5

2.7K 297 3
                                    

Esok harinya Salma menangis tersedu memeluk Wulan. Mengatakan betapa dia akan sangat merindukan bule kesayangannya itu bahkan Salma juga berjanji akan mengunjungi Wulan di Bandung.

"Aku udah minta ke Bu Asih untuk tetap sekolah disini, jadi aku gak akan ikut pindah" Wulan mengusap bekas air mata Salma yang masih memeluknya.

"Serius? Thanks God sohib gue gak hilang satu, gue ijin ke toilet dulu mau buang ingus bentar" Wulan hanya bisa tertawa mendengar ucapan Salma.

"Tinggal dimana entar?" Itu bukan suara Salma melainkan Arin yang ternyata dari tadi menyimak obrolan mereka.

"Eum? asrama sekolah, aku udah daftar disana"

"Bagus tempat ini cukup aman, setelah itu?"

"Setelah itu? Ah maksud kamu karena kita siswi kelas tiga yang sebentar lagi lulus otomatis aku harus cari tempat tinggal yang baru, rumah kost kayaknya bukan pilihan yang buruk"

"Nantinya tetap kuliah di kota ini? Gak balik ke Bandung?" Entah ini hanya perasaan Wulan saja atau memang benar ada binar bahagia dalam ekspresi Arin.

"Aku gak ikut ibu ke Bandung karena memang universitas impian aku ada disini. Hhmm? Arin aku mau tanya sesuatu yang agak sensitif, tapi kalau kamu gak mau jawab juga gak apa-apa"

"Silahkan"

"Ayah kamu sangat peduli dengan anak yatim-piatu, panti beserta tanahnya bahkan di beli dengan harga yang sangat tinggi bukan hanya itu beliau juga menawarkan panti asuhan pengganti dengan cuma-cuma, hmm-" sejujurnya Wulan takut Arin tersinggung dengan apa yang ingin dia tanyakan.

"Apa benar bokap gue dulunya juga berasal dari panti asuhan seperti pengakuannya kemarin?" Wulan mengangguk pelan tidak enak hati dengan pertanyaan itu.

"Andra Sagara anak yatim-piatu yang tumbuh besar di panti asuhan, gue bahkan gak punya keluarga dari pihak ayah. Sagara nama belakang bokap gue diambil dari nama panti asuhan dimana bokap gue di besarkan. Gedung perusahaan Sagara Corp juga dulunya bekas panti asuhan Sagara yang di beli kembali setelah pemilik panti meninggal dan pantinya jadi terbengkalai" Wulan nampak sangat kagum mndengar cerita Arin tentang ayahnya.

"Ayah kamu tahu kamu jago berantem?"

"Hm, perempuan di keluarga gue gak boleh ada yang lemah." belum selesai Arin dengan ceritanya tiba-tiba Salma datang dengan mengatakan kalau dia baru saja melihat Wewe gombel menangis di toilet.

"Salma kamu jangan ngomong sembarangan ihh horor banget, mana ada wewe gombel di sekolah ini" takut Wulan.

"Bule lemot, bukan wewe gombel dalam artian sebenarnya tapi Natasha Wijaya tadi gue lihat dia keluar toilet dengan wajah sembab habis nangis, seumur-umur gue musuhan sama dia belum pernah tuh gue lihat dia dengan tampang kayak gitu" Wulan mengangguk setuju.

"Akhir-akhir ini Natasha memang kelihatan aneh tidak seperti biasanya jadi lebih pendiam"

"Mungkin dia mau merubah image yang tadinya rusuh bin bar-bar jadi kalem ala-ala Arindra Sagara, dih kagak cocok amat" sebagai musuh abadi, tidak ada dalam kamus Salma perhatian ke Natasha.

"Ck tugas lo belum bereskan? Salin nih punya gue, jam istirahat sekalian bawa tugasnya ke pak Rudi" Arin melempar bukunya yang langsung ditangkap dengan senyum sumringah oleh Salma.

"Mau kemana?" tanya Salma melihat Arin keluar kelas.

"Hm" Salma hanya bisa manyun melihat respon Arin.

Tidak lama setelahnya Arin kembali dengan Natasha yang mengekor dibelakang.

Arin hendak duduk namun tangannya di tahan oleh Natasha yang menangis masuk ke dalam pelukannya.

The Dark Side Of ArindraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang