7. Perih

15.5K 1.5K 85
                                    


Song track !
Feels - Jai Wolf remix ( kalian bisa dengar laku ini sambil baca ini )

Vote baru baca!!! Karena ini chapter cukup panjang jadi tolong siders yang cuma baca tapi gak like, bisa kali ya sesekali ngevote karya orang!



Pukul lima pagi Haera terbangun dari mimpi indahnya. Kaki yang di balut selimut tebal kini telah di tarik keluar, menapakan kaki telanjangnya berjalan sempoyongan menuju kamar mandi yang ada di dalam kamar miliknya. Haera terpaksa bangun karena ingin sekali buang air kecil, masih dengan mata mengantuk Haera duduk di closet.

Setelah selesai, Haera kembali lagi ke tempat tidurnya. Mencari posisi ternyaman sebelum melanjutkan mimpi yang sempat tertunda, setelah merasa nyaman Haera menarik selimut sebatas leher dan menutup mata hingga akhirnya kantuknya kembali datang. Namun saat mimpi mulai hadir, ponsel Haera berbunyi nyaring di atas nakas tepat bersebelahan dengan posisi kepalanya.

Haera tersentak, lekas terbangun mengambil ponsel dengan sebelah tangannya. Mata Haera terbuka perlahan saat cahaya dari layar ponselnya masuk ke indra penglihat, alis Haera mengkerut bingung. Pukul berapa ini pikirnya.

Sebab Jam baru menunjukan angka lima lewat tujuh menit. Matahari pun masih malu-malu untuk menunjukan diri, ada apa gerangan di jam sepagi ini Ibu nya menelepon tidak biasanya sepagi ini.

Ada apa kali ini, masalah apa yang Ayahnya timbulkan kali ini. Sampai harus di jam segini Ibunya menelepon, memang biasanya sang Ibu akan menghubungi dirinya jika sang Ayah berbuat onar atau menimbulkan beberapa masalah baru. Bukan masalah untuk Haera jika di telpon Ibunya, justru sebaliknya Haera akan dengan senang hati menerima panggilan sang Ibu walaupun terkadang Ibunya hanya akan berbicara prihal sang Ayah yang terus menerus berhutang dan berjudi lagi.

Kadang juga Ibunya Haera akan menelepon menanyakan kabar Haera atau sekedar menanyakan apakah Haera makan dengan baik. Hanya hal kecil namun sangat berarti untuk Haera.

***

Menekan tombol hijau. Lantas mengarahkan ponsel untuk menempel di atas telingaku. " Hallo bu. Ada apa? " tanyaku saat sudah tersambung. Ada jeda di sana, sebelum suara isak tangis terdengar samar di balik telepon, Ibuku telah menangis. Tidak ada suara hanya isakan kecil yang masih setia memenuhi runguku.

Sampai beberapa saat suara tangisnya kian mengeras, Aku mulai panik hingga berpikir sebesar apa masalah kali ini. Karena sungguh tidak biasanya Ibuku menangis dengan nada tertahan. "Ibu. Ada apa? katakan padaku apa yang telah terjadi denganmu?" Posisiku kini sedang duduk bersandar dengan kepala yang menopang di dashboard ranjang.

"Haera..hiks.." Ibuku menangis tersendat dengan suara parau. Aku yakin kalau ia menangis untuk waktu yang cukup lama." Nak- hiks .. Maaf- maafkan Ibu.." Aku bingung setengah mati, apa maksutnya ini maaf untuk apa.

"Tidak. Ibu maaf untuk apa? Ibu sama sekali tidak melakukan kesalahan apapun. Jangan bicara yang tidak-tidak" Memang kenyataannya begitu. Ibuku tidak pernah sekalipun melakukan kesalahan, Bagiku Ia adalah suatu kebenaran untuku. Akan selalu begitu. " Sebenarnya apa yang sedang terjadi, apa Ayah berjudi dan berhutang lagi ? Berapa hutangnya ? Akan Haera bayar sekarang juga. Tiga puluh juta won, lima puluh, enam puluh? Berapa Bu jangan menangis lagi. Kumohon" Bukannya berhenti, tangisnya malah semakin pecah, Aku takut sungguh biasanya tidak sampai seperti ini. Ayahku memang kerap kali berhutang dan Aku sudah terbiasa membayar semua hutang-hutangnya. Karena kalau tidak begitu untuk apa aku berkerja kalau bukan untuk menanggung semua hutang yang dia peroleh.

[M] THE MAFIA BOS!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang