SCENERY 20

6.5K 865 54
                                    

"Jennie, tidak sarapan dulu?"

"Tidak bu, Jennie sudah terlambat." sahutnya, sembari memasang sepatu. "Nanti Jennie makan di kantin sekolah saja, Jennie pergi bu." pamitnya pada sang ibu, setelah mengambil tas yang dia letakkan diatas meja ruang tamu.

Jalanan yang macet, membuat bus yang di tumpangi oleh Jennie, nyaris tidak bisa bergerak sama sekali, yang mana hal itu membuatnya kesal setengah mati. Bagaimana tidak, dia memilki jadwal mengajar pagi hari ini, akan tetapi sekarang, dia malah masih terjebak macet, di saat kelasnya, di mulai lima belas menit lagi. Hal yang membuat Jennie, pada akhirnya lebih memilih untuk turun dari bus itu. Dia ingin berlari saja, walau mungkin nanti kakinya akan sakit, tapi dia tidak perduli. Yang jelas, dia harus sampai tepat waktu.

"Jennie!" suara panggilan dari seseorang, menghentikan langkahnya, yang saat itu baru saja akan menyebrang. "Apa yang kau lakukan disini, kau turun disini, apakah ada urusan?" tanyanya pada Jennie, sembari melepas helm, dan berjalan menghampiri gadis bermata kucing itu.

"Aku mau jalan kaki ke sekolah, bus sama sekali tidak bergerak, karena ada kecelakaan di depan sana, jadi macet."

"Ikut aku saja, ayo." ajaknya. "Lagipula ini sudah siang, bukankah kalau hari kamis kau ada jadwal mengajar pagi?"

"Eh, i-iya," jawab Jennie kikuk. Dia tidak menyangka, jika laki-laki di hadapannya ini hafal dengan jadwal mengajarnya. Dia adalah Jackson, seorang guru olahraga di sekolah tempatnya mengajar. Seorang laki-laki yang lumayan humoris, ramah dan juga sederhana, yang membuat beberapa guru perempuan yang masih lajang, menaruh perasaan padanya. "Tidak usah Jack, aku tidak mau merepotkan." tolak gadis itu sehalus dan sesopan mungkin, yang hanya di tanggapi Jackson dengan decakan lidah, khas orang kesal. Dan tanpa memperdulikan penolakan Jennie, laki-laki itu malah menarik tangan gadis itu, menuju ketempat motornya terparkir, kemudian menyerahkan helm, yang memang selalu dia bawa di motornya.

Denting suara piano, dengan lagu anak-anak yang tengah di mainkan oleh Jennie, terdengar memenuhi ruangan, tempat dia mengajar anak-anak yang masuk dalam esktrakurikuler musik. Anak-anak berusia lima sampai tujuh tahun, yang begitu menggemaskan, selalu sukses membuat Jennie terhibur dengan segala tingkah polah mereka yang begitu polos.

Dengan telaten dan sabar, dia mengajari satu persatu anak didiknya, untuk dapat memainkan alat musik bernama piano itu dengan benar. Senyumnya terus saja merekah, ketika dia melihat tingkah-tingkah lucu dari anak-anak itu, di sertai hatinya yang menghangat.

___

Menarik sebuah koper berwarna hitam, seorang laki-laki berjalan dengan gagah, menuju pintu keluar bandara, sembari mendengarkan musik melalui headset yang terpasang pada kedua telinganya. Sebuah masker berwarna hitam, menutup separuh wajahnya, membuat kesan misterius keluar dari dalam dirinya.

"Jungkook, sudah pulang?"

"Tuan Jungkook, baru pulang besok tuan,"

Duduk dengan tenang, di kursi belakang jok mobilnya, Taehyung mengamati Seoul dari balik kacamata hitam yang menutupi matanya. Dan di detik itu juga, kerinduannya kepada Jennie, begitu terasa. Kerinduan yang sudah dia tahan selama 4 tahun lamanya. Ahhh... rasanya Taehyung ingin berlari dan menemui Jennie, lalu mendekapnya seerat mungkin. Namun di balik semua rasa rindunya, Taehyung juga merasakan sebuah ketakutan. Ketakutan akan penolakan Jennie, karena sikap pengecut dan pecundangnya yang meninggalkan gadis itu secara tiba-tiba.

"Taehyung, bisa kau pulang kerumah sekarang?" ibunya bertanya, dengan suara yang bergetar, khas suara orang yang tengah menahan tangis. "Mama, butuh Tae,"

Scenery (END)✅ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang