlangsung cepat beberapa minggu yang lalu. Dan pernikahan ini juga. Banyak tetangga yang membicarakan namun aku tidak peduli. Aku tidak seperti yang mereka sangkakan.
Mas Dima dan Aku melaksanakan shalat maghrib bersama. Kemudian bersiap untuk menuju hotel tempat resepsi tanpa banyak bicara. Aku dan Mas Dima satu mobil sedangkan yang lain berbeda mobil. Mereka bilang pengantin dipersilahkan berduaan. Padahal di mobil pun kami tidak banyak berbicara satu sama lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Married by An Accident
RomanceMenikah adalah impian yang terwujud bagi seorang Izra. Meski yang menikahi dirinya adalah seorang duda dengan seorang anak. Izra semula ragu karena singkatnya pertemuan dengan Dima dan juga karena masa lalu yang membuatnya tidak bisa menjadi dirinya...