ᝨᗯ⌾

0 2 0
                                    

яαѕα ϲιиτα? α∂α. иαмυи ѕєακαи τακ τυмϐυн. τακ ϐιѕα. єиταн κєиαρα яαѕαиγα ακυ мαℓαѕ נατυн ϲιиτα. τєяℓєϐιн ρα∂α ∂ια.

ᴇᴠᴇɴᴛᴜᴀʟʟʏ [ ɴᴏᴛ ʏᴏᴜ ]

  Pukul lima sore Devin sudah berada di rumah. Sedangkan Devan masih dalam perjalanan katanya. Tadi Devan sempat disibukan oleh acara perapian ruang aula untuk acara besok. Devin memilih pulang lebih dulu dari pada menunggu Devan. Meskipun tak satu kendaraan tapi Devan dan Devin selalu berangkat dan pulang bersama.

   Karna merasa bosan, Devin memilih bermain PlayStation. Ya salah satu kesukaan Devin. Ia mengambil beberapa camilan dan membuat susu coklat hangat lalu dibawa kedepan layar LED. Game akan segera dimulai. Dan sang master, akan menang lagi. Oh jangan remehkan kemampuan Devin. Sebagai seorang laki-laki ia tentu handal dalam memainkan game macam ini.

   Naya turun dari lantai dua dengan balutan daster orange bermotif bunga. Rambut panjang yang sedikit beruban ia Cepol cantik menambah kesan anggun. Naya menuruni tangga dengan hati-hati mengingat usianya tak muda lagi yang memicu sakit persendian. Tak jarang Naya merasakan nyeri akibat terlalu sering beraktivitas. Ah tentu saja itu semua ia lakukan untuk melewati masa tuanya dengan berbagai kegiatan positif. Tapi tidak harus terlalu dipaksakan bukan? Ah sudahlah.

   "Devin. Abang kamu mana nak?" Tanya Naya sambil berjalan menuju Devin yang tengah bermain PS di depan layar LED.

   "Tadi Abang disuruh beres-beres ruang aula. Besok ada rapat antar kepala sekolah katanya." Ucap Devin namun pandangannya masih tertuju ke arah layar LED. Sesekali ia akan menyuapkan camilan kedalam mulutnya. Camilan adalah sumber konsentrasi. Benar?

   "Devin udah makan?"

   "Belum" ucap Devin singkat.

   Naya berjalan ke arah Devin dan mendudukkan diri di sofa. Sementara Devin duduk di lantai. Naya tersenyum saat memandangi Devin yang tengah serius bermain PlayStation. Naya bukan orang tua yang akan membiarkan anaknya kecanduan game macam ini. Namun ia juga tak bisa membiarkan anaknya terus terkekang tanpa hiburan yang menyenangkan mereka. Bermain game boleh, tapi harus dibatasi, agar tercipta ruang antara dunia nyata dan dunia game.

   "Makan gih. Tapi masak dulu."

   "Entar aja ma. Devin nunggu Abang sama papa sekalian."

   "Papa nanti lembur. Kalo mau nunggu Abang yaudah nggak apa-apa. Nanti kamu bikinin nasi goreng ya. Tadi mama nggak sempet beli sayuran."

   "Ok. Mama emang nggak makan?"

   "Mama tadi dari butik udah makan sekalian. Soalnya ketemu temen lama mama. Jadi ditraktir."

   "Oh iya Devin udah lama nggak ke butik mama. Weekend Devin bantu mama di butik ya?"

   "Boleh. Kalo Abang mau, ajak Abang ya."

   "Ok." Ucap Devin.

   "Yaudah. Kalo cari mama, mama ada di ruang jahit. Jangan tidur kemalaman ntar kalo Abang udah pulang. Jangan lanjut main PS. Belajar." Nasehat Naya.

   "Iya ma. Mama juga. Jangan desain baju Mulu. Jangan jahit Mulu. Kalo ngantuk mama tidur aja. Besok-besok juga masih bisa. Malem mama." Ucap Devin masih tak mengalihkan pandangannya dari layar LED.

   "Iya anak mama." Ucap Naya seraya mendekati Devin dan mengecup pipinya sebelum kembali keruang kerjanya.

ᴇᴠᴇɴᴛᴜᴀʟʟʏ [ ɴᴏᴛ ʏᴏᴜ ]

Eventually ~ [ not you ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang