02. Under The Rain

22 3 0
                                    


Di sini lah Elea saat ini. Berjalan beriringan di bawah payung yang sama dengan sang mantan kekasih. Seandainya saja ia tidak memiliki janji persahabatan dengan Dion, pasti sekarang Elea sudah berlari untuk menghindari pria ini.

"Dateng dari mana lu?" tanya Dion membuka obrolan dengan gadis itu.

Sesungguhnya Elea masih sangat malas untuk berbicara dengan pria di sebelahnya itu, namun bagaimana lagi, "Dari ketemu temen. Alice," jawabnya.

"Kenapa gak bawa payung?"

"Lupa"

"Kenapa tetep pulang hujan-hujanan?"

"Pengen" 

"Jangan gini, gue khawatir. Gue benci liat lu sakit"

Deg 

Sejenak Elea tertegun mendengar kalimat itu dari seorang Dion Baldwin. Hatinya berdegup seperti anak gadis yang baru merasakan cinta.

'Enggak, enggak, Lea gak boleh luluh enggak,' ucap gadis itu dalam hatinya.

Elea menghela napas untuk menenangkan kembali hatinya yang tengah berdegup akibat kalimat Dion tadi, "Apa urusan lu? Yang sakit juga gue, gak pernah repotin lu." 

Dion menghentikan langkahnya kemudian menghadap Elea dan menjejalkan tatapan tajamnya pada Elea. 

"Oh, udah pake lu-gue ya sekarang?"

Elea tidak menjawab. Memang ia juga menghentikan langkahnya, namun ia tetap tidak mau menatap Dion. Elea lebih memilih untuk menatap jalanan basah di depannya.

"Jawab gue! Sejak kapan lu pake lu-gue?" perintah Dion dengan nada bicara yang sedikit meninggi.

Wajar saja Dion sedikit kesal. Bagaimana tidak, selama ini Elea selalu berbeda dengan orang yang ia anggap special. Namun kini Elea memanggilnya dengan sebutan yang sama seperti orang lain. Hatinya sedikit terpelintir mendapati kenyataan bahwa ia bukan lagi orang special bagi Elea. 

"Di, kita udah putus. Kan kita sekarang sahabatan, apa salahnya gue manggil lu dengan sebutan yang sama kaya yang lainnya?" tanya Elea seraya menatap Dion dengan tatapan dinginnya.

Biasanya Dion tidak pernah merasa sakit hati saat putus dengan kekasih lainnya. Namun kini Dion merasa sedikit sesak ketika berpisah dengan gadis berambut pendek itu. Meskipun begitu, bukan Dion namanya apabila ia menerima semuanya. Iya, Dion mengelak bahwa ia terluka akibat perpisahan ini.

Tatapan Dion melemah, "Iya, kita sekarang sahabatan. Maaf. Ya udah, yuk lanjut jalan."

Elea hanya mengangguk meng-iya-kan perkataan Dion dan kemudian kembali melanjutkan jalannya. 

Lagi-lagi keheningan menyelimuti mereka berdua. Biasanya baik Dion atau Elea adalah orang yang aktif memulai percakapan. Tapi tidak untuk kali ini. Kali ini mereka saling terhanyut dalam pikirannya masing-masing sehingga tidak satu pun kata mereka ucapkan.

"Di,"

"Le"

Ucap mereka bersamaan.

"Lu duluan aja Di," ucap Elea pelan.

"Enggak, ladies first." Mana mungkin Dion mau mendahului seorang gadis.

"Enggak jadi," jawab gadis itu. Selama mereka berpacaran, Elea memang sering menggantungkan perkataan dan hal ini kerap membuat Dion gemas untuk mengacak rambut gadis itu.

Geram dengan perbuatan Dion yang mengacak rambutnya, Elea pun sedikit membentaknya, "HEH! Jangan acak-acak ya! Ini catoknya lama!" Gadis itu mencebikkan bibirnya tanda kesal.

Dion terkekeh pelan melihat tingkah gadisnya itu. Oh bukan. Mantan gadisnya.

Setelah puas menertawakan tingkah Elea, Dion melemparkan senyumnya, "Nah kan., bawel gini baru Elea namanya." 

Gadis disebelahnya memang tidak pernah berubah. Selalu berisik dan menggemaskan di depannya meskipun di hadapan orang lain gadis ini terkesan elegan dan feminin. 

Melihat Dion yang tetap jahil, Elea tidak ragu untuk memulai percakapan. Hitung-hitung tidak ada salahnya untuk berteman dengan mantan kan?

"Di, lu baru pulang kampus?"

"Iya. Baru beres ke fakultas sebelah. Cari ayam," jawabnya santai.

Sakit. Rasanya menyesal melontarkan pertanyaan itu kepada Dion. Lagi-lagi mood gadis itu jatuh dan memutuskan untuk kembali diam. Dion yang melihat perubahan Elea sedikit merasa bersalah menjawab seperti itu. Karena setelahnya Elea kembali terdiam. 

Tak terasa mereka sudah sampai di depan gerbang rumah Elea.

"Nih, bawa payungnya. Gue gapapa hujan-hujanan. Juga deket," ucap pria tinggi itu. Rumah mereka tidaklah jauh. Hanya perlu menyebrang jalan untuk mencapai rumah pria itu.

Gadis itu menatap ke arah Dion, "Gak, bawa aja. Kita udah sampe rumah gue tapi lu perlu nyebrang buat sampe rumah. Berarti deketan gue," jawabnya sambil beranjak dari tempatnya saat ini. 

Sebelum benar-benar pergi, Dion menahan pergelangan tangan gadis itu hingga kini jarak mereka hanya beberapa centi saja, "Jangan pernah nolak bantuan dari gue. Apapun itu. Inget, kita sahabatan." Kata pria itu dengan tatapan serius seraya menyerahkan payungnya ke tangan Elea.

"Besok berangkat bareng gue ya?" ajak Dion.

Elea berpikir sejenak, "Gak usah, gue sama temen kok besok berangkatnya"

"Cowok apa cewek?"

"Cowok"

Lagi-lagi hati Dion meremang mendengar jawaban gadis itu.

"Oh, okay. Gue berangkat sendiri aja. Buru masuk gih," jawab pria itu dengan senyum tipis.

Gadis itu hanya mengangguk, "Makasih ya." 

Setelahnya mereka kembali kerumah masing-masing karena hujan semakin deras. 

"Ayolah Dion, cuma sahabat, cuma sahabat," ucap pria tinggi itu mensugesti dirinya sendiri. 

tbc


Rose Of Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang