I.

58 3 0
                                    

Ketika berusia 8 tahun, Lan HeMin ingat pernah menjadi Hermione Granger pada suatu masa.

Bagai air bah memecah bendungan, kenangan itu membanjiri benak HeMin, menenggelamkannya dalam kesengsaraan. Ia ingat bagaimana ia lahir, bagaimana ia hidup, dan bagaimana ia mati.

Ia ingat pada Harry, dan juga Ron.

***

Demamnya turun di hari ke sepuluh, kala Ayah dan Ibunya membawanya sampai ke kota Lan Se. HeMin masih terombang-ambing di antara masa lalu dan masa kini, hingga beberapa hal yang seharusnya dia ingat terkubur di sela-sela kenangan. Tiga purnama berlalu tanpa kesan, namun akhirnya HeMin menemukan pijakan. Tiada cara selain menerima kenyataan, dan menyambung hidup, meski sebagai sosok yang lain.

Dunianya yang baru ini tak sama dengan bumi. Tempat ini mengingatkannya pada setting fantasi xianxia atau wuxia, China di masa dewa dewi purba dan hewan ajaib masih bersemayam di dunia fana, dan para pendekar abadi dari puncak-puncak gunung melayang turun dengan pedang-pedang sakti mereka. HeMin tak terlalu tertarik dengan semua itu; ia masih berharap sihir dari dunia lama mengikutinya ke sini. Namun sayang, tak peduli seberapa banyak ia merapal wingardium leviosa di dalam hati, tak sejengkalpun benda-benda di hadapannya terangkat ke udara. Ia merasa tegang dan tak rela, hampir setiap hari ia cuma diam mengurung diri di kamar, berpikir dan berpikir. HeMin sadar kelakuannya membuat cemas kedua orangtuanya, namun menjadi Penyihir adalah salah satu kebahagiaan juga kebanggaan terbesarnya dalam hidup. Ia tidak mampu melepaskan itu.

Pohon maple yang tumbuh berjajar di halaman belakang rumah pelan-pelan berganti warna. Sehelai daun pertama luruh bersama angin musim gugur yang dingin berbisik. HeMin menyaksikan dari jendela kamar, hening dalam keputusasaan.

Pandangannya beralih ke tembok. Karena kamarnya terletak di lantai dua, HeMin bisa melihat dua bocah lelaki bersusah payah memanjat pagar dinding. Ia mengerutkan kening, merasa terganggu, matanya mengawasi tajam dua penyusup ini.

Yang satu bertubuh kurus tinggi. Rambutnya dikuncir, warnanya kemerah-merahan. Ia memakai baju berbahan murah, warnanya sudah mengabur dan ukurannya kebesaran satu nomor. Yang lain kurus pendek. Pakaiannya luar biasa kumal. Rambutnya digelung, poninya ikal berantakan bak sarang burung menumpuk di atas kepala. Kacamata bundar bergagang kayu bertengger di puncak hidungnya.

Jantung HeMin mencelos melihat kemiripan ini. Ia bergegas bangkit dan menghampiri jendela.

Kedua bocah itu melihatnya. Si rambut merah tampak tersipu, garuk-garuk kepala dengan malu, namun tersenyum kala memandangnya. Sementara si kacamata menyeringai lebar. Ia melambaikan tangan pada HeMin, seraya berseru. "Halo, tetangga!"

Ron. Harry.

***

Hampir seluruh penduduk kota Lan Se saling kenal satu sama lain,jadi kabar mengenai keluarga kecil Lan yang menempati Pavilyun Maple di sebelah tenggara pasar raya dengan cepat menyebar ke segenap penjuru.

Keluarga ini hanya beranggotakan tiga orang. Asal mereka dari kota Huang Se, penampilan mereka bak orang terpandang dan dari keluarga baik-baik. Yang pria tampan dan anggun; guru musik bernama Lan Huan, sedang yang wanita jelita tiada banding; ahli akupuntur bernama Lan WenQing.

Sebagai pendatang baru, pasangan yang halus itu masih kesulitan menyesuaikan diri di tengah masyarakat. Terlebih, putri semata wayang mereka, Lan HeMin, konon kabarnya tengah menderita sakit keras. Menyadari ini, Ibu LuoEn, WeiSi MoLi, yang memang dasarnya keibuan, langsung jatuh simpati. Ia paling tak tahan mendengar cerita anak-anak yang menderita, apalagi si anak malang tinggal pas di seberang rumahnya.

"LuoEn, Ibu baru memasak bacang ayam. Kau bawalah ke seberang. Kalau bertemu Tuan atau Nyonya Lan, tanyakan apa mereka punya waktu besok. Ibu berencana mengundang mereka ke sini untuk minum teh."

PusparagamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang