Nama yang nJawani

406 17 21
                                    

'Apalah arti sebuah nama', sebuah quote yang sangat masyhur dari cerita Romeo-Juliet karya William Shakespeare.

Dulu, saya pun menelan mentah-mentah quote tersebut dan nggak setuju. Sebentar, saya tak hendak membahas kalimat setelahnya, bahwa "... jika mawar dinamai dengan nama lain, ia akan tetap tercium wanginya."  Intinya begitu lah ya.

Tapi ketika tahu bagaimana ceritanya hingga quote tersebut muncul, saya jadi, "oh, ternyata maksudnya begitu", dan sudah, nggak komentar lagi.

Apa? Oh, mau tau ceritanya? Baiklah.

Jadi pada masa itu, keluarga Romeo dan keluarga Julia terlibat dalam permusuhan. Pokoknya seantero Italiano tahu lah bahwa Montague dan Capulet itu musuh bebuyutan, saling membenci, bagaikan air dan minyak. Bukan air dan api ya, kalau itu lagunya Naif.

Nah, di tengah-tengah keluarga yang bermusuhan itu, justru tumbuh cinta diantara anak-anak mereka yaitu Romeo Montague dan Julia Capulet. Mereka berdua dengan kesadaran penuh saling jatuh cinta. Lalu terjadilah adegan yang intinya sebagai berikut,

Romeo: Julia, aku mencintaimu. Tapi cinta kita tak mungkin bersatu karena aku seorang Montague sedang kamu seorang Capulet.

Julia: Aku pun mencintaimu, Romeo. Tak peduli siapapun nama(keluarga)mu. Apalah arti sebuah nama, jika mawar dinamai dengan nama lain, ia akan tetap tercium wanginya.

Kemudian mereka berdua duduk bersama menikmati coklat atos dan berkata, "Mammamia lezatos."

End.

Jadi sebenarnya 'apalah arti sebuah nama' dalam cerita mereka itu berkaitan dengan nama keluarga dan permusuhan diantara mereka. Ketika cinta sudah berbicara, maka nama keluarga (beserta permasalahan yang mengikutinya) tak lagi bermakna. Demikian yang saya tangkap. Please, correct me if it's wrong.

Tapi untuk konteks di luar cerita itu, tentu saja saya termasuk #TimTidakSetuju dengan quote tersebut. Bagaimanapun juga, nama adalah sesuatu yang super penting, karena selain sebagai penanda atau pembeda, nama juga sebagai doa, atau sebagai simbol dari sebuah harapan.

Begitu pun dalam penulisan fiksi. Salah satu unsur dalam penulisan fiksi adalah tokoh. Bahkan tokoh menjadi unsur paling penting. Yaiyalah, kalau nggak ada tokoh lalu siapa yang akan diceritakan di dalamnya, ya kan?

Nah, salah satu yang penting dari keberadaan tokoh ini tentunya adalah nama. Nama apa? Ya nama tokohnya dong yes, masa iya nama penulisnya. Hehe.

Menamai tokoh tentu saja tak asal comot, asal keren, asal huwow, asal panjang, dan semacamnya. Karena tokoh kita itu ibarat anak kita, jadi namailah ia seperti kamu memilih nama untuk anak-anakmu. 

Bedanya, memberi nama anak tentunya ada unsur doa dan harapan agar kelak si anak bisa tumbuh dewasa menjadi pribadi yang sesuai dengan namanya. Misal, orang tua yang berharap kelak anaknya menjadi seorang hafidz Quran dan ahli ibadah yang senantiasa mengabdi hanya kepada Allah Sang Maha Rahman maka anaknya diberi nama Hafidz Abdurrahman.

Sedangkan memberi nama tokoh bisa disesuaikan dengan karakter yang akan disematkan padanya. Karena untuk tokoh dalam cerita fiksi, tentu penulisnya sudah tahu akan seperti apa jalan hidup hingga endingnya. Hal ini menyebabkan prinsip 'nama adalah doa' tadi bergeser menjadi 'namamu karaktermu'. Misalnya si tokoh utama adalah seorang gadis yang cantik dan memiliki kepandaian di atas rata-rata, lalu kita beri nama Elok Cendekia. Elok berarti cantik, Cendekia bisa diartikan sebagai pintar/pandai. Panggilannya bisa Elok atau Kia. Asal jangan cendek aja, karena kalo cendek dalam bahasa Jawa artinya pendek.

Yang harus diperhatikan juga dalam memilih nama untuk tokoh (dalam hal ini tokoh utama) adalah menyesuaikan dengan setting cerita. Baik itu setting lokasi, keluarga, waktu, juga karakter.

BeforeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang