Chapter 6

80 0 0
                                    

Setelah hari itu aku resmi menjadi istri Mas Dima, bukan hanya diatas kertas tapi juga di atas.....
Keberangkatan Mas Dima dan aku ke Singapore sungguh sangat mendadak rasanya. Tapi pagi ini aku sudah terbangun di salah satu hotel di Singapore bersama Mas Dima tentunya, meski setelah shalat subuh kami tertidur lagi karena kelelahan. Entahlah, aku saja lelah apalagi Mas Dima yang semalam sampai dan langsung disibukkan dengan meeting bersama rekan bisnisnya.

"Kamu... masih cape?" Mas Dima menatap aku yang masih sangat mengantuk. Aku mengerjapkan mataku menggeliat manja dan melingkarkan tanganku di lehernya.
"Kamu udah gak ngantuk ya Mas?" Aku tentu saja bersuara manja seperti perempuan yang baru jatuh cinta pada pasangannya. Iya... mungkin saja aku memang baru saja jatuh cinta. Entah dengan Mas Dima.
"Kamu gak pengin jalan-jalan di sini? Shopping atau makan apa gitu?" Mas Dima bertanya masih dengan posisi kami di tempat tidur.
"Mauuuu... aku pengin nyobain fastfood yang katanya beda sama di Indonesia Mas yuk" ujarku kemudian duduk di tempat tidur. Mas Dima tertawa melihat tingkahku.
"Aku tu gak percaya menikahi perempuan seperti kamu" ujar Mas Dima masih tertawa di sebelahku.
"Bikin ilfill ya Mas?" Ujarku sambil tersenyum dan beranjak dari tempat tidur menuju kamar mandi.
"Gak tau, kamu selalu membuat aku yahh begitulah" ujar Mas Dima merebahkan diri lagi di tempat tidur.

Aku masuk kamar mandi, melihat diriku sendiri di cermin wastafel hotel yang lumayan mewah itu. Apa Mas Dima malu dengan aku yang seperti ini. Aku tidaklah cantik, putih dan langsing sama sekali bukan aku. Aku juga bukan perempuan pintar yang berkelas. Aku menyelesaikan mandiku kemudian memilih tunik panjang dan juga celana kain kerudung segi empat yang aku pakai dengan cara yang biasa. Mas Dima baru keluar dari kamar mandi telanjang dada seenaknya. Aku diam melihatnya, ganteng. Mas Dima laki-laki yang tinggi, tidak terlalu hitam atau putih, tubuhnya proporsional meski tidak berotot, sepertinya dia rajin berolahraga.

"Memang mau kemana dandan cantik begitu?" Mas Dima menegur aku sambil mengenakan kaos lengan panjang putih polosnya. Entah mengapa bagiku Mas Dima selalu terlihat mempesona.
"MasyaAllah... " aku bergumam sambil mengambil tas dan barang yang menurutku perlu dibawa.
"Kenapa?" Mas Dima sedikit kaget mendengar ucapanku.
"Gak apa Mas, yukk... kita kemana?" Ujarku berdiri di depan Mas Dima persis setelah selesai mengambil beberapa barang yang tadi perlu dibawa.
"Kita naik kendaraan umum kamu gak keberatan?" Ujar Mas Dima menggegam tanganku.
"Engga Mas" aku menjawab singkat.

Hari itu aku tahu mungkin saja Mas Dima belum jatuh cinta, tapi setidaknya dia sudah menerima kehadiranku yang tiba-tiba. Dia sama sekali tidak pernah membicarakan tentang Mba Marma. Dia sama sekali tidak pernah mengungkit masa lalunya. Terlalu sempurna semua berjalan. Apakah benar-benar sempurna?

Married by An AccidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang