1.1 || Dekat

1.5K 173 12
                                    

Aku mencari keberadaan Vano yang menunggu di luar toko buku, aku menyipitkan mata ku untuk memperjelas penglihatanku.

"Vano?" Aku melihat Vano yang sedang berbincang dengan seorang gadis yang sangat cantik, berbeda denganku.

"Udah?" tanya Vano ketika aku datang menghampirinya. Aku pun mengangguk.

Aku memperhatikan cewek yang ada di hadapanku ini dengan kagum. Mata yang indah, rambut blonde yang terlihat cocok dengannya.

Loh? -batinku.

Seketika aku menghentikan pujian-pujian itu dan beralih memikirkan hal lain. Aku ingat, dia ... Yang waktu itu bertemu denganku di kamar mandi, bukan?

"Duluan, Tas." Vano menarik tanganku membuatku tersadar dari lamunanku.

Di jalan menuju parkiran mobil, aku terus-terusan melihat banyak wanita cantik yang membuat ku iri. Dari cara berpakaian mereka yang fashionable, make-up yang sempurna, wajah yang memang sudah cantik, astaga aku iri sekali.

"Van, liat deh. Mereka cantik-cantik banget ya?" tanyaku tanpa sadar dan tetap memperhatikan para wanita-wanita cantik itu.

"Biasa aja," jawabnya santai. Sedangkan aku masih memikirkan bagaimana cara aku menjadi cantik seperti mereka, sempurna seperti mereka.

"Gak usah dipikirin. Setiap orang punya kecantikan yang beda-beda. Gausah mikir mereka lebih cantik dari lo dan lo iri terus pengen ngerubah diri lo kaya mereka. Just be your self." Kalimat yang dilontarkan Vano membuat mataku berkaca-kaca. Benar yang di bilang Vano, selama ini aku hanya bisa iri kepada orang lain.

"Jadi diri lo sendiri mulai sekarang. Gue maunya lo bisa banyak bersyukur sama apa yang udah tuhan kasih. Bukan malah iri sama fisik orang lain," ujar Vano.

"Gak usah dengerin omongan orang yang ngejelekin lo, mereka cuma mau lo jatoh dan patah semangat," sambung Vano dengan nada lembut sambil mengelus puncak kepalaku dan sedikit tersenyum.

Ada apa ini? Vano berkata sangat panjang yang bahkan belum pernah aku dengar sebelumnya.

Tapi ternyata yang diucapkan Vano ada benarnya juga. Kita tidak boleh iri dengan penampilan orang lain. Apa yang sudah Tuhan kasih, seharusnya kita syukuri. Bukan dibanding-bandingkan dengan milik orang lain. Karna setiap orang pasti berbeda.

🎡🎡🎡

Di mobil, aku terus memikirkan perkataan Vano tadi. Ternyata, Vano bisa menasihati orang dengan kata-kata yang bisa membangunkan semangat.

Tidak ada yang bersuara kali ini. Aku masih terdiam merenungkan semua perkataan Vano. Apakah aku harus memulai hidup yang lebih positif dan tanpa memikirkan penampilan orang lain?

Aku mengambil ponselku yang berada di dalam tas. Aku membuka kamera dan melakukan selfie.

Aku melihat Vano sedikit tersenyum miring karena kelakuanku.

"Makasih, Van," ucap ku di sela-sela mengambil foto.

Perjalanan kali ini tidak menuju jalan rumahku, sebenarnya mau kemana kita?

"Mau kemana, Van?"

"Cari cafe bentar, ya, kita nyemil," ucap Vano tanpa melihat ke arahku. Aku pun hanya mengangguk.

"Cafe nya estetik banget, astaga." Aku sedikit histeris ketika sampai di salah satu cafe. Nuansa cokelat tua dan bangunan dari kayu, membuatku merasa nyaman melihatnya.

Di dalam, aku dan Vano duduk di salah satu tempat dekat jendela untuk memandang ke arah luar. Hari sudah mau gelap, lagi-lagi.

Aku memesan satu kopi yang menurutku enak. Sedangkan Vano memilih untuk memesan teh susu.

INSECURE [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang