3. Bad Memories

1.6K 167 15
                                        


"Kami pergi dulu Hoseok-ah, terimakasih sudah menjaga Taehyung." tepat saat pukul sepuluh lewat dua puluh menit malam, Seokjin yang baru kembali dari tempat kerjanya langsung menjemput Taehyung di Apartement Hoseok yang berhadapan dengan pintu Apartement nya.

"Santai saja lah, Hyung. Kau seperti sedang bicara pada siapa saja." Hoseok tertawa kecil sambil berdiri di ambang pintu Apartement nya.

"Haha, ya Sudahlah. Istirahat lah, Seok-ah."

"Nde, Hyung. Kau juga."

"Gomawo-yo, Hoseok Hyung. Dan untuk yang tadi, semoga kau tidak dendam padaku." ucap Taehyung seraya menyengir.

"Hahaha, yang itu. Kau malah mengingatkan ku Taehyung-ah, yasudah lah. Aku juga sudah tidak memikirkan nya lagi. Ya walaupun sempat kesal sih." Hoseok mengulas senyum tulus pada Taehyung yang masih menyengir di hadapannya.

"Sudah, sudah. Ayo Taehyung, kau harus tidur dan bangun pagi besok. Ini bukan musim panas lagi."

"Arrasseo-yeo."

"Jalja-yo, Hoseok-ah!" teriak Seokjin sebelum menutup pintu.

"Nado-yo, Hyung."
    

****

    
"Kau sudah makan?"

"Ne, Hoseok Hyung delivery tadi. Sedang malas memasak katanya. Hyung sendiri? Sudah makan?"

"Sudah di cafe. Ya sudah, tunggu sebentar di sini. Hyung akan buatkan susu untuk mu sebelum tidur."

"Nee..."

Beberapa menit kemudian Seokjin kembali dengan susu hangat Taehyung di tangan kanannya.

"Minum lah."

Taehyung menerima gelas susu yang diberikan Seokjin dan mulai meneguk isinya secara perlahan dengan Seokjin yang mengusap puncak kepalanya.

"Tapi Taehyung-ah, kau minta maaf pada Hoseok untuk hal apa tadi?"

Taehyung meletakkan gelas kosongnya di atas meja sambil mengusap bibirnya sekilas.

"Aku mengusili Hoseok Hyung tadi. Dia sampai ketakutan, mungkin? Entah lah."

"Mengusili bagaimana?" tangan Seokjin refleks terangkat untuk mengusap sudut bibir Taehyung yang masih terdapat sedikit noda susu.

"Sebenarnya aku hanya bilang 'di dapur apartement mu ada banyak pisau loh, Hyung.' dan dia langsung diam dan ketakutan. Hehe..."

Seokjin mengangkat alisnya mendengar cerita Taehyung. "Kenapa bercanda seperti itu, Tae? Jika hal itu tiba-tiba benar terjadi bagaimana?"

"Aku tidak akan mengulanginya lagi, Hyung. Lagi pula aku sudah dua tahun tidak kambuh, jadi kemungkinan besar aku tidak akan pernah kambuh lagi."

"Hm, yasudah lah. Tapi jangan ulangi lagi, arra?"

"Yaksok."

"Hm. Baiklah, sana tidur lah. Besok kau harus bangun pagi dan ke sekolah."

"Um, jaljayo, Hyung."

"Jaljayo. Cuci tangan, kaki, dan wajahmu dulu."

"Nee..." jawab Taehyung sambil berjalan membuka pintu kamarnya, dan menghilang bersamaan dengan pintu kamarnya yang tertutup.

Setelah kepergian Taehyung, Seokjin memilih untuk merenung di balkon Apartement. Dirinya tiba-tiba saja ber-nostalgia ke hari di mana kedua orang tuanya merenggang nyawa. Hari yang membuatnya langsung mendapat status anak yatim-piatu sekaligus harus kehilangan adik pertamanya karena sebuah perbedaan pendapat.
    

"Namjoon? Ada apa? Kenapa kau menangis di sini, nae dongsaeng?" Seokjin kecil yang kala itu masih duduk di bangku kelas lima sekolah dasar merasa sangat terkejut mendapati adik pertamanya yang menangis meringkuk di teras rumah.

"Hyung... Hikss... Hikss..." Namjoon kecil yang masih duduk di bangku kelas dua sekolah dasar langsung berlari memeluk kakaknya sambil mengadu parau.

"Wae? Wae-yo? Kau bahkan belum ganti baju, Namjoon-ie," terkejut tentu saja. Membuat Seokjin langsung mengusap punggung adiknya dengan raut kebingungan.

"Hikss... Eo-mma Hyung, hikss... Eom-ma da-n App-a... Hikss... Hikss..." Namjoon kembali terisak keras, membuat Seokjin menatap supir pribadi yang mengantar-jemput dirinya ke sekolah dengan tatapan bingung.

"Tenang lah, nak. Ada apa heum? Apa terjadi sesuatu? Ada apa dengan Eomma dan Appa mu?" akhirnya Paman Shin angkat bicara guna membantu Seokjin untuk mengetahui apa yang terjadi.

"Hikss... Hikss... Hikss..." Namjoon tidak menjawab, tangannya hanya menunjuk ke dalam rumah dengan tangan lainnya yang semakin erat memeluk Seokjin.

"Ada apa di dalam, Namjoon-ah? Hyung tak mengerti," Seokjin menyahut setengah frustasi.

"Paman akan lihat di dalam, tuan muda Seokjin. Anda bisa menenangkan tuan muda Namjoon di sini."

"Ne, Ahjussi."

Shin Ahjussi mendekati pintu yang setengah tertutup itu dengan langkah pelan, sementara Seokjin mengeratkan pelukannya pada Namjoon.
Namun saat melihat Shin Ahjussi berdiri dan diam saja di depan pintu, Seokjin melepaskan pelukannya dan memberi Namjoon pengertian hingga Namjoon mau di tinggal sebentar dan Seokjin langsung berlari menyusul Shin Ahjussi.

Namun apa yang dilihatnya setelah sampai di depan pintu membuat raganya seakan terpisah dengan tubuhnya. Di mana ia melihat Ibunya yang terbaring dalam keadaan bersimbah darah dan...

Dan Ayahnya yang terbaring di samping Ibunya dengan...

Dengan Taehyung kecil yang meracau khas bocah spychopath sambil menusuk mata dan mulut Ayahnya menggunakan pensil warna dengan senyum paling mengerikan yang pernah Seokjin lihat seumur hidupnya di wajah adiknya.

Pemandangan tak lazim menjijikkan yang tidak seharusnya di lihat oleh anak seumuran Seokjin dan Namjoon di hari itu.

Seokjin kecil lantas langsung berlari dan menggendong tubuh Taehyung yang lebih kecil darinya untuk menjauh dari Ayah dan Ibunya. Setelah itu Seokjin kembali menghampiri Ayah dan Ibunya. Langsung memeluk Ayahnya yang ternyata juga telah tiada seperti Ibunya. Seokjin menangis histeris, dengan Taehyung di belakangnya yang tertawa bahagia persis seperti bocah spychopath.

Setelah kejadian itu, Namjoon menolak untuk tinggal bersama Taehyung lagi. Rumah mereka tiba-tiba disita oleh bank, dengan Taehyung yang di bawa ke tempat rehabilitasi. Satu-satunya aset keluarga yang tersisa hanya Apartement yang kini di tempati oleh Seokjin dan Taehyung.

Sejak hari itu Namjoon memilih tinggal bersama Shin Ahjussi. Namun beberapa tahun lalu, saat Namjoon sudah duduk di bangku smp. Shin Ahjussi memberi kabar bahwa Namjoon pergi dari rumah dan dirinya juga tidak tahu di mana keberadaan Namjoon hingga sekarang.

    
Seokjin menghembuskan napas berat lalu mengusap sudut matanya yang basah. Kenangan pahit dan mengerikan yang sialnya tidak pernah bisa ia lupakan. Semuanya berbekas dan tersimpan rapi di ruang kosong pada sudut otaknya.

"Apapun yang telah dan akan terjadi, Hyung tidak akan membenci mu, Taehyung-ah..." monolognya sambil mengeratkan pegangannya pada pembatas balkon.

   
   

To Be Continued

Aire_Kim√

Bagus? Buat yang gak suka adegan psychopath, next chap yang sekiranya kalian tau bakal ada flasback semacem tadi, di skip aja ya. Biar gak kebayang:)

THE TRUTH UNTOLDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang