Malam, Dears!
Hara update Aira dulu, ya...
Budayakan vote sebelum membaca dan komentar di akhir cerita.
Tolong cek typo juga. Belum ngedit soalnya.
Happy reading!
***
"Ayo, Cantik, kita berangkat. Maafkan Papa, ya. Pagi ini kamu sama Oma lagi." Evan menguatkan simpul gendongannya. Dia melabuhkan ciuman hangat pada pipi gembul si kecil yang kemerahan. Dia juga tak begitu peduli kemejanya akan kusut dan parfumnya berubah menjadi wangi bedak bayi.
Evan menyambangi dapur sebentar. Dia mengambil botol susu yang sudah dia siapkan sebelumnya di atas pantry. Kemudian dia memasukkannya ke dalam tas ukuran sedang khusus berisi perlengkapan Caca sehari-hari saat berpergian.
Dia menggapai kunci mobil di atas rak. Di atas rak itu, tergantung sebuah pigura besar membingkai foto pernikahannya. Dipandanginya pigura itu sembari mengelus lembut rambut tipis Caca. "Princess-nya Papa, pamit dulu sama Mama," bisiknya.
Digenggamnya tangan mungil bayi berumur enam belas bulan itu dan digerakkannya melambai. "Mama, Caca sama Papa pergi dulu, ya. Kami sayang Mama," cicit Evan dengan suara yang dibuat-buat menyerupai suara anak kecil.
Seutas senyum tersungging di bibir Evan ketika manik matanya sekali lagi jatuh pada wajah wanita yang tengah tertawa lebar ke arahnya. "Aku pergi dulu. Kamu jangan khawatir! Putri kita akan tumbuh menjadi anak yang membanggakan, seperti harapan yang selalu kamu bisikkan tiap malam saat dia dalam kandungan. Aku janji." Bola mata Evan berpendar penuh keyakinan.
Setelah itu, tungkainya berputar dan melangkah menuju pintu keluar. Meskipun dia sedang menggendong Caca sambil menenteng sebuah tas keperluan putrinya itu dan juga mencangklong tas kerja di bahunya yang lain, Evan tak merasa kerepotan sama sekali. Dia melangkah melewati pintu dan mengunci pintu apartemennya dengan gesit.
Namun, atensinya teralih saat terdengar pintu di sebelahnya terbuka. Glabelanya mengerut, membuat kedua alisnya membentuk satu garis lurus. Matanya memicing saat menangkap seorang pria keluar dari sana.
Penampilan pria itu jauh dari kata rapi. Rambut yang sudah awut-awutan dan baju yang kusut sana-sini. Apalagi langkah pria itu terkesan terburu-buru sehingga tidak sempat menyadari keberadaan Evan yang tengah memperhatikannya.
"Pria di apartemen Ayu sepagi ini?" gumamnya penuh tanda tanya.
Pasalnya, selama dia mengenal Ayu, tidak pernah tetangganya itu memasukkan sembarang pria ke unitnya. Sekalipun Ayu sering berganti pacar, tetangganya itu sangat jarang mengundang pria. Selain adik kandung, Ayu tak pernah mengizinkan pacar-pacarnya mengantar sampai ke depan pintu. Mereka pasti akan berpisah di lobi atau basement. Ini kali pertama Evan mendapati seorang pria keluar dari apartemen Ayu. Apalagi pria itu adalah pria yang sama ketika dia memergoki tetangganya itu bercumbu di basement beberapa hari lalu.
Tangan Evan sudah terangkat hendak mengetuk pintu apartemen tetangganya itu. Dia berniat memastikan keadaan Ayu. Melihat gelagat pria sebelumnya, tak ayal rasa khawatir menyelinap dalam hatinya. Akan tetapi, Evan mengurungkan niat. Kepalanya menggeleng beberapa kali.
"Tidak seharusnya aku mengganggu tetangga sepagi ini. Apa pun yang terjadi, mereka pasti habis bersenang-senang semalam. Lagi pula bukan urusanku. Mereka sudah dewasa." Evan bergumam sembari memutar tungkai menuju lift, melanjutkan niat awalnya sebelum terdistraksi.
KAMU SEDANG MEMBACA
TOO LATE TO FORGIVE YOU | ✔ | FIN
Storie d'amoreAira pernah terpuruk. Cintanya yang terlalu besar pada Evan pernah membuatnya gila ketika pria itu memilih meninggalkannya demi menikahi wanita lain. Dalam masa kelam itu, Aira tidak menemukan sebuh kewarasan selain mati untuk mengakhiri rasa sakit...