Prolog

6 1 0
                                    


Perlahan orang-orang sekitar pergi meninggalkanku sendirian. Aku masih belum ingin beranjak meninggalkan tanah merah ini. Sudah ku coba untuk mengikhlaskan. Tapi, itu semua sulit. Ku usap lagi, berharap kali ini aku bisa semakin tegar. Namun, hingga lembayung senja mulai menutup aku masih terpaku disini.

Sesaat cahaya itu berganti dengan lampu-lampu, aku memutuskan untuk segera beranjak dari tempat tersebut. Ku tarik nafas senjenak lalu memantapkan langkah untuk menjauh. Entahlah mungkin hanya perasaan ku saja. Udara malam ini begitu dingin, jalanan gelap ini begitu sunyi lelap tanpa orang yang berlalu lalang.

Saat ku dongakan kepala ke atas, tak ada satupun bintang yang menyapa.  Justu yang ku rasa setetes air mulai turun dari langit. Oh, betapa alam semesta ini begitu baiknya untuk berkonspirasi. Malam ditemani rintik hujan merupakan perpaduan yang pas untuk meratapi kepedihan ini. Lagi dan lagi aku membiarkan saja air mata ini luruh bersama derasnya hujan.

"Tuhan, kenapa kau selalu memberiku cobaan,"lirihnya parau, suara isaknya semakin terdengar jelas saling bersahutan dengan derasnya hujan.

"Kenapa kau tidak cabut nyawaku sekalian!" Katanya sambil menapat langit malam. "Aku ingin mati saja," lirihnya putus asa. Tepat saat itu ia melihat cahaya sinar mobil yang sedang melaju. Tanpa pikir panjang ia berdiri dihadapan mobil tersebut.

BRAK!

Terdengar suara hantaman antara badan mobil yang menabrak sebuah objek didepanya. Gadis tersebut pun sempat terpental di jalanan.

"Terima kasih kau langsung mengabulkan doaku tuhan," katanya sebelum kegelapan datang menjemput.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 29, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Jalan TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang