Chapter 3
If I know it all then
Would I do it again?—
Hari ini, jam pulang sekolah lebih lambat dari hari-hari yang lain.
Selain karena upacara, rupanya guru Bahasa Indonesia yang mengajar selama jam pelajaran terakhir di kelas Elena masih belum lelah mengoceh di depan kelas, menjelaskan tentang bagaimana seharusnya murid-muridnya itu menggunakan kata sambung yang baik dan benar. Mengingat minggu lalu ia tidak masuk ke kelas untuk mengajar karena semester genap baru saja dimulai.
Lalu, tiba-tiba saja Nara menguap dengan keras. Berhasil menarik perhatian Bu Kristina, dan temannya yang lain.
"Kalau ngantuk, keluar dari kelar saya," kata Bu Kristina.
Nara langsung berdiri dan mengangkat tasnya yang sudah ia bereskan tiga puluh menit yang lalu.
"Oke, Bu!" balasnya, tanpa ragu.
"Bu, saya ngantuk. Boleh keluar juga nggak?" Putra yang biasanya diam saja selama jam pelajaran tiba-tiba ikut menyeletuk.
"Saya juga, Bu!" Anin yang duduk paling depan pun ikut-ikutan.
Bu Kristina stress seketika. Ia melotot, tapi ia tidak bisa mengucap apapun lagi. Memang, ini sudah waktunya pulang.
"Yasudah, pulang saja kalian semua."
Akhirnya.
Rupanya, bukan hanya Nara yang sudah bersiap-siap untuk pulang. Sebagian besar teman sekelas Elena pun begitu, termasuk Elena sendiri.
"Na, gue mau langsung cabut ke ruang latihan ya," kata Nara, keluar dari kursinya. "Tai banget, gue jadi gak sempet makan."
Elena mengangguk cepat. "Yaudah sana buruan, beli roti dulu aja kalo bisa atau siomay. Makan di sana."
"Lu mau bareng sekalian?"
"Nggak, gue mau langsung balik aja," jawab Elena.
"Oke, ati-ati yak!"
Kemudian Nara berlari secepat kilat keluar kelas. Sempat menubruk pintu sebentar, ia langsung lanjut lari seolah tak ada yang terjadi.
Elena berdecih pelan. Temannya itu, sempat-sempatnya melakukan komedi fisik padahal sedang buru-buru.
Elena meraih ranselnya dan menyampirkannya ke belakang. Akhirnya, pulang juga.
Dia mau cepat-cepat sampai rumah, lalu rebahan. Rasanya, tulang bagian belakangnya mau berubah jadi bengkok ke belakang, Elena lelah sekali. Ingin mengistirahatkan dan meluruskan kembali tulang belakangnya itu dan pura-pura lumpuh di kasur.
Tapi, bayangan di kepalanya langsung sirna ketika sosok Sayudha melambaikan tangannya ke arah Elena dari depan kelas.
Elena menghembuskan napasnya kasar.
Tolong, ia butuh istirahat.
Elena mencoba mengacuhkan Sayudha dan lanjut berjalan begitu saja melaluinya tanpa repot-repot menoleh, tapi pergelangannya langsung dicengkram.
"Aw," ringis Elena, berhasil membuat Sayudha melepaskan tangannya. Dan saat itu, Elena langsung kembali berjalan dan menuruni anak tangga.
Rupanya, Sayudha masih belum menyerah.
Ia berdiri tepat di samping Elena dan mengambil alih ranselnya dengan cepat.
"Lu gak diapa-apain kan sama Kenzo?"
"Emangnya lo mau dia ngapain gue?"
Baru satu pertanyaan, Sayudha langsung kalah.
"Maksud gue, itu anak kan suka macem-macem," ralat Sayudha, mencoba memperjelas pertanyaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Whatta Man
Teen FictionDear my fucking diary... Fuck my life. Screw you all. I'm out. • • • Whatta Man 2020, by Lian Melanie @greek-lady