Yoongi menatap aneh pada kakak tingkatnya di universitas. Seokjin terlihat sangat ter buru-buru ingin pulang, padahal setahu Yoongi hari ini Seokjin libur bekerja."Kau kenapa buru-buru sekali sih, Hyung? Ini masih siang, bukannya kau libur bekerja ya?"
"Justru karena itu, Yoongi-ah. Mumpung hari ini aku libur, aku ingin cepat pulang dan menghabiskan waktu lebih banyak bersama adikku." kata Seokjin yang terlihat misuh-misuh sambil berjalan cepat menuju parkiran.
"Kau sudah menemukan Namjoon?"
"Bukan Namjoon, tapi Taehyung."
Alis Yoongi menekuk, tak suka mendengar nama yang Seokjin sebutkan.
"Anak itu lagi? Ck, kau masih mengurusnya? Sudah ku katakan tidak usah mengurus anak tak tau diri sepertinya," Yoongi memutar bola matanya malas.
"Yak! Kenapa kau mengatai adikku seperti itu, eoh? Aku tak mengerti sebenarnya kau punya masalah apa dengan adikku Yoongi-ah?"
"Pembunuh seperti dia, jika orang tua mu saja bisa di bunuh olehnya, maka besar kemungkinan suatu hari nanti dia juga akan membunuhmu, Hyung. Jadi sebelum itu terjadi, sebaiknya--"
"Orang tua ku yang dibunuh kenapa kau yang marah, eoh? Lagi-pula Taehyung melakukan itu dalam keadaan tak sadar. Sudah, berhenti mengucilkan Taehyung dan mengikutiku! Seseorang yang lebih penting darimu sudah menungguku di Apartement!" Seokjin berucap tegas lalu pergi meninggalkan Yoongi yang berdecak kesal di lobby unversitas.
"Adik kakak sama saja, sama-sama suka mengucilkan adikku! Mereka itu benar-benar." dumelnya kesal sambil masuk ke dalam bus yang baru saja datang.
Seokjin merogoh sakunya dan mengambil ponselnya dari dalam sana. Mendial nomor Taehyung dan segera menempelkan ponselnya ke telinga.
"Yeoboseyeo, Hyung?"
"Taehyung-ah, kau sudah pulang sekolah?"
"Ne, baru saja, Hyung. Aku sedang berjalan keluar gedung."
"Oh, baiklah. Hyung tunggu di Apartement, arra?"
"Arraseo."
"Baiklah."
Tut.. Tutt...
Taehyung memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku dan melanjutkan langkahnya yang tertunda. Namun baru beberapa langkah setelah setelah keluar dari lobby sekolah, Taehyung tidak sengaja hampir bertubrukan -lagi- dengan seseorang di hadapannya yang kini menatapnya nyalang.
"Aish, jinjja! Kau lagi, kau lagi. Apa yang kau ingin kan sebenarnya, hah?!" katanya dengan nada tinggi.
"Mianhae, aku tidak memperhatikan jalan." Taehyung menatap lawan bicarannya dengan penuh rasa bersalah.
"Kau memang tidak pernah memperhatikan apapun itu, Kim Taehyung. Jangankan jalanan, keluargamu saja kau lenyapkan, iya kan?" pemuda itu, Park Jimin mengulas smirk merendahkan pada mantan sahabatnya itu.
Taehyung menegang, hatinya menclos mendengar ucapan Jimin. Namun yang membuatnya terdiam dengan tubuh bergetar yang berusaha ia pertahankan agar tetap stabil adalah ucapan Jimin yang membuatnya kembali melihat kilas masa lalu yang mengerikan itu.
"Kau diam, huh? Pura-pura merasa bersalah begitu? Cih,"
Taehyung kembali menatap Jimin dengan mata berkaca, "Ji-Jimin-ssi di pertemuan se-selanjutnya, to-tolong jangan bahas masalah itu la-lagi." pinta Taehyung dengan nada getir lalu berlari pergi begitu saja.
Membuat Jimin menatapnya heran, namun kemudian mengangkat bahu acuh dan kembali melanjutkan langkahnya menuju lapangan basket sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE TRUTH UNTOLD
FanfictionAda tiga kejadian yang paling mengerikan di dalam hidup Kim Seokjin. Satu, saat adik bungsu nya di culik dan hilang selama berhari-hari belasan tahun yang lalu. Dua, saat kedua orang tuanya meninggal karena di bunuh oleh adik yang paling di sayangin...