Bagian 3

60 30 0
                                    

Hidup itu seperti sebuah cerita. Aku menjalani peranku, kamu menjalani peranmu. Hanya saja kita belum tahu, akhir cerita akan seperti apa. Nikmati saja perjalanannya.

Kita tidak pernah tau kedepannya akan seperti apa. Tapi jika diingat-ingat waktu berjalan begitu cepat. Satu bulan sudah aku menjadi santri di pondok pesantren Darunnajah ini. Satu bulan yang lalu bukanlah waktu yang singkat, masih kuingat hari itu, saat aku baru sampai dipondok, aku langsung mengabari mama bapak dengan handphone yang aku bawa. Handphone keluaran 2016, sangat jadul kalau disandingkan dengan merk 2022. Tapi itu bukan masalah bagiku, yang terpenting adalah bisa untuk berkomunikasi jarak jauh.

Mama dan bapak juga rutin mentransfer uang untukku, walaupun tidak seberapa tapi alhamdulillah bisa mencukupi kebutuhanku, apalagi aku mendapatkan dana KIP-Kuliah yang mana bisa aku manfaatkan selama kuliah.

Satu bulan di sini aku juga sudah mulai bergaul dengan santriwati lainya. Walaupun sebagian ada yang bercircel. Bagiku berteman itu tidak harus memandang dengan mereka yang kaya, cantik, atau jelek. Tapi coba bersahabatlah dengan secangkir kopi, maka kamu akan mengerti bahwa segala bentuk rupa  tak selalu sama dengan keterlihatannya. Cukuplah menjadi apa adanya, tanpa berpura-pura agar terlihat istimewa. Maka disitulah pertemananmu akan bahagia.

Santri disini rata-rata terkena penyakit yang sudah melegenda, yaitu Gudig. Itulah nama di daerahku, entahlah didaerah lain apa namanya. Disebabkan karena adanya bakteri yang masuk kedalam pori-pori tubuh. Tak terkecuali aku, meskipun merasa hidup sudah bersihpun akhirnya terkena juga. Untungnya hanya bagian tangan dan kaki saja. Semoga tidak menyebar, karena konon katanya santri yang belum gudigen belum sah menjadi santri.

Nah, yang pernah nyantri pasti pernah denger kata-kata seperti itu kan?

Jejak LANGKAH PengukirInspirasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang