Chap 3

178 4 0
                                    

Hari semakin gelap, hutan begitu terlihat menyeramkan. Suara hewan-hewan yang sama sekali tidak pernah mereka dengar. Ari dan lainnya bergegas untuk menyusuri hutan dan menuju ke Desa Gandupa.

"Permisi,"

"Permisi," Ucap Dian, setiap kali mereka melewati pohon yang diikat dengan kain putih.

"Kamu ngapain, sih, Dian?" tanya Ari berbisik.

"Diem aja, Ri, ikutin aja." jawab Dian.

Selama perjalanan, mereka belum menemukan suatu keanehan. Hingga Nana menyadari bahwa ada suara orang seperti meminta pertolongan.

Tolong!

"Ha, apa?" ucap Nana dengan wajah bingung. Menoleh ke setiap bagian yang dijangkau matanya.

"Kenapa, Na?" tanya Fitri.

"Denger suara gak, Fit?"

"Suara apa? Engga ada suara apa-apa kok, daritadi cuma Dian doank yang ngomong, permisi-permisi," ucap Fitri.

"Aku denger suara orang minta tolong, loh, Fit," perjelas Nana, Dia sangat yakin dengan apa yang didengarnya.

"Sssttt," desis Dian, meng-isyaratkan agar mereka berdua diam.

"Nanaku, jangan kebanyakan ngelamun, ntar kesambet, loh," gurau Ari.

"Cangkemmu, yo, Su! Ojo macem-macem yen ngomong," bentak Wanto ke Ari.
(Mulutmu! Jangan macem-macem kalau ngomong)

"Ssssttt, hei, jangan berisik, astaga," Dian terus memasang wajah cemasnya ketika melihat kelakuan teman-temannya.

Tanpa sadar, mereka melewati satu tanda pohon tanpa mengucap permisi. Dan beberapa keanehan mulai terjadi sejak saat itu.

Udara semakin dingin, suara hewan-hewan aneh yang sebelumnya terdengar nyaring di telinga mereka mulai menghilang.

Dian terus mengucap kata-kata yang diamanatkan Pak Supri, kepadanya.

Sskkk ssskkk

Suara gesekan daun mulai terdengar keras, tiba-tiba tiupan angin mendadak berhenti.

Nana terus mendengar bisikan, maupun teriakan. Terus menerus menghantam hingga pikirannya mulai tak terkontrol.

"Eh, tripod ketinggalan, di," ucap Andre, sebelum menyelesaikan perkataannya.

"Haaaaaaaaaaaaaaaaa!" Nana berteriak histeris.

"Astagfirullah!" Sontak Dian terkejut dengan teriakan Nana.

Nana terus berteriak dan meronta.

Dian terus memegang tangan Nana sembari berdoa.

"Nanaku, Nanaku," ucap Ari dengan wajah panik, melihat kondisi Nana.

Nana terdiam dan suasana seketika hening. Nana membuka Matanya, dan terkejutnya mereka melihat kondisi mata Nana yang hanya menyisahkan putih di bola matanya.

"Siro kumedah-kedah ngucul tumakaken menika! kowe mboten sanguh malih medal saking riki, kantos kami terbebas!" ucap Nana dalam kondisi kerasukan.
(Kalian harus melepas kutukan ini! Kalian gak bisa lagi keluar dari sini, sampai kami terbebas!)

Nana langsung pingsan dan tak sadarkan diri. Kondisi mulai mencekam sejak itu.

"Jadi maksud Pak Supri, ini," batin Dian.

"Nana! Bangun, Na!" teriak Fitri.

Dian mulai menyadari apa yang baru saja terjadi, Dia menjelaskan secara rinci tentang apa yang Dia sembunyikan dari teman-temannya.

"Aku mau ngomong sesuatu," ucap Dian.

"Nana!" Teriak Fitri, terus menangis meratapi kondisi Nana.

"Kalian tahu, kan, kain-kain putih yang diikat di pohon?" tanya Dian.

"Yah, tau, kenapa?" tanya Ari dengan wajah sedikit kesal.

"Waktu kalian tidur di Mobil tadi, aku lihat Pak Supri letakan sesajen di dekat jalan masuk ke hutan, lalu dia bilang kalau,"

"Bilang apa!?" bentak Ari, memotong pembicaraan Dian.

"Ri, tenang, Ri! Dia belum selesai," Andre sambil menahan dada Ari yang hendak maju.

"Dia bilang, kalau lihat pohon berkain putih, harusnya kita permisi, tadi kayanya kita kelewat satu, deh, gara-gara keributan kalian berdua tadi," ucap Dian.

"Yang bener aja donk, ini Nana gimana? Kita harus apa?" tanya Ari.

"Wan, tadi Nana ngomong apa?" tanya  Dian, menemukan pokok masalah.

"Terbebas..... Hmm, kayanya dia nyuruh kita buat ngebebasin mereka, kalau gak, kita bakal gak bisa keluar dari sini," ucap Wanto.

"Nah, aku juga mikir kaya gitu, kita melanggar, berarti kita setuju nolong mereka," ucap Dian.

"Kenapa, kamu gak kasih tau kami dari awal, Dian!" tanya Fitri sambil memeluk Nana.

"Udah, udah! Sekarang kita jalan terus ke Desa, mungkin di sana kita dapet jawaban," ujar Andre.

Hari menjelang pagi, dengan kondisi Nana yang masih pingsan, mereka harus terus berjalan menuju Desa Gandupa, untuk memecahkan masalah ini. Di sana mereka akan menemukan jawabannya.

Bersambung.

P.U.N.T.E.NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang