ᝨℍℛℰℰ

0 2 0
                                    

Jangankan untuk memiliki. Ketika aku mendekat perlahan saja seakan mengerti kau menolaknya dengan cara menusuk. Ah sakit memang. Namun apa dayaku. Aku bahkan hanya hamba Allah yang lemah.

Eventually [ not you ]

Pagi ini Devan berjalan dengan sigap menuju kamar adiknya. Masih menggunakan baju yang ia pakai tidur semalam. Ini adalah kebiasaan Devan ketika bangun tidur dan setelah cuci muka. Yaitu membangunkan sang adik. Ya Devan menerimanya sebagai rutinitas harian untuk melatih pita suara.

"Devin!!!! Bangun!!!! Solat subuh!!! Buruan!!! Nggak bangun gw siram lu pake aer got!!!" Ucap Devan didepan pintu kamar Devin.

Orang tua mereka cukup hafal dengan kegiatan putranya itu. Sejak masuk SMP keduanya dipisah kamar. Dan sejak saat itu pula Devan mulai melatih pita suaranya dengan berteriak setiap pagi. Bagi Devin, saudaranya itu adalah alarm paling manjur selama hidupnya. Ah dasar Devin. Dia tak tau bahwa Devan butuh tenaga untuk meneriakinya setiap pagi.

"Vin!!!" Teriak Devan lebih keras sambil menggedor-gedor pintu kamar Devin.

"Iyaaa... Bentar... Hooammmm..." Balas Devin dengan mata masih terpejam sambil menguap.

Perlahan Devin membuka mata. Mengumpulkan nyawanya yang tadi terbang bersama mimpinya. Ah Devin sudah lupa apa yang ia mimpikan tadi malam. Suasana pagi ini seakan Dejavu bagi Devin. Dengan perlahan ia mendudukkan dirinya. Mengusap rambutnya sembari mengumpulkan energi. Seketika Devin terlonjak saat suara bariton Devan kembali mengintruksi.

"Buruan solat subuh!!!" Teriak Devan.

Devin hanya mengelus dada sambil berjalan gontai ke arah kamar mandi untuk membasuh muka. Ya tadinya tenaga Devin belum terkumpul sepenuhnya. Dan karna suara bariton Devan, ia dengan refleks menuju kamar mandi dengan kesadaran yang belum penuh.

Eventually [ not you ]

"Devin nanti pulang sekolah mau kemana nak?" Tanya Naya sambil mengoleskan coklat pada roti tawar.

Pagi ini mereka masih stay dirumah menjalani rutinitas yaitu sarapan. Devin baru saja turun. Sedangkan Devan sudah didapur sejak tadi sembari membantu Naya menyiapkan sarapan. Nevan juga sudah siap dengan pakaian kantor.

"Devin mau ke sektor ma. Tadi malem nggak jadi. Emang kenapa ma?" Saut Devin seraya melahap roti pemberian Naya.

"Mama pengen kamu nganterin baju buat coustemer. Satu aja. Sekalian pulang sekolah. Bisa nggak?"

"Bisa kok ma. Entar Devin anter tenang aja."

"Kamu nanti emang nggak ganti baju dulu kerumah? Mau langsung ke sektor?" Kini Nevan angkat bicara. Sementara Devan sibuk dengan roti dan susu coklat panas miliknya.

"Devin udah bawa baju ganti kok. Devin pulangnya sekitar jam sembilan. Katanya sektor sekarang lumayan rame."

"Wah bagus dong. Devan kapan giliran jaga?" Tanya Naya selanjutnya.

"Dua hari lagi. Semoga sih nggak ada pr. Jadi Devan lebih leluasa kerjanya." Jawab Devan.

"Owhh... Eh besok jadi dong nemenin mama dibutik. Anak-anak mama." Ucap Naya sembari melayangkan tatapan pada kedua putranya.

"Apa?" Tanya Nevan dan Devan bersamaan.

"Besok kan weekend. Kalian bantu mama dibutik ya." Ucap Naya menjelaskan.

Semua penghuni ruangan diam. Hening. Sampai sesuatu mengagetkan mereka dan membuat fokus mereka teralihkan. Itu Devin. Ia baru saja tersedak susu coklat miliknya sambil menatap nanar layar ponsel.

Eventually ~ [ not you ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang