BONUS 1

3.4K 531 88
                                    

"Mau pakai alasan apa?" Kak Diara bertanya dengan gayanya yang elegan tapi mematikan.

Gue meneguk ludah. Situasi begini paling gue hindari. Harus berkonfrontasi dengan Kak Diara yang kebetulan satu kubu bareng Raihan itu benar-benar berbahaya. Salah ucap dikit, kelar nasib gue dalam segala aspek.

"Gue lupa, Kak." Akhirnya gue cari jalan aman dengan jujur. Menurut Ustad Mansyur, kejujuran kadang nggak mengenakan tapi lebih menenangkan karena penyakit hati yang sering bikin penyakit fisik jadi kronis.

"Sejak balik sama Jossy, aku sering dilupakan ya."

"Nggak, Kak. Itu salah!"

Mata Kak Diara mendadak berbinar-binar dan gue spontan merinding. Pecinta dedemit ini pasti salah sangka. "Gue belum balikan sama Jossy," kata gue mengklarifiskasi.

Kak Diara manyun. "Aku pikir kamu tetap menomor-satukan aku."

"Gue menomor-satukan lo karena misi sesebapak dan titah kanjeng Mami buat jagain lo selama masa kehamilan."

"Karena sekarang aku nggak hamil, kamu nggak mau jagain aku lagi?" Kak Diara mengusap sudut matanya.

Bulu kuduk punggung gue berdiri semua. Tatapan macan betina di belakang mengantarkan kemurkaan dan gue enggan nengok. Jossy pasti kemakan omongan Kak Diara yang seratus persen ngaco dan bikin orang salah paham.

"Kak, jangan bikin salah paham." Gue berbisik.

Bukannya nurut, Kak Diara malah memperparah. "Aku tahu kamu lagi berusaha dekati Jossy lagi, tapi aku nggak nyangka kamu akan batalin janji kamu tanpa ngomong. Aku dan Arka nungguin. Dokter Muis pasti nungguin. Suster Maya juga nungguin."

Punggung gue keringat dingin. Hawa-hawa macan siap menerkam makin kuat. Gue harus menenangkan yang di belakang dan membungkam yang depan muka. Ya Allah, begini banget cobaan jadi Lee Minho yang comeback ke dunia oren.

"Kak, gue minta maaf karena batal ngantar Kakak dan Arka ke dokter Muis. Nanti gue yang hubungi Dokter Muis minta reschedule. Terus kita main ke taman. Ya? Ya? Ya?" Gue menangkup kedua tangan di bawah dagu. Hilang harga diri gue. Gimana lagi. Raihan yang menentukan nasib pekerjaan gue dan Kak Diara yang sering bantu tiap gue dapat pekerjaan berat.

"Oke." Kak Diara senyum penuh kemenangan. Dia melongok ke belakang gue. "Jossy, jangan berikan akses mudah buat Arvel balikan."

"APA?" Gue histeris.

Jossy tertawa kecil, lalu membalas, "Aku memang niat begitu."

"Enak aja!" Gue duduk di sebelah Jossy dan merangkul pundaknya. Dengan Arkana dalam gendongan Jossy, gue ngerasa kita bertiga mirip keluarga kecil bahagia. "Jossy udah mentok sama gue, Kak. Jangan hasut yang aneh-aneh deh."

"Om Epel!"

Gue melompat kaget lihat bayi rusa muncul dari kolong kaki gue. Sejak kapan ini anak datang?

"Oti Oci, mamikum." Fatih dengan sopan salim ke Diara dan melewatkan gue. Gue mendengkus dan mengulurkan tangan ke muka Fatih. Si bayi lirik terus melengos. Dia malah ambil tangan Jossy dan menciumnya.

"Bocah, salim ama Om," kata gue rada emosi.

"Om bing chocolate?" Fatih nego dalam bahasa Inggris ancur.

Pada paham?

Dia ngomong, om bring chocolate. Ajaib kan? Giliran kata chocolate bisa fasih diucapkan.

"No chocolate!" Kak Ratu menginterupsi. "Jangan kasih cokelat lagi, Vel. Terakhir kali kamu kasih cokelat, TV ditubruk sama dia. Gege marahnya sama aku, bukan ke anaknya. Curang."

Gue nyengir kuda. Pasang ekspresi 'oh, maap, saya kurang tahu'.

"Kita jalan sekarang?" Kak Diara bertanya ke Kak Ratu.

"Aku udah siap. Tinggal cus," jawab Kak Ratu bersemangat.

"Kalian mau pergi? Yaudah, gue dan Jossy pamit."

"Mau kemana?" Kak Diara dan Kak Ratu kompak berbicara.

Gue dan Jossy melongo, saling lirik, terus geleng-geleng nggak paham.

"Kamu dan Jossy jaga Arka dan Fatih. Aku dan Ratu ada perlu di suatu tempat. Kayaknya, nggak lama," kata Kak Diara dalam gayanya yang super elegan.

Gue meneguk ludah. Terakhir kali ada kata 'suatu tempat' versi Kak Diara dan Kak Ratu adalah penantian panjang melebihi ngenesnya nunggu tanggal gajian.

"Kak, Jossy nggak boleh pulang malam." Gue mencari alasan. "Titip Arka dan Fatih ke Mami aja. Rumah Mami masih rapi di seberang."

Kak Diara dan Kak Ratu saling lirik. Kemudian Kak Diara berdecak dan Kak Ratu memutar bola mata.

"Aku jawab apa kalo Rai nanya soal Arka ke dokter?" Kak Diara bertanya ke Kak Ratu.

"Jawab aja, nggak jadi ke dokter. Ada yang lupa, kan?" Kak Ratu melirikku usil.

Ah, ribet amat punya dua kakak ipar yang resek sejak jadi satu tim hore. Gue kalah telak. "Kayaknya, Jossy masih mau pacaran sama gue. Nggak apa-apa, Kak Diara dan Kak Ratu pergi ke SUATU TEMPAT. Biar kami yang jaga Arka dan Fatih. Kami akan jadikan ini kesempatan belajar sebelum punya anak sendiri," kata gue penuh kesinisan.

"Beneran, Vel?" Kak Diara pasang tampang terkejut (yang pura-pura). "Makasih banyak, Vel. Nanti aku belikan martabak di jalan pulang. Jossy, anggap saja rumah sendiri. Tapi jangan macam-macam di rumah ini, banyak CCTV."

Gue bisa duduk santai pas dua ipar itu pergi. Jossy masih santai menimang Arka yang berumur enam bulan. Dia suka sama Arka yang bulat gemesin, walau mata Arka cetakan Raihan banget. Untung cuma mata Arka. Sisanya mirip Kak Diara. Empet banget kalo ponakan gue ini nyetak muka bapaknya plek plekan. Berasa ingat tumpukan kerja gitu.

"Mana Fatih?"

Pertanyaan Jossy menyentak badan gue. Gue segera bangkit dan lari ke dapur.

"Astagfirullah, Fatih!!!"

###

14/03/2020

Serangan cintaku ❤❤❤

Udah tau kan anak Diara... seneng duonkssss...

Magic StickTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang