6 - senyumnya

20 5 1
                                    

Saat aku merasa sudah membaik, aku memaksakan diriku untuk masuk ke kelas dan mengikuti pelajaran yang 10 menit lagi akan dimulai. Nindi yang setia menemaniku membantu aku berjalan menuju ke kelas. Berjaga-jaga agar aku tidak pingsan di tengah lapangan.

"eh, Achel. Baru juga gue mau kesana. Mau anterin lu makanan nih" kejut gadis yang berperawakan tinggi itu, Sintya namanya.

"makasih mau anterin gue makanan. Tapi, kalian gak usah repot-repot deh anterin gue makanan. Gue gak apa-apa kok" jawabku sambil tersenyum.

"gak apa-apa pingsan juga lu" sewot Nindi.

"udah makan aja" usul Gita.

Aku mengangguk pertanda dan menerima makanan yang dibeli oleh Sintya dan Gita. Aku langsung menuju mejaku. Aku memang belum sarapan pagi tadi. Itulah sebabnya aku pingsan.

Aku makan dengan sangat lahapnya sampai Nindi terheran-heran melihatku. Seperti gak makan berapa tahu aja lu. Batin Nindi.

"istirahat kedua, liat pengumuman yuk" ucap Nindi yang sudah merasa bosan melihat aku sedang makan.

"pengumuman apa anjir" ucapku yang kaget setelah mendengar ucapan Nindi.

"lu lupa atau gimana sih? Atau waktu lu pingsan lu kena batu gitu sampai amnesia"

"pengumuman apa sih?" tanyaku yang masih lola.

"pengumuman seleksi bego"

"oh iya lupa"

Aku tertawa malu mendengar sekaligus melihat ocehan Nindi.

10 menit yang kugunakan untuk memakan makanan yang diberikan oleh Sintya dan Gita pun habis. Kini jam pelajaran diisi oleh Pak Roni, guru fisika yang paling disukai oleh kalangan siswa siswi SMA Tunas Karya. Sungguh simple sekali belajar dengan Pak Roni, dengan teorinya sangat dimengerti, dan tanpa adanya pr. Bahkan tugas kelompok pun tidak ada diberikan oleh beliau. Ulangan? Tentu boleh gunakan kalkulator. Bedanya kalkulator harus punya masing-masing tanpa ada yang meminjam dengan temannya.

Hari ini Pak Roni mengajarkan kami tentang vector, dan yang teman sekelasku tidak ada yang kabur dari kelas ini.

******

Selesai pelajaran fisika, dilanjutkan lagi pelajaran sejarah. Aku yang sedang malas untuk belajar akhirnya doaku terkabul juga. Bu Linda selaku guru sejarah tidak datang karena anaknya sakit. Tapi, tetap tugas jalan terus tanpa henti. Untung saja tugas dikumpul di hari berikutnya.

"wee, cabut kuy ke kantin" ajak Lia.

"kuy lah, lapar odo gue daritadi" ucap Gita yang tak mau kalah.

"ehh temenin gue dulu yuk ke depan ruang serba guna. Gue sama Achel mau lihat pengumuman tes nih" ucap Nindi.

"mau ngapain anjir?" ucap Sintya yang sudah merasa malas. "jauh odo dari sini sampai ruang serba guna. Kelas kita di ujung kulon, ruang serba guna ujung wetan. Terus mau ke kantin yang dekat dengan kelas kita. Bisa bolak- balik kita"

"tak apalah sekalian jalan. Suntuk juga kalau diliat-liat. Mana tau jumpa cogan gitu kan"

Sintya akhirnya menyetujui dan ikut menemani Nindi melihat pengumuman. Walaupun dengan malasnya ia berjalan, tetapi ia tetap setia menemani kami.

"anjir" teriak Gita.

"kenapa lu teriak tiba-tiba? Gak kemasukan kan lu" ucap Sintya.

"itu anjir. Kumpulan para cogan. Ya Tuhan ciptaanmu sungguh sempurna, biarkan hambamu menjadi pasangan salah satu diantara mereka. Rela gue kesini setiap hari kalau ketemu mereka terus" ucap Gita.

"udah kaya boyband korea aja. Aduh ganteng banget sih mereka. Lia sabar Lia gak boleh tergoda. Lu udah ada pacar Lia" ucap Lia yang mengingatkan dirinya bahwa ia sudah punya pacar. 

"anjir, ada Kak Yadi. Gue pura-pura pingsan ajalah. Mana tau gue ditolongin sama Kak Yadi, kaya Achel ditolongin sama Kak Angga" ucap Nindi yang heboh.

"ok, shut up all. Keep calm gaes. Di depan cogan kita harus calm. Kalau bising yang ada kita dipandang negative sama mereka. Ok calm, lewat depan mereka harus calm. Remember it"

"yang ada lu makin heboh Git" ucapku yang heran melihat mereka. Seperti baru pertama kali liat cowok aja mereka.

Aku menggeleng-gelengkan kepalaku karena terheran melihat tingkah laku mereka. Aku berjalan melewati dengan santai saja. Sedangkan mereka, menahan rasa fangirlnya terhadap kumpulan para cowok itu.

"anjir mau mati gue, melihat ketampanannya yang luar biasa" ucap Gita.

"ehh, aku kira yang disebelah kiri itu jelek. Ternyata ganteng juga" kata Lia.

"we aku mau pingsan tolong" heboh Nindi.

"gak usah heboh deh lu pada. Bising tau" ucapku yang udah mulai kesal.

"tapi di fikir-fikir. Tuhan baik banget ya sama kita. Di bolehin buat liat cogan hari ini. Ok sekarang gue nggak nyesal ikut kalian" ucap Sintya.

Aku yang sudah merasa kesal dengan tingkah ke fangirl-an mereka, meninggalkan mereka dan melihat hasil test aku dan Nindi capai. Dan akhirnya kami berdua lolos. Mulai senin kami akan belajar berkelompok sesuai dengan pilihan mapel yang akan di lombakan.

"selamat ya, sampai jumpa di hari senin" kejut seseorang yang muncul dari belakangku.

Sintya, Nindi, Gita dan Lia terbelalak melihat orang tersebut. Mematung, tak ada satu pun kata yang keluar dari masing-masing mulut mereka. Entah sejak kapan, kumpulan cowok-cowok yang mereka kagumi tadi datang dan mengejutkan kami semua. Mereka yang tadinya heboh, bahkan hanya bisa diam seribu bahasa.

"iya makasih kak" jawabku gugup.

Ia tersenyum, dan meninggalkan kami yang masih mematung melihatnya.

"kok....kok. Dia bisa senyum sih?" ucap Sintya yang heran melihatnya.

"maksudnya gimana?" tanyaku.

"hehhh. Dasar lola lu. Dia mana pernah senyum. Dan baru kali ini, dia senyum"

"manis kali sih bang senyumannya, yaelah. Diabetes saya ntar bang" ucap Gita.

"ternyata kalau dilihat lebih dekat, gantengnya nambah ya. Eh Lia sadar, lu udah punya" kata Lia.

Aku terdiam, memaku. Melihat pungunggngnya yang lama-lama menghilang bagai di telan bumi. Ternyata senyumannya itu candu, ingin sekali aku melihatnya lagi dan bahkan lebih lama. Wait,  apa yang sedang aku fikirkan. Tidak, aku gak boleh suka sama dia. Batinku.

JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang