3. Modus Pertama

66 7 5
                                    

"Lo beneran masuk IPS 1, Tih?" Tanya Arka. Saat ini mereka tengah berada di kantin. Begitu jam pertama selesai dan digantikan dengan suara bel pertanda istrahat, mereka berdua sesuai dengan kebiasaannya selalu berkumpul dikantin sekolah.

Fatih mendongak sekilas, menatap temannya itu,  kemudian mengangguk pelan.

"Kok gue agak ragu, ya?" Arka memegang dagunya, melihat Fatih dengan tatapan ragu. Seolah tidak percaya dengan temanya yang satu itu masuk IPS 1. Biasanya Fatih selalu masuk IPS paling akhir. Walaupun Arka sendiri yakin, bahwa Fatih memang pantas masuk IPS 1. Hanya saja laki-laki itu terlalu pemalas jika disuruh belajar.

Melihat ekspresi Arka, membuat Fatih berdecak kesal, lalu melempar satu biji isi  snack yang berbentuk bulat pada Arka.

"Gue sama lo, pinteran gue kali!" Sewot Fatih.

Arva terkekeh pelan, "eh si Cipit mana?" tanyanya.

Fatih menggeleng, "lagi pacaran, mungkin." Jawabnya asal.

"Lo pikir si Alvin playboy kayak lo!" Kali ini gantian Arva yang sewot, membuat Fatih tertawa pelan.  Namun, ketika melihat raut bingung tiba-tiba diwajah Arka membuat tawanya mereda.

"Kenapa lo?"

Arka tidak langsung menjawab namun matanya  tertuju dibelakang Fatih. Hal itu membuat Fatih spontan menoleh ke belakang.

"Hai, Tih," sampai suara ceria menyapa Fatih itu berasal dari Cantika. Gadis itu memamerkan senyumnya pada Fatih, dan sedikit menunduk ketika melihat Arka. Arka hanya tersenyum kecil menanggapinya, tak perlu bertanya siapa namanya. Yang jelas, gadis itu pasti hasil dari rayuan dan gombalan Fatih.

"Tih?"

Fatih tidak menanggapi Cantika. Matanya memang memandang lurus terhadap gadis itu. Tapi percayalah, fokus Fatih tertuju pada sosok gadis yang berada beberapa meter dibelakang Cantika. Tanpa sadar, senyumnya mengembang.

"Fatih!" suara sedikit sewot Cantika membuatnya tersadar.

"Hah? Eh, kenapa, Tik?"

"Kamu bengong ya?"

"Enggak! Eh, lo ngapain disini?" Fatih mengalihkan pembicaraan.

"Aku boleh duduk disini, gak?"

Fatih tak langsung mengiyakan, dia melirik Arka seakan meminta persetujuan. Sedang Arka menatapnya bingung, kedua alisnya menyatu. Tidak biasanya Fatih meminta persetujuannya, biasanya juga langsung mengizinkan gadis manapun untuk duduk bersamanya.

Arka kemudian hanya mengangkat bahu, tidak terlalu peduli.

"Wah gak bisa, Tik. Ini udah ada yang nempatin." Suara Fatih dibuat sok sedih.   Aslinya ia sedang berbohong. Saat ini ia sedang tidak ingin menanggapi Cantika.

"Yaah," Cantika mendesah kecewa. "Ya udah kapan-kapan aja, Tih. Aku kepengen makan bareng sama kamu. Dari dulu gak kesampaian." Fatih tertawa pelan, tidak heran lagi dengan sikap Cantika yang terlalu jujur dengan perasaannya. Padahal ini hari pertama dia bertemu gadis itu. Ini semua karena ketampanan yang dia miliki. Pikirnya percaya diri.

Setelah Cantika pergi, tatapan bertanya Arka langsung tertuju padanya.

"Tumben gak lo sikat?"

"Bahasa lo, Ar! Astaga," sewot Fatih untuk kedua kalinya. "Kadang suka bener," lanjutnya, yang membuat mereka tertawa bersama. Tak lama Alvin datang dan bergabung bersama mereka dengan handuk kecil yang ada di bahunya. Laki-laki itu kemudian duduk disamping Arka dan langsung memandang tanya kepada kedua temannya itu.

FATIHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang