#5

642 80 11
                                    


       Mungkin bekerja dengan menggendong bayi bukanlah pilihan buruk yang dilakukan Milhya hari ini, sebab kenyatannya malah ia dipermudah. Bahkan sepertinya keberuntungan mengalir lancar padanya, sebab di hari pertama ia bekerja segera diperbolehkan untuk mengajar langsung ke murid-murid tempatnya bekerja.

Bukannya kesulitan, malah Milhya dibuat bersyukur sebab berkat bayi yang ia bawa semua orang menyapa nya dengan ramah, bahkan ia sempat takjub akan anak-anak murid barunya yang dengan sangat pengertian untuk tidak ramai ketika ia ajar agar gak membangunkan sang bayi yang selalu tertidur.

Dan disinilah Milhya sekarang, berada di ruang guru karena jam istirahat telah berbunyi. Ia memilih untuk tidak pergi makan karena merasa telah cukup kenyang dengan melihat bayi kecil di gendongan nya minum susu dengan lahap.  Milhya tersenyum, sesekali berbicara dengan nada tinggi seperti anak kecil untuk bermain dengan bayi yang sebenarnya tak akan paham dengan apa yang katakan.

"Kamu tuh makin lama makin gemesin gini kenapa sih dek." Ujarnya gemas, mencubit kecil hidung mungil si bayi yang membalasnya dengan kedipan mata menggemaskan.

Tak lama ponselnya berdering dan tanpa melihat si penelepon pun Milhya tahu betul siapa orang yang menghubunginya dengan fitur video call. Sebab memang sebelum dia berangkat kerja, si oknum penelpon ini mengatakan akan menelponnya jika waktu senggang.

"Hei, udah selesai?"

Senyum tulus khas pria yang lebih tua darinya itulah yang pertama Milhya dapati, dapat ia lihat keringat bercucuran pada figur tegasnya, mungkin sang kakak pun baru saja selesai mengerjakan tugasnya.

"Udah sih sebenarnya, cuma belum pulang nungguin guru yang lain." Adunya sembari memangku wajah, matanya tertuju tepat pada objek di layar ponsel.

"Udah makan belum?"

Kepalannya menggeleng kecil sebelum menjawab, "udah kenyang."

Tampak raut muka Dewa di seberang sana berubah murung, dan Milhya tertawa melihat sang kakak kini mengerucutkan bibirnya. Selalu mencoba bertingkah mengemaskan ketika ia marah pada sang adik.

"Kok gak makan? Perlu gitu kakak suapin?"

"Dihh males banget. Lagian akutuh emang udah kenyang banget, apalagi liat dedeknya minum susu lahap banget. Jadi ikutan kenyang." Ujarannya itu membuat Dewa terkekeh kecil, dan Milhya tak pernah memungkiri bahwa kakak tak sedarah nya itu begitu menawan hanya dengan tertawa. Senyumnya selalu terlihat menakjubkan.

"Mana sini coba mau liat dedeknya, kangen."

Milhya menuruti permintaan sang kakak, mengarahkan kamera ponsel ditangan ke arah bayi yang sedari tadi hanya memperhatikan Milhya berbicara dengan Dewa.

"Hai sayang, enak nggak ikut Kak Mily jalan-jalan hmm??" Milhya terkikik akan pertanyaan yang diajukan Dewa pada bayi yang bahkan tak mengerti apa yang pria itu ucapkan.

Dewa membuat wajah-wajah kocak, dan bukannya sang bayi melainkan Milhya yang tertawa geli. Ah, mendengar tawa sang adik Dewa jadi rindu. Bahkan belum ada satu hari mereka tak bertemu.

"Mil, kakak kangen kamu tau."

Milhya kembali mengarahkan kamera ponsel itu pada dirinya sendiri setelah mendengar perkataan Dewa, alisnya bertaut heran. "Emang aku kemana sih pake acara kangen segala. Padahal tiap juga hari ketemu."

Tampak Dewa menghela napas pelan di seberang sana, bibirnya menyungging senyum tipis.

"Ya kangen aja. Walaupun ketemu tiap hari tapi gak setiap menit makanya kakak kangen. Abisnya kamu juga sih, suka banget bikin rindu gini."

[19]Orang Tua Asuh | TAEBIN ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang