#4

684 90 14
                                    


        Milhya memang cukup serius soal dirinya yang mencari pekerjaan karena jelas ia tak ingin terus-terusan menjadi beban bagi dewa. Maka dari itu, dengan bayi kecil di gendongannya, pemuda yang baru saja menjadi lulusan sarjana pendidikan matematika itu nekat mencari kerja. Sebenarnya ia sudah mendapatkan data tempat yang pasti dan hari ini ia harus melakukan interview.

"Dek, doain kakak ya biar keterima kerja. Biar bisa beli susu kamu." Milhya berbicara kecil pada bayi yang sedang tertidur di gendongannya, kemudian berteriak pada supir angkutan umum yang ia naikin untuk berhenti di pinggir jalan, ia sudah sampai.

Dengan segala keyakinan dan kepercayaan diri yang ia punya, Milhya berharap semoga hari ini tidak mengecewakan nya sebab sudah tiga bulan sejak ia menjadi lulusan terbaik namun masih betah menganggur.

Sekilas wajah Dewa yang sudah pasti tersenyum lebar sembari menyemangati dirinya muncul dan saat itulah kepercayaan dirinya bertambah. Jika begini Milhya yakin, kemungkinan ia diterima besar. Sebab dia Dewa dan bayi yang berada di gendongan nya ini tak mungkin mengkhianati dirinya kan? Semoga saja.

🐧

         Menghela napas berat, Dewa pulang ke rumahnya dengan raut wajah letih yang begitu kentara. Pekerjaan nya yang memang menguras waktu dan tenaga itu selalu mampu membuat ia lupa untuk mengistirahatkan diri. Bahkan Dewa baru ingat bahwa dirinya belum makan apapun sejak pagi, mengingat itu ia segera kelaparan. Berjalan menuju dapur untuk sekedar mencari makanan.

Mungkin bukan keberuntungan bagi Dewa, tak ia temukan satupun makanan di meja makan. Dahi mengeryit, tak biasanya meja makan kosong. Lantas dikepalanya segera melintas nama sang adik, yang baru disadari belum ia dengar suaranya sejak ia datang tadi.

"Mily?"

Dewa berjalan menuju kamar Milhya, mencoba mencari keberadaan sang adik yang sangat tidak biasa begitu sepi akan kedatangannya. Dan ketika ia melongok ke kamar yang sama sekali tak dikunci, tak di temukan siapapun di sana kecuali dirinya sendiri. Dewa jelas panik, sebab sang bayi pun tak diketahui dimana keberadaannya.

Menghubungi ke ponsel Milhya dan sayangnya ponsel sang adik mati dan itu makin membuat Dewa kalang kabut. Ia yang semula penat seketika sirna pegal nya, dan yang kini ada dipikirannya adalah sesuatu yang buruk terjadi pada dua orang yang berarti dalam hidupnya.

Mungkin Dewa akan berlari kesetanan jika saja sebuah suara yang memanggil namanya dengan kencang tak terdengar, disertai munculnya sosok yang sedang berada di kepala sekarang berjalan riang ke arahnya. Dengan gendongan kecil berada di tubuhnya, membuat Dewa mampu bernapas lega.

Namun tidak dengan amarahnya, yang benar-benar akan ia ledakkan tepat di depan wajah sang adik yang mana kini mempertemukan dirinya dengan senyum paling lebar dan bahagia yang bisa ia lihat hari itu.

"Kakkk!! Aku keterima kerjaaaa!!"

Dan lagi Dewa bahkan tak mampu menyuarakan amarahnya saat Milhya datang padanya dengan penuh semangat, lalu memeluknya erat meskipun sedikit kesulitan sebab keberadaan bayi kecil di antara mereka. Bagaimana ia marah ketika sang adik terlihat sangat bahagia seperti sekarang?

"Aku keterima kerja jadi guru!! Yeeayy!!! Akuu keterima kerjaaaa!!"

Milhya melepas pelukannya pada Dewa, memandang sang kakak dengan binar paling indah yang pernah diperlihatkan. Memegang dua tangan Dewa sambil tersenyum lebar, dan itu menular pada Dewa.

"Makasih ya kak, karena dia kakak sama dedek bayi aku keterima kerja."

Siapa Dewa berhak merusak suasana bahagia ini dari hidupnya?

🐧

            Sekarang mungkin bayi kecil itu jadi pusat hidup Milhya dan Dewa, sebab kini keduanya menjatuhkan fokus pada anak bayi yang saat ini sedang dalam keadaan terjaga. Mata kecilnya yang bulat sempurna itu tampak menggemaskan, bibir kecilnya yang bergerak lambat membuat Dewa tak dapat berhenti itu memainkan jari besarnya disana.

Milhya begitu tertarik untuk melihat mata jernih itu bergerak kesana-kemari, seolah tengah mencari sesuatu. Ia menempatkan wajahnya di hadapan sang bayi, tersenyum lebar kala dua pernik yang sama-sama lugu itu saling bertemu.

"Rasanya udah kayak anak aku sendiri." Gumam Milhya yang beruntungnya di dengar oleh Dewa, pria itu terkekeh kecil lalu menepuk pelan kepala Milhya, menyita perhatian sang adik untuk bersitatap dengannya sejenak.

"Kan emang anak kamu. Sama kakak juga." Seperti biasa, Milhya akan memasang cibiran ketika Dewa meluncurkan sebuah omongan basi, dan Dewa akan tertawa karenanya.

"Gak mau, ini anak aku doang." Dewa mengusak surai legam milik Milhya sebelum akhirnya mendaratkan sebuah kecupan ringan pada pucuk kepala sang adik.

"Masa tadi ya kak, kan aku interview kerja gitu. Mereka nanyain tentang dedek bayi, terus aku jawab jujur soal asal usul dedek dan habis itu mereka bilang aku lusa udah bisa ngajar. Ya pelatihan dulu sih, cuma masa iya secepat itu aku diterima? Bener deh kayaknya, dedek bayi ini bawa keberuntungan."

Dewa mendengarkan Milhya dengan seksama, memperhatikan bagaimana sang adik bercerita dengan semangat. Begitupun ketika tangan-tangannya yang bergerak kecil ketika berbicara, benar-benar tak lepas dari pandangnya.

"Selama kamu baik sama sesuatu, kamu pasti dapet balasan yang baik juga bahkan lebih baik. Bukan cuma karena dedeknya bawa keberuntungan doang, tapi karena ketulusan kamu buat jagain dedek bayi ini makanya Tuhan memudahkan semua urusan kamu. Jangan lupa bersyukur, juga jangan mudah terlena. Kamu harus bisa tanggung jawab sama beban yang udah di serahkan ke kamu, oke?"

Milhya mengangguk paham dengan lugu, dimana dimata dewa terlihat sangat menggemaskan. Ia mengusapkan ibu jari pada permukaan halus wajah Milhya, membuat sang adik bersandar pada tangannya karena nyaman.

"Rafa Arheza."

"Huh?"

Milhya tertawa kala melihat raut bingung sang kakak, "Namanya Rafa Arheza. Eza."

"Bagus juga nama anak kita."

"KAKKKK!!!"



-tbc-

Soft :(

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Soft :(

[19]Orang Tua Asuh | TAEBIN ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang