PROLOG

23 3 1
                                    


Ringga masih berusaha mengejar Alda yang berlari menghindarinya, berusaha mencekal pergelangan tangan Alda yang terus-terusan menolaknya. Saat itu Alda berpikir, kenapa Ringga masih tidak tau diri juga, sudah jelas bahwa Alda menolak kehadirannya.

"Al, kumohon. Kita butuh bicara." Ucap Ringga dengan wajah memelasnya ketika berhasil mencekal dan menghentikan Alda.

Alda menarik pergelangan tangannya dari cekalan Ringga, "Bicara apa lagi, Ga? Kita sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi. Semoga kamu mengerti."

Lalu, Alda berbalik dan pergi. Namun, sebelum Alda menginjakan kaki dan hengkang pergi, dia mendengar Ringga berdecih dan berteriak padanya.

"KENAPA TUHAN KITA JAHAT, ALDA?. MEMBERIKAN KITA HATI DAN POTENSI UNTUK MENCINTAI, NAMUN MALAH MEMBELENGGU DAN MEMBATASI."

Alda memejamkan mata dan menghembuskan nafas kasar. Dia makin kuat memeluk novel yang ada di tangan nya.

Ringga tersenyum meremehkan, Alda masih dengan posisi membalikan badan.

"Wanita candu agama sepertimu mana paham dengan arti cinta dan bahagia yang sebenarnya, Alda? ..." Aringga menjeda ucapannya dan menelan ludahnya kasar, "Tapi, baiklah jika ini yang kamu mau. Selamat tinggal dan selamat di belenggu tuhanmu Alda Naira."

Kali ini Ringga yang benar-benar pergi, sambil terus mengumpat pada aturan tuhan yang membuatnya harus berpisah dengan wanita yang dicintainya, Alda Nairanya.

Alda masih setia mematung disana, dengan lirih Alda berkata,
"Tuhan kita tidak jahat, Ringga."

***


Khasyonisme.
Bandung, 9 April 2003

Tuhan Kita Tidak Jahat, Ringga.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang