Dos

2K 218 24
                                    

- Lu menyesal datang ke reuni ini.

-----

Lu tidak berencana datang ke reuni ini.

Selain memang sebenarnya dia tidak terlalu punya waktu juga, dia tadinya ingin menggunakan hari Sabtunya dengan tenang. Tidur di kosan sepanjang hari, misalnya. Tidur cuma dua sampai tiga jam dari hari Senin kemarin karena mengejar laporan dan deadline di Kamis kemaren – tapi tetap masih belum bisa santai di hari Jumat – membuat hari Sabtu ini sudah direncanakan dengan baik. Amat sangat baik.

Rencananya cuma satu. Tidur di kosan.

Iya, seharian.

Dan harusnya bisa dijalankan, kalau saja dia tidak dirongrong Brigitta sejak siang.

"Git, gue beneran ga mau dateng."

"Ayo dong Luuuuuuu!"

Oh, jangan sedih. Ini sudah telepon ketiga. Di telpon pertama, Lu memutuskan untuk mengakhiri panggilan setelah tiga menit sepuluh detik – 10 detiknya beneran perang batin matiin telpon apa enggak.

Telepon kedua, Lu angkat tapi kemudian dia biarkan Brigitta ngomong entah apa. Dia sendiri masih di atas kasur, tubuh menyamping ke kiri, membelakangi ponselnya. Ini masih jam 10, beranjak dari kasur aja Lu gak berminat.

Lu gatau berapa lama Brigitta nyerocos sebelum sadar Lu mengabaikannya, tapi kayaknya belum lima menit, telponnya udah bunyi lagi. Dan Lu langsung mengatakan kalimat di atas, bahkan tanpa menyebutkan kata "halo" sama sekali.

"Gue udah bilang gue mau tidur aja. Lo udah gue ceritain kan idup gue sebulan ini?"

Bukan seminggu ini aja Lu stress. Sebulan ini project nya lumayan banyak di kantor. Salah satu seniornya resign, sementara dia yang masih berstatus junior associate, lalu dikasi jatah tugas associate. Tapi jabatannya sih ga naik. Katanya sih, masih dicari penggantinya, tapi kan kerjaan gabisa nunggu ada orang baru.

Itu kata Mas Billy, senior associate yang juga head project yang dipegang Lu.

Dan udah sebulan, belum juga ada tambahan orang di grup nya. Lu udah mau mati rasanya, tiap hari pulang jam 1 pagi paling cepet. Seminggu ini, dia malah dua kali numpang tidur di kantor.

Udah biasa kok kehidupan kayak gitu di kantor ini. Lu inget kalimat Mbak Tria waktu dia interview buat masuk kantor ini, satu setengah tahun yang lalu.

"Tapi tau kan, lawfirm SCBD? Pantang pulang sebelum pagi datang."

Lu sih mengangguk saja dulu itu, sambil tersenyum sopan. Dia udah denger dari senior-seniornya soal bagaimana kejamnya kerja di law firm, apalagi yang masuk top tier macem GDP ini. Tapi Lu pikir, ya dia masih muda ini. Dia masih kuat juga lah pasti, tinggal banyakin vitamin aja, hidup sehat, makan buah dan minum jus, tapi paling gak, dia bisa lalu lalang di mall pake baju rapi dandan cakep dan – kalau mengutip kata papa – terlihat bermartabat.

"Jangan. Gausah jadi hakim atau jaksa. Kamu jadi lawyer aja Lu, biar punya uang banyak."

Gitu kata papa waktu di tahun kedua setelah lulus kuliah, Lu kepikiran untuk daftar kejaksaan yang waktu itu lagi buka. Waktu itu, Lu udah kerja di Jakarta, di sebuah perusahaan BUMN bidang konstruksi jalan.

Kerjanya lumayan sih, menyenangkan juga. Tapi, Lu yang waktu itu agak belagu – sumpah, sekarang dia nyesel banget! – kepikiran untuk punya uang lebih banyak. Gaji lebih gede. Dan gapapa kalau kerjaan lebih sibuk.

Hence, she applied to this law firm, her current office.

"Gue bilang juga apa sih Lu? Lo lagian pinter-pinteran amat masuk GDP."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 02, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hardest To  LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang