3. Moving on

25 3 3
                                    


Elok datang dengan tas selempang nya sambil nyengir, " Sorry telat."

"Ngaret loh mah, dua jam lok. Aku sampe tumbuh daun nih." Sewotku.

"Yang lain mana, masa cuma berempat doang, yang empat lagi manaaa." Lanjutku mengeram kesal, benar-benar kesal aku.

"Aelah!!! Ngga aku balik dulu ya!! Tar tugas aku kirim ke kamu. Aku ada kuliah, ngaret dua jam si, lumutan gue. Mending kalo udah kumpul semua lah ini." Sindirku.

—OFFSET—

"Selamat pagi." Sapa dosen ilmu ekonomi.

"Hari ini dilanjut presentasi ya. Dua kelompok permintaan dan penawaran silahkan maju."

Seperti biasa perkuliahan diisi dengan presentasi dan diskusi yang kadang tidak berjalan sesuai ekspektasi.

Sepanjang perkuliahan aku hanya main ponsel kadang juga memejam menahan kantuk karena semalam marathon film. Bukan drama tapi film!. Tapi bukan berati aku tidak suka drama juga.

Jangan pada ngira aku mahasiswi teladan yang selalu aktif disetiap pertemuan yang selalu menyimak setiap perkuliahan. Sorry, that wasn't me!

Selesai kelas aku menuju kantin menemui Desi. Dia bilang ingin bertemu. Aku dan Desi itu beda fakultas, aku bisnis sedangkan Desi Sains. Aku lupa bagaimana dulu kita bisa kenal.

"Ntik kamu udah kenal Andra lama ya?" tanya Desi tiba-tiba. Dia membawa makanannya duduk di sebelah ku. Sebenarnya dia menawariku makan tadi tapi aku tolak karena malas mengantre.

"Kenapa?"

"Kayaknya dia deket sama kamu."

Aku meliriknya, "Biasa aja ah."

"Jangan sampai Desi tahu kalau Andra mengukir kisah waktu dipuncak" batinku.

Seseorang menepuk pundakku, "Hei."

Aku mengangkat sebelah alisku, bertanya ada apa tanpa kata. Berusaha menyamarkan rasa terkejutku.

Bisa-bisanya dia datang disaat aku dan Desi sedang membicarakannya. Panjang umur banget.

"Gue lusa balik Jakarta, besok temenin keliling Semarang ya?" cetus Andra yang menurutku lebih merujuk ke pernyataan dari pada pertanyaan.

"Buat apa?"

"Buat nyari kenangan karena kayanya ini akan berlangsung lama." Andra menyengir, memperlihatkan deretan giginya yang tidak rapi.

"Apanya yang lama?"

"Adadehhh, pokonya temani aku keliling ya, yaaa." Andra menaik turunkan alisnya.

Sebagai teman yang baik, aku meng-iyakannya dan kini kita, aku sama Andra lagi mengelilingi Semarang.

Tadi sebelum berangkat dia bilang mungkin akan menetap di Jakarta karena urusannya di Semarang sudah selesai hari ini. Dan itu akan berlangsung lama sampai waktu yang tidak ditentukan untuk bisa main ke Semarang lagi. Dia bahkan juga pindah kampus bukan mengambil cuti.

"Ntik nanti mampir di kota lama dulu ya?" Andra memelankan langkahnya.

Aku mengangguk, tidak bertanya lebih. Dia bilang ingin mengajakku keliling kan?.

Andra menyewa sepeda hias di Simpang lima mengajakku berkeliling menikmati malam minggu yang entah kenapa bisa tepat malam ini.

Sore tadi dia mengajak ke Marina menikmati fana merah jambu kalau kata fiersa. Keluar bareng Andra memang tidak akan pernah membosankan. Tapi memang hatiku saja yang bandel, tidak mau berdetak saat bersama orang sebaik dan semenyenangkan Andra.

Aku pandangi wajahnya yang berkeringat karena mengayuh sepeda hias kita.

Sorry Ndra gue emang nggak bisa bareng lo. Dari pada kepaksa dan lo makin sakit mending ngga usah kan?.

"Masih nggak mau dibantu Ndra?" Kataku kesekian kali, karena Andra memang keras kepala tidak mau dibantu mengayuh.

"Nggak usah, biar ini jadi keringat gue buat lo terakhir kalinya."

"Dari tadi lo bilang terakhir kali terakhir kali mulu Ndra. Segitu jahatnya ya gue? Sampai lo kayak nggak mau nemuin gue lagi dimasa depan. Padahal kata lo waktu dipuncak bakal ngajakin gue lagi. Tapi kok lo kesannya mau ninggalin gue dan nggak mau ketemh gue sama sekali." Kataku sedikit emosi.

"Sorry Ntik, lo nggak jahat kok. Cuma ya kayak yang gue bilang gue nggak bakal bisa nemuin lo sampai waktu yang belum ditentukan. Karena hatiku gue butuh waktu buat sembuh." Andra memang seterbuka itu, makanya aku bilang hidup Andra itu mengalir. Dia bisa menyuarakan apa yang ada dipikirannya dengan mudah. Ngikutin arus gitu.

"Kalau waktu itu gue bilang mau gimana Ndra?"

"Nggak usah berandai sama hal yang nggak mungkin. Gue nggak mau hidup gue isinya cuma hayalan yang cuma gue yang punya tapi seseorang yang gue andaikan nggak sama sekali." Jawaban Andra sama sekali nggak terlintas dipikiran ku.

Aku menatapnya sendu, "Sorry Ndra"

"Aelah Ntik lo malah bikin gue jadi keinget kan. Padahal gue ngajak lo keluar biar gue ingetnya yang bahagia doang." Andra mendesah lelah. Mungkin lelah sebab hatinya tak lekas membaik. Tapi aku membuatnya terus mengingat. Aku jahat banget ya?

"Kok lo jujur amat sih Ndra, gue kan jadi nggak enak."

"Gausah nggak enak, salah gue kok. Mungkin emang gue aja yang kecepeten."

Andra menatap gue lagi tapi kali ini dengan padangan lelah, "Udahhhh, awas kalau dibahas lagi. Gue lagi mau yang bahagia bahagia Ntik, jangan ingetin yang sedih napa! Masih sore juga."

"Abis isya' lo bilang sore? Terus malemnya jam berapa Ndraaaa? Ck."

"Oiya, gue lupa. Lo kan alim. Makanya abis isya' dibilang udah malem."

"Lo shalat dulu nggak Ndra?" Tanyaku mengingat ini sudah lewat waktu isya'.

"Hah? Ehh enggak, kita ke kota lama dulu ya. Abis itu gue anter pulang."

"Hmm"

Di kota lama kita nunggu temen Andra di taman sambil menikmati pertunjukan sepatu roda. Yang tampil cowok cakep.

Lima belas menit sudah dan aku semakin membenci orang yang tidak tepat waktu.

"Eh Ndra, sorry nunggu lama ya? Tadi nyari parkir susah soalnya. Biasa malem----"

Pikiranku blank. Suara ituu.

——OFFSET——

________
Lets read!! And give me your vote and comment.

Thanks All! youre the best

OFFSET (HOLD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang