Uno

2K 184 4
                                    

- Kali pertama Nino bertemu Lucia.

-----

"LU SEBEL SAMA YEFTA!"

Nino melihat cewek itu berjalan menjauh, sementara dia berjalan keluar. Tadinya, karena dia jadi berhenti di pintu. Berhenti dulu sambil melihat Yefta, juniornya yang lagi nongkrong di luar, dan baru mengeluarkan rokok.

"Berantem?"

"Eh Bang. Gatau kalo lo ada." Kata Yefta yang duduk di salah satu kursi panjang dari papan.

Ini sebenarnya warung kopi dan mie instan dekat kampus, tapi sudah dipakai sebagai tempat nongkrong juga. Bang Boy, si empunya warung, udah kayak temen sendiri. Kadang kalau malam, ada Pak Sur, tukang jual bubur kacang ijo dengan gerobak yang jadwal mainnya kesini, biasanya Rabu dan Kamis. Dia emang jualan keliling, tapi katanya paling seneng disini.

Nino sendiri, bisa dibilang dedengkot karna udah jadi anak nongkrong disini sejak empat tahun lalu, sejak tahun keduanya di kampus.

"Dari tadi." Kata Nino, sambil duduk di kursi di dekat jendela warung. Di depan cuma ada meja kayu, dan dua kursi panjang. Nino duduk di kursi yang menempel ke dinding warung, ada jendelanya. Sementara Nino di seberangnya.

"Oh, anyway, yang tadi bukan cewek gue." Kata Yefta sambil tertawa. Nino hanya mengangguk, sambil mengeluarkan sendiri rokoknya.

"Korek dong." Katanya, dan Yefta dengan sigap mengulurkan korek yang dari tadi dipegangnya.

Hari itu, adalah kali pertama Nino bertemu Lucia.

= HARDEST TO LOVE =

"I don't really think that's a great idea." Kata Nino, masih duduk di mejanya, padahal ini sudah jam setengah tujuh. Malam hari.

Jam kerja kantornya sih 9-6, walaupun, kalau kau adalah CEO perusahaan, practically you don't have 'fixed' working hour. Kalau Bahasa kerennya sih, flexible working hour. Flexible bisa kapan pulang, termasuk juga gak pulang-pulang. Flexible bisa nyampe kantor baru jam sebelas pagi, atau malah kembali ke kantor lagi jam sebelas malam. Di hari Sabtu.

Seperti hari ini, misalnya. Nino ke kantor setelah jam makan siang, dan tetap tinggal sampai jam enam petang. Di hari Sabtu.

Sampai Hanna mengejarnya ke kantor.

"El Nino Al-"

"Ga usah pake nama lengkap gue kenapa sih, Han?" Nino tidak terima, sementara Hanna menggeleng. Sambil menggunakan telunjuknya segala ke arah Nino, pertanda pria itu harus diam.

"El Nino Alfonso," sekali lagi, Hanna mengulang menyebut nama lengkapnya, sementara Nino mengerang kesal. Hanna malah melotot ke arahnya, sebelum melanjutkan, "I said it before, and I'll say it again. We're going to that reunion. Now."

Wanita di hadapannya ini memang sudah tampil sangat siap. Make up sudah terpoles, pakaian sudah menyesuaikan tema, dan tugas terakhirnya memang tinggal menarik Nino pergi.

Hanna teman Nino sejak empat tahun terakhir, pertama kali berteman ketika mereka satu kantor di sebuah perusahaan saat Nino baru lulus kuliah dulu. Sama-sama staff yang juga ternyata sama-sama suka foto. Cuma bertahan setahun di kantor itu, Nino harus ke Amerika selama setahun penuh, sebelum kemudian dia kembali ke Indonesia, mendirikan perusahaan rintisan – atau yang lebih dikenal orang dengan start up – dan malah kembali bertemu Hanna.

Yang pada saat itu, akan menikah dengan partnernya mendirikan startup ini. Yang, dulunya juga adalah teman kampusnya.

Dua tahun lalu. Dua tahun lalu dia kembali bertemu Hanna, dan karena memang tidak punya banyak teman sejak dulu, hidupnya hanya berkutat dengan Hanna dan Peter, suami Hanna. Ya dan tentu saja, perusahaannya ini.

Hardest To  LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang