Kini Mia akan memulai hidupnya yang baru. Mencari kebahagiaan yang baru. Langkah awal yang harus Mia lakukan adalah mencari pekerjaan.
Mia kini mencari-cari lowongan kerja di ponselnya selama perjalanannya dengan taksi. Hingga tak terasa satu jam berlalu. Ia mulai menatap sekitarnya dengan curiga. Banyak pepohonan di jalan ini. Bahkan jalannya pun terlihat tidak di aspal.
"Pak, maaf sepertinya Anda salah jalan?"
Supir itu tidak mengubriskan perkataan Mia.
Mia panik seketika, ketika menyadari Ia ada ditengah bahaya. Mia berusaha membuka pintu mobil, tapi nihil, pintu terkunci. Mia harus mencari cara agar dapat keluar dari taksi ini.
"Pak turunkan saya sekarang! A-atau saya hubungi polisi!"
Lagi-lagi supir itu tidak mengubriskannya. Mia pun langsung mengambil ponselnya. Sialnya, disini sudah tidak ada sinyal. Mia membanting ponselnya ke kaca mobil dengan putus asa.
"Berhenti atau aku akan membuat kita tidak selamat?!"
Tiba-tiba mobil direm mendadak. Dan supir itu membuka kunci mobilnya. Mia sempat terkejut. Namun ia tidak mempedulikannya. Mia langsung keluar dari mobil dan berlari tak tentu arah.
Mia benar-benar tidak tau ada dimana dirinya saat ini. Ia bahkan tidak membawa ponsel maupun tasnya. Yang bisa Ia lihat hanyalah pohon-pohon yang besar ditengah cahaya rembulan.
"Tolong! Seseorang! Tolonglah..." Mia hanya bisa melakukan itu. Mencari bantuan dan keluar dari situasi ini. Cukup lama Ia berjalan dan berteriak. Ia sudah kelelahan.
"Oh Tuhan, kenapa aku selalu dalam keadaan seperti ini? Apa memang harusnya aku mati saja?" Tanya Mia pada dirinya sendiri.
Mia duduk dibawah pohon. Ia menatap rembulan dengan putus asa.
Seketika cahaya senter terlihat.
Mia langsung bangkit dan meloncat-loncat. "Hey disini! Tolong!"
Senter itu pun semakin dekat, Mia bisa melihat ada beberapa orang yang akan menghampirinya. Ia bersyukur. Setidaknya Ia akan selamat lagi malam ini.
Mia mengerutkan keningnya ketika orang-orang itu sudah dapat dilihatnya dengan jelas. Orang-orang itu pria semua dan menggenakan pakaian warna serba hitam.
Apakah mereka penjahat juga?
Mia langsung mengelengkan kepalanya. Ini bukan saatnya menduga-duga hal buruk.
Ketika orang-orang itu mendekat, Mia dapat melihat salah satu wajah yang sangat familiar baginya. Menatapnya dengan tajam.
"Kio?" Mia memikik senang ada Kio disini yang akan menolongnya.
"Mia..." Ucapnya dengan dingin.
Pria lainnya menghampiri dan berusaha mengikat Mia. "Hey apa-apaan kalian?! Kio tolong aku!"
Kio tersenyum miring, "Apa yang harus ditolong Mia sayang? Mereka hanya membantuku membawamu pulang."
Mata Mia membelalak, "Pu-pulang? Apa maksudmu?!"
Kio tertawa, suaranya sangat keras. Begitu menyeramkan bagi Mia.
"Mia sayang, bukannya tadi ketika di apartemen sudah bilang jika kita akan bahagia? Tenang sayang, sebentar lagi itu akan terwujud." Ucap Kio seraya mengusap-usap wajah Mia.
"Tidak! Bukannya kau sudah merelakanku pergi?!"
Kio tertawa sinis, "Ya aku merelakan kau pergi sendiri bersama orang suruhanku ke mansionku sayang."
Mia benar-benar ketakutan sekarang. Ia salah mengira Kio.
"Aku mohon lepaskan aku Kio!"
"Tidak akan lagi Mia!" Nadanya terdengar sangat mengancam. "Bawa dia." Ucap Kio pada para bodyguard nya. Mia terus-terus meronta, namun apalah dayanya. Ia tidak bisa terlepas dengan mudah.
"Kio! Lepaskan aku! Kau bisa ditangkap oleh polisi atas kejahatanmu ini!"
Langkah Kio terhenti, disertai langkah bodyguard nya.
"Polisi?" Kio kembali tertawa. Sungguh Mia benar-benar ingin pergi menjauh sejauh mungkin dari Kio. Kio yang ini sangat menakutkan. Kio menatap Mia dengan tajam.
"Mia, apakah kau lupa drama tadi? Kau pergi dan aku merelakanmu pergi. Orang-orang akan mengira kau telah pergi jauh untuk memulai hidup baru. Jadi untuk apa aku takut dengan polisi, Mia sayang?"
Mia mengigit bibirnya. Ia benci mengakui jika dirinya telah terjebak oleh permainan Kio.
"Kau tau jika aku sudah tidak mencintaimu lagi Kio." Lirihnya
"Aku memang sempat kecewa ketika mengetahui kau sudah tidak mencintaiku lagi Mia. Tapi itu tidaklah penting, yang penting aku sangat mencintaimu Mia." Kio mendekatkan wajah mereka. Lalu melumat bibir Mia dengan kasar.
Mia berusaha menghindari ciuman Kio, namun wajahnya ditahan oleh tangan besar Kio.
"Ini bukan cinta Kio, cinta tidak menyakiti seperti ini!"
"Oh jadi Mia-ku ingin bukti? Apakah darah kedua orangtuaku, darah Fanny dan kematian lelaki sialan itu."
"A-apa maksud-" Mia langsung terkejut, "Kio! Jangan bilang-"
"Ya Mia, akulah yang membunuh kedua orangtuaku dengan kedua tanganku. Aku juga yang telah mendorong Fanny hingga kepala terbentur sisi kolam renang." Ucap Kio dengan senyum merekah. "Dan tidak lupa juga, lelaki sialan yang telah berusaha merebutmu. Aku juga yang merencanakan kematiannya."
Tubuh Mia seketika luruh, tenaga dan upaya pemberontakannya seketika menguap dan hilang.
"Kenapa kau melakukan itu?" Suaranya terdengar lirih, hingga air mata Mia sudah membasahi pipinya. "Bahkan orangtuamu sendiri Kio, dimana hatimu?"
Kio menatap Mia tajam, "Mereka lah penghalang terbesarku untuk memilikimu Mia! Mereka yang membuat kesepakatan akan memberikan warisannya jika aku menikahi Fanny."
Mia menggeleng dengan cepat, "Tidak Kio, orangtua-mu bukanlah seorang seperti itu!"
Kio tersenyum miring, "Ya sayang kau benar. Setelah aku selidiki, ternyata ayah kandungmu dan ibuku adalah adik-kakak."
"Itu artinya..." Mia menelan ludahnya susah payah, seolah baru saja menelan mentah kenyataan pahit. "Kita saudara?"
"Tepat sekali sayang, makanya aku berpura-pura meninggalkanmu dengan alasan janji yang telah aku perbuat dengan Fanny. Awalnya aku ingin melepaskanmu dan menikahi Fanny. Aku juga berharap agar kau dapat bahagia." Kio mengusap pipi Mia, menghapus air mata Mia.
"Aku terus memperhatikanmu, Mia. Setiap harinya, aku berusaha untuk tidak bertemu denganmu lagi walau aku sangat merindukanmu."
"Tapi melihat kau bersama pria lain, membuat darahku mendidih. Aku sangat marah. Saat itulah aku sadar, aku tidak ingin melepaskanmu. Jadi aku putuskan untuk melenyapkan semua penghalang kita bersama."
"Tidak Kio, ini salah! Hubungan kita dari awal salah besar!" Ucap Mia ditengah isaknya.
"Aku tidak peduli Mia. Kalau perlu, selamanya kau akan ku kurung disini."
Kio tertawa memenuhi hutan itu, sedangkan Mia hanya terdengar isak ditengah suara tawa Kio. Ia tidak akan bisa terlepas dari Kio. Pria ini benar-benar sudah gila! Satu-satunya jalan Mia lepas dari pria gila ini adalah kematian.
Apakah Kio akan membiarkan Mia mati? Atau bahkan Kio yang akan membunuhnya?
END
KAMU SEDANG MEMBACA
RESTER (SHORT ROMANCE STORY)
Short StorySilahkan baca dulu, baru simpulkan :) Apa jadinya jika pacarmu meninggalkanmu dengan alasan ingin menikahi wanita lain?