Sudah seminggu sejak kejadian tewasnya Martin yang sangat mengguncang hati Mia. Selama itu juga Mia menjalani hidupnya tanpa semangat ataupun gairah. Mia memang masih masuk kantor, makan dengan teratur, berbelanja di minimarket. Semua itu ia lakukan, lantaran mengingat perkataan Martin.
"Kesedihan, kedukaanmu, tak selamanya akan selalu ada."
Kalimat itu terus terngiang dikepalanya ketika Ia sudah ingin menyerah.
Polisi mengatakan jika tewasnya Martin akibat Ia me-charger ponselnya selagi berendam di bath up. Kemungkinan besar ponselnya jatuh ke air dan menyetrum Martin hingga Ia tewas seketika.
Martin, Pria itu entah bagaimana mampu membuat Mia tidak bisa melupakannya. Bahkan disaat pria itu tidak disampingnya, Martin masih bisa menguatkannya. Seolah Martin memeluknya dan menjaganya dari alam sana.
"Ah Martin..." Mata Mia memanas seketika, air matanya kembali membasahi pipinya. Mia bahkan sadar, Ia sudah mencintai Martin. Ia ingin sekali mengatakan itu padanya. Tapi Ia terlalu lambat menyadari perasaannya.
"Kenapa takdir begitu kejam?" Ucap Mia berkata pada diri sendiri seraya memandang bingkai foto bersama Martin saat di wahana permainan di samping akuarium kecil Beo.
Ting Ting Ting
Suara bel terdengar, Mia pun mengerutkan keningnya melihat jam dinding di kamarnya. Ini sudah tengah malam, siapa yang mengunjunginya jam segini?
Dengan langkah tertatih, Mia menghampiri pintu apartemennya. Ia mengintip dilubang pintu. Namun, pandangnya hanya mampu melihat punggung seorang pria yang memakai kaos berwarna hitam.
Dengan waspada, Mia membuka pintu apartemennya dengan perlahan, hingga pintu itu terbuka.
"Siapa kau?"
Pria itu pun membalikan tubuhnya. Pria itu tersenyum, wajah tampannya pun terlihat sangat jelas.
"Ki-kio?" Mia sedikit lega. Ia mengira itu adalah pencuri atau orang jahat. Itu Cuma Kio, dan Kio bukanlah orang jahat.
Seketika otaknya mengingat kejadian beberapa waktu lalu, saat Fanny meninggal. Seketika Mia memasang alarm bahaya kembali.
"Mia, Apa kau tidak merindukanku sayang?"
Kio mendekat, wajah Mia sudah memucat. Kio bisa melihat jelas bahwa Mia ketakutan, tapi Ia semakin melebarkan senyumnya.
"Ti-tidak jangan mendekat." Mia hendak menutup pintu apartemennya, sebelum tangan Kio menghentikan aksinya.
"Ada Mia? Aku kesini karena ingin melepas rindu." Nadanya terdengar sedih. Tapi tubuh Mia semakin bergetar ketakutan.
"Aku tidak peduli, lebih baik kau pergi!"
"Ssttt!" Kio entah bagaimana sudah berhasil masuk. Mia melangkah mundur. "Mia sayang, aku tidak ingin menyakitimu. Aku tau pasti sekarang kau terpukul dengan tewasnya kekasihmu, sampai-sampai kau memandang fotonya setiap malam. Maka dari itu Mia, aku disini. Biarkan aku membantu menghilangkan rasa sakit itu."
Perkataan Kio terdengar meyakinkan. Langkah Mia pun terhenti. Matanya mencari kejujuran dimata Kio. Ia ingin kembali mempercayai pria itu, namun kenapa rasanya sangat sulit.
Kio mengusap wajah Mia, "Dengar Mia, aku masih sangat mencintaimu. Aku yakin kau pun juga masih mencintaiku. Aku dan kau sama-sama baru saja ditinggal oleh kekasih kita, kenapa kita tidak bersama saja? Saling menyembuhkan luka."
Tawaran Kio membuat hati Mia tertegun. Kio masih mencintainya, tapi apakah Mia masih memiliki perasaan yang sama? Mia berusaha mencari perasaan yang tepat untuk Kio. Kenapa getaran itu seolah sudah tidak ada?
KAMU SEDANG MEMBACA
RESTER (SHORT ROMANCE STORY)
NouvellesSilahkan baca dulu, baru simpulkan :) Apa jadinya jika pacarmu meninggalkanmu dengan alasan ingin menikahi wanita lain?