Chapter 2
They called me weak,
like I'm not just somebody's daughter.—
Kepala Elena tiba-tiba saja terasa pening. Sakit luar biasa menjalar di lingkar dahinya hingga ke telinga belakang. Tulang hidungnya bagaikan habis dihantam petinju kelas dunia yang hampir tidak pernah KO.
Dia benci situasi seperti ini.
"Lo gapapa, Na?" tanya Nara, saat mereka tiba di kelas sehabis upacara.
Elena menggeleng pelan. "Gapapa, kok."
"Pucet banget muka lo."
"Pusing doang dikit," aku Elena.
Tanpa diminta, Nara mengeluarkan air mineral dari ranselnya dan menyodorkan kepada Elena setelah ia buka.
"Minum dulu minum," titahnya.
Setelah meneguk air mineral pemberian Nara, barulah Elena bisa bernapas sedikit lega.
"Mau ke UKS aja?" tawar Nara.
Sekali lagi Elena menggeleng. "Mau ke kantin."
Ledak tawa Nara menggelegar seketika. "Bilang dong kalo laper."
"Lupa gue belom sarapan."
"Yaelah, gitu doang letoy banget, Na."
Tiba-tiba saja seorang laki-laki bertubuh gemuk yang duduk tepat di belakang Elena menyeletuk. Itu Ledan, teman sekelasnya.
Nara yang mendengarnya langsung menoleh dan menatapnya tajam.
"Lu juga baru naik tangga 3 lantai aja sesek napas," balas Nara. "Gausa ngatain orang."
Ledan tertawa. "Lagian, tiap abis upacara pusing mulu. Kalo gak pusing, pingsan."
Habis sudah kesabaran Elena.
Ia pun akhirnya ikut menoleh. "Bacot, Badak."
Baru saja Ledan ingin menanggapi kembali ucapan Elena, Nara sudah bangun terlebih dahulu dan menghentakkan mejanya.
"Yuk, Na. Kita ke kantin aja," ajaknya.
Tentu saja, Elena tidak menolak. Ketimbang berurusan dengan Ledan-Ledan lainnya, lebih baik Elena angkat kaki dari kelas dan mengisi energinya.
Setibanya di kantin, Elena malah bertemu orang nomer dua yang ia hindari selain Ledan, yaitu Sayudha.
Entahlah. Hari Senin memang seburuk itu.
"Eh, Elena." Sayudha menyapa, basa-basi.
Padahal, sudah jelas kalau cowok yang duduk tepat di kursi yang berada di tengah tengah pintu kantin itu melihat Elena dan Nara memasuki area kantin dari jauh.
Elena hanya mengangkat kepalanya sebentar, dan lanjut berjalan bersama Nara di sampingnya.
Sementara Nara memesan makanan, Elena menunggu di meja kantin paling pojok sebelah kanan sendirian. Dan tentu saja, Sayudha berjalan menghampiri dan duduk tepat di samping Elena.
"Lo gapapa kan, El?" tanya Sayudha, tangan kanannya menyodorkan segelas ice coffee kepada Elena.
Elena menatap ice coffee tersebut lalu beralih kepada Sayudha. "Gapapa, kok."
"Buat lo." Sayudha mengangkat dagunya, menunjuk ke arah ice coffee yang terletak tepat di atas meja.
"Buat gue?" ulang Elena, seolah tak yakin.
"Iya buat lo. Biar segeran dikit."
"Dikasih sianida nggak nih?" canda Elena.
"Si Anisa yang ngasih bukan si Anida." Sayudha menanggapi leluconnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Whatta Man
Teen FictionDear my fucking diary... Fuck my life. Screw you all. I'm out. • • • Whatta Man 2020, by Lian Melanie @greek-lady