Chap 5

227 6 3
                                    


Nana membuka pintu dan mulai masuk ke ruangan yang gelap.

"Halo, ada orang gak?"

Tok! tok!

"Cah ayu, arep kengendi? (Cantik, mau ke mana?)" Suara bisikan yang terdengar di telinga Nana.

Nana melihat sekeliling ruangan yang kosong, tidak ada satu orang pun di sana.

"Itu siapa?" ucap Nana.

Plok

Sesuatu menyentuh pundak Nana dari belakang.

"Ka-Kamu siapa?" gagap Nana.

"kongkon dheweke metu saka awakmu, (Suruh Dia keluar dari badanmu,)" bisik makhluk itu.

Wajah makhluk itu semakin hancur, membuat Nana lari dan berteriak keras.

"Aaaaaaaa ...."

**

"Aaaa ...." Nana yang tertidur berteriak keras dan seketika bangun dari tidurnya.

"Ha, Nana kamu kenapa?" tanya Fitri.

"Ah, gapapa, cuma mimpi ternyata," jelas Nana.

"Mimpi apa, sih? Kasih tahu, donk?"

"Sudah deh, yang lain mana?"

**

Pak Yanto duduk di kursi teras sambil menyeruput kopinya. Ari dan lainnya sibuk merapikan barang bawaan mereka, di satu sisi Nana terus memikirkan perkataan makhluk yang ada di dalam mimpinya itu. Semua terjadi begitu cepat, Nana sangat tak ingin mengingat bentuk rupa makhluk tersebut.

Srkk srkk

Ari terus mengeluarkan isi tasnya, memikirkan cara mereka bisa menyelesaikan semua urusan di sini.

Clak!

Sebuah kotak hitam jatuh dari tas Ari, Ia sangat heran dengan apa yang Ia lihat.

"Kotak ini, sejak kapan ini ada di tas?" batin Ari.

Benar saja, isi dari kotak tersebut benang telon dan foto seorang pria mengenakan blangkon. Ari teringat ketika jika Bik Atik seperti menyembunyikan sesuatu tentang benda ini.

**

Dian berjalan keluar Rumah dan berniat mengelilingi desa.

"Mau dikancani, ora? (Mau ditemenin, gak?)" tanya Wanto.

Dian pun mengizinkan Wanto menemaninya.

**

Mereka hampir menyusuri seluruh desa, keindahan alam di desa ini terus memanjakan mata mereka. Sampai mereka di ujung desa. Terlihat seperti tebing menjulang tinggi. Wanto mendekati tebing itu, menyentuh tebing berwarna hitam itu.

"Hueekk!"

Wanto muntah saat ingin menyentuh tebing itu. Dian melihat bayangan hitam bergerak ke atas tebing dengan cepat. Wajah Wanto mulai membiru, Dian mulai panik dan membawa Wanto ke rumah Pak Yanto.

**

"Pak! Pak!" teriak Dian sambil menopang tubuh Wanto.

Wajah Wanto makin membiru, matanya terus melotot tajam, kali ini mata Wanto tertuju pada Nana. Ia terus menatap Nana dengan tajam.

"Haaaa ... Ampun Ndoro!" teriak Wanto setelah melihat Nana.

Wajah Wanto berubah menjadi ketakutan saat melihat Nana. Pak Anto yang menyadari langsung terkejut saat melihat Nana.

Pak Anto spontan membungkukkan badannya di hadapan Nana.

"Salam, Ndoro," ucap Pak Anto.

Pak Anto menutup mata Wanto dengan kain, menunggu Dia sadar dan tidak takut untuk melihat Nana.

"Nana harus bisa kendaliin apa yang ada di dalam dirimu," ucap Pak Yanto.

Sejatinya, apa yang ada di dalam diri Nana yang mampu menyaingi Bahwati.

**

Malam mulai datang. Sunyi dan gelap. Bermodalkan lampu senter, Dian keluar rumah untuk melihat tebing yang membuat Wanto kerasukan.

Dian menyentuh tebing itu dan tidak terjadi apa-apa. Semua berubah saat Ia mulai membalikan badannya.

Hihihi

"Apa sing ana neng ing awakmu kuwi lemah, aku ora kegeret ingmu. dak anti kancamu siji sing kuwi teka menyang kene. gawa lunga jiwa laden sing kon gawa kuwi, (Apa yang ada di dalam dirimu itu lemah, aku tidak tertarik padamu. Ku tunggu temanmu satu lagi datang ke sini. Bawa pergi jiwa pelayan yang kau bawa itu)" bisik suara yang berbicara dengan Dian.

"Pasti Bahwati," ucap Dian.

Dian meninggalkan tempat itu, Ia takut keselamatannya terancam jika tak meninggalkan tempat iu. Dian mulai berpikir untuk membawa Nana ke tempat itu. Membiarkan khodam Nana bertarung dengan Bahwati.

Bersambumg.

P.U.N.T.E.NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang