Namaku Reina. Saat ini usiaku baru menginjak angka 20 tahun. Dua tahun lalu ayah dan ibu mengirimku ke Los Angeles untuk berkuliah dan meraih gelar sarjana. Aku rasa itu hanya sekedar alibi, alasan sebenarnya karena mereka ingin melepasku. Membiarkanku terbang dan pergi sejauh mungkin dari sisi mereka.
Aku tahu niat mereka baik, tapi aku belum sepenuhnya menerima keputusan ini. Masih begitu banyak kampus bagus di tanah air, kenapa mereka repot-repot mengirimku ke negeri orang? Apa hanya karena citra baik di depan publik? Ya, alasan apalagi yang mereka punya selain untuk mempertahankan citra publik.
Bukan maksud menyombongkan diri, tapi keluargaku terkenal dengan citra baik. Ayahku seorang produser film, sedangkan ibuku seorang aktris senior yang patut diperhitungkan sampai sekarang.
Pernikahan mereka sempat menggemparkan tanah air kala itu. Seorang pria mapan menikahi salah satu selebritis paling cantik pada masanya. Sejak saat itu sampai sekarang keluarga kami terus menjadi sorotan publik.
Aku muak, begitu juga dengan keluargaku. Apa yang aku lakukan, apa yang aku alami, selalu jadi bahan perbincangan orang lain. Bahkan visual yang ada pada diriku tak jarang dibanding-bandingkan dengan anak seleb lainnya. Body shaming juga pernah aku alami setelah media tahu kalau proporsi tubuhku tak sesuai dengan kriteria mereka yang disebut "Perfect". Dan satu hal lagi, tanpa dipinta pun, mereka sudah lebih dulu menilai karakter dan kepribadianku lewat media.
Selama hidupku, aku dituntut agar tetap menjadi gadis yang berwibawa, berkepribadian baik, dan berhati malaikat. Tak hanya itu, aku juga diharuskan berpenampilan menarik di mana pun aku berada. Satu jerawat pun tak diperbolehkan tumbuh di wajahku. Mereka bilang aku adalah penerus ibuku, jadi tak boleh ada satu pun cacat dalam penampilan maupun citra diri.
Setiap harinya selalu ada peraturan-peraturan baru yang dibuat ibu untukku mulai dari: jam belajar, cara berpakaian, batas pergaulan, diet ketat, dan target juara 1 sekolah di setiap tahunnya. Dan peraturan yang sedikit membuatku tidak nyaman adalah harus terus menjaga imej layaknya putri dari seorang ratu. Aku juga dilarang pacaran sebelum lulus SMA. Tak boleh memilih teman sembarangan, apalagi membawa teman ke rumah, itu adalah peraturan pertama yang tidak boleh dilanggar. Kenapa? Alasannya karena ibuku takut orang lain tahu tentang kehidupan asli keluarganya. Ya, selama ini kami hanya bersandiwara. Keharmonisan di depan media sangat bertolak belakang dengan keadaan keluarga di rumah.
Semakin hari semakin aku mengerti kalau kehidupanku menjadi lebih baik dari sebelumnya. Aku bisa lepas dari kekangan publik dan fokus berkuliah. Aku juga tak harus mengikuti norma yang begitu mengekang. Meskipun harus bertahan di negeri orang dan jauh dari keluarga, tapi aku bisa bebas. Setidaknya sekarang aku mampu melepaskan sejenak letihnya terlahir dari keluarga penuh sandiwara.
"Reina, jadilah kekasihku." Pinta seorang pria yang kini tengah berlutut di depanku.
Pria itu bernama Dito. Seorang manager cafe tempatku bekerja paruh waktu. Walau aku tahu dia bukanlah tipe pria yang ingin kujadikan pacar, tapi dia cukup memenuhi beberapa kriteria; seperti proporsi tubuhnya yang lumayan keren dan sikapnya yang ramah. Dengan setangkai mawar merah di tangannya, ia tersenyum disertai ekspresi wajah penuh harap. Haruskah Dito yang menjadi kekasih pertamaku?
"Dito, seperti yang aku katakan sebelumnya—ada seseorang yang aku sukai selama ini, tapi—"
"Aku tak peduli. Aku bisa membuatmu nyaman di sisiku dan menyukaiku. Yang aku tanyakan apakah kau mau jadi kekasihku?"
Dia benar. Walau parasnya biasa saja, tapi aku cukup nyaman bersamanya. Soal hati itu bisa menyesuaikan waktu. Meski saat ini masih ada sosok lain, siapa tahu seiring berjalannya waktu tempat untuk Dito akan tersedia. "Aku akan memastikan sesuatu dulu, jadi bisakah kamu menunggu? Aku akan memberitahumu secepatnya."

KAMU SEDANG MEMBACA
My Sex Journey
RomanceWarning! 21+ (Adult story) Reina terjebak di sebuah kota yang cukup kejam, Los Angeles. Bersama kekasihnya, Tommy. Mereka melewati hari-hari berat sebagai orang asing di sebuah apartmen di pusat kota. Cinta mereka masih menggebu-gebu. Keduanya mulai...