4. Dia dari Masalalu

25 3 4
                                    

Hilli timin timin. Aku bilik ligi nih hehehe

_______
Aku menoleh, memastikan siapa pemilik suara tak asing itu.

Deg.

"Hai, Semesta Mahendra." Katanya mengulurkan tangan. Aku menatapnya kosong. Blank.

Aku menerima uluran tangannya bingung. Beneran dia ngajak kenalan? Dia lupa? Lupa sama aku?

"A- Antik. Antik Septiya."

"Bukan Eta ku." gumamku pelan, tapi entah kenapa laki-laki yang mengaku Semesta itu menoleh.

"Ntik, ayo balik, Udah kelar gue urusannya." Andra sudah berdiri menungguku selesai memandangi Semesta yang benar-benar mirip dengan dia, atau itu memang dia.

"Tiati Ndra, bawa cewek cakep tuh." Semesta terkekeh melambaikan tangannya.

***


Sepanjang perjalanan aku merenung. Mengingat kejadian demi kejadian di masalalu sampai akhirnya dua orang itu menghilang. Berujung pertemuan tak terduga dan kenyataan bahwa dia lupa akan aku.

Semesta. Satu orang yang dari dulu tak pernah pergi dari ingatan. Bentuk wajahnya, tubuhnya, cara jalannya, becandanya semua terasa masih baru diingatan meski sudah tujuh tahun menghilang. Semesta, seseorang yang mengenalkanku tentang cinta.

Aku rasa semesta yang itu, yang tadi dikenalkan Andra tapi beneran dia lupa? Dia lupa tentang aku? Yang dulu katanya terlalu menakjubkan untuk dilupa. Ahhh, bodohnyaaa aku mempercayai perkataan bocah berumur lima belas tahun.

"Ntik mampir makan dulu ya?"

"Haaa?" Sahutku tidak fokus. Otakku masih berkelana membayangkan hal-hal tentang Semesta yang rasanya, cuma ilusi tapi itu nyata.

"Makan dulu ya?" Seru Andra lebih keras dari sebelumnya. Aku memandangnya dari balik spion.

Andai bisa memilih kepada siapa hati berlabuh, aku ingin memilihmu daripada dia Ndra.

Dengan segala kebaikan dan kepeduliannya, mencoba mencintaimu masih menjadi hal tersulit yang pernah aku lakukan.

Andra, Andra.

Satu nama yang masih punya banyak tanda tanya, kenapa hati tak kunjung membuka pintu untuknya.

Aku turun dari motor. Mengikuti Andra memasuki warung makan di Pasar Bulu.

"Kamu apa Ntik?"

"Haaaa?"

Andra menghela napas, "Kamu pesen apa?"

Andra menyuruhku duduk di kursi dekat pintu karena cuma sisa kursi itu, "Samain punya kamu aja Ndra."

"Kamu ngelamunin apa sih?" Tanya Andra sarat akan kesal.

"Nggak ada."

"Aku siapa kamu sih Ntik?" Tanya Andra tiba-tiba matanya menyorot tajam.

"Hah?"

"Kan Hahh lagi. Kamu udah bilang gitu tiga kali loh. Kamu sesak napas apa gimana? Hah hah mulu."

Aku tertawa, Andra kalau kesal gitu mukanya suka bikin pengen nyium, eh nyubit maksutnya.

"Dihh."

"Ndra kamu tetap kaya gini ya! Meskii, mungkin nggak akan lagi menimbang kondisi hatimu." Pintaku takut-takut menyinggung perasaannya.

Andra menghela nafas entah lelah atau frustasi. Dia menatapku lagi, kali ini tatapannya sendu dan juga mendamba, mungkin. Sungguh, Tuhan kalau bisa aku ingin mencintainya saja.

"Kamu tadi kenal sama temanku yang di Kota Lama?" Aku tersenyum tipis mendengar ucapan Andra. Pengalihan yang bagus. Sekarang aku sendiri yang gelagapan akan aku jelaskan atau sembunyikan.

"Kenapa?"

"Nggak papa, kalian kaya terkejut gitu waktu saling tatap."

Aku manggut-manggut tak berniat menjawab.

"Jadi?"

Aku mengangkat kepalaku mengalihkan perhatian dari ponsel yang emang sengaja aku jadikan pelarian.

"Kalau kenal, ngapain tadi kenalan?" Jawabku sarkastik. Rada kesal memang mengingat Semesta melupakanku.

"Iya juga sih tapi___" Ucapan Andra terjeda pelayan yang mengantar pesanan kami.

Aku terkekeh melihat Andra mangap-mangap ingin melanjutkan ucapannya tapi diganggu pelayan yang membaca ulang pesanan kami, "Makan dulu Ndra!"

"Iya mba, udah semua. Udah kan?" Andra berucap menyahuti pelayan dengan penekanan diakhir kalimat sarat akan kekesalan.

Aku terkekeh, Andra kalau marah lucu ya. Aku heran kenapa semua yang ada di Andra terlihat sangat lucu dan menggemaskan. Ahhh Andra, andai aku mencintaimu.

Andai dan cuma sekedar andai. Andai Andra itu Semesta.

"Kalau Andra itu Semesta nggak mungkin kamu menyukainya bodoh." Pekik otakku.

Aku terkekeh lagi.

"Kenapa?" Sentak Andra bingung juga kesal yang sepertinya belum reda.

"Hahh?"

"Kan kumat hah hah nya."

Aku terkekeh lagi. Rasanya aku terlalu banyak terkekeh hari ini.

"Ntik besok ikut antar aku di Bandara ya?" Pinta Andra ragu. Raut wajahnya tegang, menunggu lontaran kata yang akan keluar dari bibirku. Aku gemas sendiri jadinya.

Aku pura-pura berpikir, menikmati raut tegang punya Andra.

"Ngggggggg, kamu penginnya gimana?" Jawabku menahan kekehan.

"Ya-ya- yaikut."

-Offset-

Lets read an waiting again hehe. Sorry ya lama..

TBC

OFFSET (HOLD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang