Chapter 3

780 137 15
                                    

Sasuke menatap jam tangan. Sudah terlambat mengikuti acara, namun entah mengapa kakinya melangkah ke kedai yang dijanjikan. Terlihat jelas kegaduhan dan keramaian dari luar kedai. Pria itu tahu jika suasana kedai tidak cocok untuk dirinya, namun ia tetap melangkah mendekat. Seolah menyiksa diri masuk keramaian.

Sesuai dugaan, suasana kedai begitu ramai, bahkan mungkin lebih parah. Begitu berisik, brutal, ricuh, dan kacau. Benar-benar bukan lingkungan yang pantas bagi pecinta ketenangan sepertinya. Meski begitu ia telah berjanji untuk datang kepada kedua nakama sejati. Untuk itu, mau tidak mau ia harus datang meski dirinya tidak suka.

Sasuke menatap sekeliling, meski teman-temannya bertambah besar dan tinggi dengan beberapa perubahan di pakaian mereka, Sasuke tidak melihat adanya perbedaan yang mencolok. Kedua iris berbeda warna menjelajahi tempat kosong. Kedua irisnya terpaku ketika iris perak yang menatapnya dengan berbagai perasaan.

"Sasuke! Duduk di sampingku!" wanita bersurai merah jambu melambaikan tangan sambil menepuk tempat sisa di sampingnya. Tampak binar harap di kedua mata wanita itu.

Sasuke berniat untuk duduk di samping Sakura, namun tempat yang terlalu sempit membuatnya duduk di samping sosok yang sedari tadi hanya menunduk. Bukan masalah baginya untuk duduk di samping orang aneh maupun pendiam, selama orang itu tidak mengganggu dan melanggar privasi, ia tidak mempersoalkan tentang hal itu.

Sambil menunggu hidangan tersaji, ia menatap sekeliling. Memperhatikan bagaimana kondisi teman-temannya saat ini. Sudah bertahun-tahun lamanya ia tidak melihat teman-temannya. Meski begitu ia tahu betul jika temannya tidak berubah. Namun, ia merasa jika perkumpulan pada hari itu terasa lenggang.

Kedai dipenuhi oleh cerita-cerita heroik yang dilakukan Konoha oleh Naruto, Kiba, dan Sakura. Tentu saja kebanyakan adalah kisah heroik Naruto sendiri. Penyesalan tak kunjung hilang melihat kedai yang semakin memanas. Ia benar-benar terganggu dengan keramaian kedai, namun memutuskan untuk menunggu. Mungkin lebih baik ia akan makan kemudian pulang mengingat hari ini semua makanan ditraktir oleh Pahlawan Konoha.

Sasuke dapat melihat kedekatan Naruto dan Sakura. Meski waktu telah berlalu, Naruto tetap memendam rasa kepada wanita bersurai merah jambu. Ia pun melihat Sakura merasa nyaman dengan keberadaan Naruto. Sepertinya Sakura mulai menerima keberadaan Naruto yang selalu menemani dalam keadaan apa pun. Hingga akirnya kedua orang itu menemukan jalan untuk bersama setelah melewati berbagai macam rintangan. Sasuke mampu bernapas lega, ia tidak lagi terbebani dengan perasaan Sakura lagi.

Sudah terlalu lama Sakura mengejarnya dan ia tidak bisa menerima perasaan wanita itu. Dirinya yang dipenuhi dosa dan dendam merasa tidak mampu membahagiakan wanita itu atau lebih tepatnya memenuhi standar kebahagiaan yang dibuat wanita itu. Bagaimanapun akhirnya Sakura tidak akan pernah puas dengan keadaannya hingga sesuai dengan logika wanita itu. Seperti ketika wanita itu menginginkannya kembali ke Konoha setelah perang dunia keempat. Kembali ke Konoha tanpa perasaan apa pun dan berharap penduduk desa akan memaafkannya adalah sesuatu yang mustahil dan Sasuke harus menerima itu semua dengan lapang dada. Mungkin memang tidak semustahil itu, tapi tetap saja ia masih membutuhkan waktu untuk dapat kembali ke Desa yang Menghancurkan Klan Uchiha.

Sasuke hendak meneguk air putih saat meraskan tarikan di lengan pakaiannya. Ia menatap kedua iris perak yang sangat mudah dikenali hanya sekali lihat. Saat itulah ia baru menyadari jika sedari tadi ia duduk di samping seorang Hyuuga. Tatapan wanita itu memancarkan kesedihan dan kekecewaan namun berusaha dipendam. "Apa, Hyuuga?"

"Bisakah Uchiha-san memberikan sake itu untukku?" Hinata menunjuk sake yang terletak jauh dari jangkauan Hinata, namun dekat dari jangkauan Sasuke.

Untuk pertama kalinya Sasuke merasa heran dan takjub. Heran karena hanya wanita itulah yang tampak tidak bahagia di acara kumpul angkatan. Takjub karena ada orang lain yang sama tidak menikmati pesta seperti dirinya. Apakah wanita itu juga tidak menyukai keramaian? Dan bukankah prodigy Hyuuga adalah seorang pria? Mengapa di sampingnya adalah seorang wanita yang tampak menyedihkan? Sasuke menghela napas. Lagipula apa yang dirasakan wanita itu bukan urusannya. Sasuke meraih botol sake dan memberikannya pada Hinata.

PUSARAWhere stories live. Discover now