***
Hari ini Jiyong pergi ke rumah orangtuanya. Salah seorang keponakan Jiyong– anak seorang kakak sepupunya– akan menikah di hari Minggu dan mereka tentu saja mengundang Jiyong beserta keluarganya. Pernikahannya akan di lakukan di sebuah hotel daerah Pocheon– kota tempat orangtua Jiyong tinggal. Daripada menghabiskan waktu dan uang untuk menginap di hotel, tinggal dirumah orangtuanya tentu adalah pilihan terbaik. Terlebih agar Jiyong bisa bersantai, karena putrinya pasti akan sibuk dengan kakek dan neneknya.
Jiyong dan keluarga kecilnya tiba di rumah orangtuanya pada Sabtu pagi, pada pukul sepuluh. Begitu tiba, Jiyong dan Lisa berbincang lebih dulu dengan orangtua mereka. Mereka melihat dan menonton Alice bermain dengan kakek dan neneknya lantas setelah itu Jiyong pergi ke kamar masa kecilnya sementara Lisa mengantar ibu mertuanya ke rumah sakit dan Alice bermain bersama kakeknya.
"Oppa, kunci mobil," pinta Lisa sembari berdiri di ambang pintu kamar masa kecil Jiyong yang ada di lantai dua. Jiyong menoleh setelah ia merogoh saku celana olahraganya, kemudian melemparkan kunci mobilnya pada Lisa dan berbaring di ranjang– melepas lelah setelah menyetir beberapa jam. "Kau tidak memberiku uang untuk membeli bensin?" canda Lisa, kemudian membuat Jiyong justru melemparkan dompetnya pada Lisa.
"Belikan aku rokok di perjalanan pulang," pinta Jiyong sementara Lisa melihat foto dirinya di dalam dompet Jiyong.
"Tidak bisakah oppa mengganti fotonya? Aku punya banyak sekali foto, kenapa oppa justru menyimpan foto meme memalukan ini?" tanya Lisa, untuk kesekian kalinya selama beberapa tahun terakhir– mungkin sudah seribu kali gadis itu menanyakan fotonya dengan kata-kata yang hampir sama setiap kalinya.
"Karena menyenangkan mendengar pertanyaan itu setiap hari," jawab Jiyong membuat Lisa melempar kembali dompet Jiyong setelah ia mengambil sebuah black card di dalamnya. "Eomma!" panggil Jiyong dari dalam kamarnya, disaat ia melihat sang ibu kebetulan lewat di belakang punggung Lisa. "Eomma, apa eomma tidak tahu kalau aku sudah membuatkan satu black card untuk Lisa? Kenapa eomma tidak pernah menerima uangnya? Kenapa harus selalu memakai uangku? Kartuku?"
"Kau memberi istrimu uang untuk menghidupi keluarga kalian," jawab nyonya Kwon, yang sekarang ikut bersandar di ambang pintu bersama.
"Lalu? Apa salahnya memakai uang itu? Apa bedanya uang itu dengan uangku?"
"Eomma lebih suka menghabiskan uang sakumu daripada mengambil uang belanjaku," jawab Lisa. "Agar oppa tidak punya uang untuk jajan. Eomma, kemarin oppa membeli lukisan baru lagi, seharga satu mobil," tambah gadis itu membuat ibu Jiyong langsung menatap putranya dengan tatapan malas.
"Ya! Kwon Jiyong! Berhematlah, Alice akan butuh banyak uang saat dia mulai besar nanti," omel sang ibu membuat Lisa terkekeh kemudian memamerkan senyum jahilnya pada Jiyong yang sekarang kena marah ibunya.
Setelah mengomeli putranya selama kira-kira sepuluh menit, Lisa dan ibu mertuanya berangkat ke rumah sakit. Hari ini adalah jadwal pemeriksaan rutin ibu Jiyong, dan karena kebetulan Lisa ada disana gadis itu berinisiatif untuk menemani mertuanya.
"Appa, kemana eomma dan halmeoni pergi?" tanya Alice, yang meninggalkan kakeknya karena melihat mobilnya keluar dari pekarangan rumah.
"Eomma pergi mengantar halmeoni kerumah sakit," jawab Jiyong tanpa melihat wajah penasaran putrinya karena sebuah pesan masuk di handphonenya.
"Halmeoni sakit?"
"Tidak, halmeoni hanya akan menyapa teman dokternya," lanjut Jiyong yang sekarang menoleh menatap Alice yang jauh lebih pendek darinya.
"Ah... Oh iya, appa, eomma memberikan ini untuk appa," seru gadis itu yang sekarang memberikan selembar kertas pada ayahnya.
Jiyong bertanya apa yang ada di kertas itu, dan Alice mengatakan kalau yang ada disana adalah daftar belanja. Tanpa mengatakannya lebih awal, Lisa menyuruh Jiyong berbelanja. Gadis itu bahkan menyuruh Alice untuk menuliskan daftar belanjaannya– entah karena Lisa yang sengaja mengajari Alice menulis, atau memang gadis itu terlalu malas untuk menulis sendiri.
"Satu ikat daun bawang, satu bungkus tepung, satu pack telur, satu botol saus dan sepuluh bungkus jelly? Kenapa ada sepuluh bungkus jelly?" tanya Jiyong setelah ia membaca kertas yang putrinya berikan tadi.
"Tidak tahu, eomma yang menyuruhku menulisnya," jawab Alice, dengan senyum malu-malunya.
"Oh ya?" tanya Jiyong. "Eomma yang menyuruh Alice membeli sepuluh jelly? Bukan satu jelly lalu Alice menambahkan nol di belakangnya?"
"Hehe... Maaf Alice berbohong, eomma hanya menyuruh membeli satu jelly," jawab gadis kecil itu masih dengan senyum malu-malunya. "Bagaimana appa tahu kalau Alice berbohong?"
"Wahhh... Alice sudah sangat pintar sekarang," komentar Jiyong. "Tapi pintar berbohong itu tidak boleh,"
"Maaf appa,"
"Baiklah, permintaan maaf diterima. Ayo berbelanja," santai Jiyong yang kemudian menggendong tubuh putrinya di atas bahu, pria itu berpamitan pada ayahnya yang sedang membereskan buku-buku cucunya, kemudian membawa Alice ke toko di dekat rumahnya.
Jiyong memegangi kaki kecil putrinya, sedang sang putri berpegangan pada rambut ayahnya. Keduanya berjalan dengan sangat santai, bahkan disaat beberapa orang menyapa mereka. Setelah berjalan setidaknya tiga ratus meter, mereka tiba di sebuah toko yang tentu saja jauh dari kata mewah. Tempat itu tidak begitu luas, namun punya cukup banyak barang didalamnya. Toko itu sudah ada disana sejak Jiyong masih sekolah dasar dan sekarang pemilik tokonya sudah menjadi seorang nenek dengan dua orang cicit.
"Jiyongie?" sapa sang pemilik toko ketika ia melihat Jiyong masuk dan menyapanya. "Itu keponakanmu? Anak Dami?" tanya wanita tua itu membuat Jiyong terkekeh setelahnya.
"Bukan halmeoni, ini putriku," jawab Jiyong yang kemudian menurunkan Alice dan menyuruh putrinya itu untuk memberi salam kepada si nenek pemilik toko.
"Ah iya! Aku lupa kalau kau sudah menikah," seru sang nenek yang kemudian mengusap pipi Alice dan memuji betapa cantiknya putri Jiyong itu. "Astaga manisnya... Kau mau ini, gadis manis?" tanya sang nenek yang sekarang mengambilkan sebungkus permen dan menawarkannya pada Alice.
"Aku akan senang hati menerimanya kalau halmeoni mau memberikannya padaku," jawab Alice sembari menganggukan kepalanya, antusias dengan permen coklat yang ditawarkan padanya. Lagi-lagi si pemilik toko memuji Alice, mengatakan betapa pintarnya gadis kecil itu bicara. Bahkan karena manisnya Alice disana, karena gadis kecil itu mau menunggu bersama nenek pemilik toko sementara ayahnya mengambil belanjaan, Jiyong tidak perlu membayar untuk belanjaannya.
"Alice senang?" tanya Jiyong setelah mereka keluar dari toko itu. Karena mau membantu ayahnya membawa belanjaan, si nenek pemilik toko memberikan Alice beberapa buah permen lagi.
"Ya, sekarang Alice punya banyak permen," jawab gadis kecil itu sembari menepuk-nepuk saku jaketnya. "Alice akan membaginya dengan eomma, halmeoni, haraboji, lalu Jiyoo dan Jisoo,"
"Bagaimana dengan appa? Alice tidak memberi appa permen?"
"Appa sudah dapat!" seru gadis itu sembari menunjuk sebuah permen yang ada ditangan ayahnya. "Appa, Alice punya teman baru disini,"
"Oh ya? Siapa?"
"Jiyoo dan Jisoo," jawab Alice membuat Jiyong menaikan alisnya, Jiyong tidak tahu siapa yang sedang Alice bicarakan, pria itu kira Jiyoo dan Jisoo adalah nama boneka yang Alice bawa dari rumah.
"Oh? Boneka yang baru saja halmeoni berikan?" tanya Jiyong dan Alice menggelengkan kepalanya.
"Bukan! Mereka anak-anak seperti Alice!" seru Alice bersikeras membuat Jiyong justru menyentuh bagian belakang lehernya yang sekarang merinding. Pria itu masih tidak tahu siapa anak-anak yang dibicarakan putrinya karena sejak datang tadi ia tidak melihat anak kecil lain selain putrinya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
New, Kwon Alice
FanficPada suatu hari di dunia khayalan, lahirlah seorang putri cantik dari pasangan G Dragon Big Bang dan Lalisa Blackpink bernama Kwon Alice. Visualisasi Kwon Alice : Kim Jiyu (ig : @kim_jiyu__) Cover by : @deeryum