Keadaan di sebuah gedung yang dominan berwarna putih itu lengang, tidak ada yang berbeda dari hari - hari sebelumnya. Orang - orang yang berkunjung kebanyakan telah melakukan reservasi terlebih dahulu sebelum memanfaatkan jasa para ahli di sana. Taehyung termasuk salah satunya. Lelaki jangkung itu selalu terbangun dengan perasaan senang setiap pagi, mengingat dirinya dapat berguna bagi orang lain dengan memanfaatkan ilmu yang dimilikinya.
Namun, meskipun sikap profesionalnya patut diacungi jempol, Taehyung tetap tidak bisa mengelak dari perasaan tidak nyaman kala sesuatu mengganggu pikirannya. Lelaki itu pasti akan menyelesaikan tugasnya terlebih dahulu, memasang senyum di wajah tampannya selama berhadapan dengan pasien - pasiennya, kemudian berdiam diri saat kembali sendiri. Seperti saat ini.
Bayangan istrinya sulit sekali dihilangkan dalam pikiran beberapa hari terakhir ini. Bibirnya yang berkata dan memberi izin kepada Jimin untuk membiarkannya bertemu mantan tunangannya, ternyata justru membuat dirinya semakin tersiksa. Taehyung lagi - lagi merutuki dirinya sendiri, merasa bodoh dan terlalu munafik. Sudah terlambat untuk menarik kata - katanya kembali dan tidak ada yang bisa dilakukannya selain mempercayai istrinya.
Siang ini, setelah meminta rekan kerjanya menggantikan sisa jadwal temunya, Taehyung langsung menginjak pedal gas menuju toko bunga istrinya. Niat awalnya adalah untuk mengamati sang istri dari tempat parkir, mencari tahu apakah dengan izin yang telah diberikan hari - hari lalu, akankah perempuan cantik itu memanfaatkan kesempatannya? Maka sejak meninggalkan klinik hingga tiba di parkiran toko istrinya, Taehyung tidak memberi kabar sama sekali.
Dari dalam mobilnya, dia bisa melihat beberapa pengunjung yang sedang melihat - lihat koleksi bunga, juga beberapa orang yang sedang berbincang dengan Jiminnya—yang pastinya masih seputar tanaman - tanaman di sana. Setelah jarum di jam tangannya berputar selama 30 menit, Taehyung menyadari keadaan toko yang mulai sepi, menandakan datangnya waktu istirahat sekaligus jam makan siang.
Setelah membalikkan sign di pintu kaca menjadi istirahat, Jimin melangkah gontai ke arah kursi kayu. Taehyung masih dapat melihatnya dengan jelas, pun ketika Jimin mengeluarkan ponsel dari sakunya dan memeriksanya sebentar. Perempuan itu menaruh ponselnya cukup keras di atas meja, lalu menelungkupkan kepalanya di atas lipatan tangan. Taehyung bertanya - tanya apa yang membuat kesayangannya itu terlihat begitu kecewa.
Cukup lama kedua insan itu berdiam dengan posisi yang sama, hingga akhirnya Taehyung melihat Jimin kembali mengambil ponselnya. Kali ini perempuan itu memainkannya cukup lama sebelum kembali menyembunyikan wajahnya. Setelahnya, tubuh si tampan berjengit ketika ponselnya yang masih ada di saku kemeja berbunyi, menandakan ada sebuah pesan yang masuk.
Pengirimnya adalah Jimin. Istrinya itu baru saja mengiriminya pesan singkat,
[Kak, lagi sibuk, ya?]
Senyum tipis muncul membuat sudut bibirnya tertarik. Namun saat hendak membalas, lelaki itu mengurungkan niat karena melihat istrinya mengangkat telepon. Suara jahat kembali terdengar di dalam kepalanya, mengatakan bahwa pesan yang dikirimi istrinya hanyalah untuk memastikan dirinya sibuk agar perempuan itu dapat melakukan kemauannya. Mungkinkah Jimin sedang berbincang dengan Jungkook dan kini menunggunya datang?
Taehyung menggeleng, merasa yakin jika istrinya tidak mungkin melakukan hal seperti itu. Tapi tidak ada salahnya untuk kembali menunggu dan memastikan, bukan? Taehyung hanya ingin berjaga - jaga.
Meski begitu, tidak ada satupun tanda - tanda yang menunjukkan bahwa akan ada orang lain yang mengunjungi istrinya. Dengan perasaan yang sudah tidak bisa ditahan, Taehyung mulai beranjak. Mengunci mobil dan berjalan ke arah pintu, dia kemudian membukanya pelan tanpa menimbulkan suara sedikitpun. Matanya lebih dulu meneliti seisi ruangan, belum juga bergerak bahkan ketika perempuannya mulai berdiri dan melangkah malas ke arah kamar mandi.
Sepuluh menit berlalu, namun istrinya itu belum juga kembali membuat Taehyung memutuskan untuk menyusulnya. Saat tiba di depan kamar mandi, handlenya bergerak dan pintu terbuka secara perlahan, menampilkan ekspresi wajah Jimin yang terkejut.
"Eh? Kok kakak ada di sini? Kapan datengnya?"
Taehyung memiringkan kepalanya, lalu mendorong mundur tubuh kecil istrinya agar kembali masuk ke dalam ruangan sempit itu. Bunyi dari flatshoes yang dipakai si cantik terdengar nyaring sebab langkahnya tidak beraturan. Jimin yang takut kehilangan keseimbangan akhirnya mencengkeram erat lengan atas sang suami, kemudian merasakan sebuah tangan melingkari pinggang kecilnya dari belakang.
"Kak,"
"Dari tadi," Taehyung menjawab dengan suara rendah, kemudian semakin mendekatkan diri pada kesayangannya. "Aku kangen, Min."
Setelah terkejut karena kedatangan suaminya yang tiba-tiba, Jimin dikejutkan lagi oleh perubahan sikap Taehyung. Seingatnya, mereka tidak sedang dalam keadaan yang sepenuhnya baik-baik saja, namun mendapati sang suami berada tepat di depannya saat ini tentu membuat hatinya berteriak kegirangan. Dia mendongakkan kepala, menatap mata suaminya yang kini sudah dipenuhi kabut gairah.
"Kak, aku.. belum kunci pintu."
"Udah aku kunci." Taehyung menatapnya intens. "Is it okay if I take you here?"
Rona merah mulai merambat di kedua pipinya, si cantik merasa malu dan terangsang secara bersamaan. "Uhm.. iya.."
Taehyung tertawa pelan mendengar istrinya yang mencicit. "Kamu tuh gemes kalo lagi malu-malu kayak gini."
"Udah, cepet, jangan godain aku terus! Aku malu!"
"Kok jadi kamu yang gak sabar?" Taehyung mulai mengecupi sisi kepala, sementara tangannya di bawah sudah meremas pantat yang berisi dan sepenuhnya mengabaikan teriakan sang istri yang terkejut pada tindakan mendadaknya.
.
.
.
Setelah mencapai puncak kenikmatan yang menguras sebagian tenaga, Taehyung membawa istrinya duduk di atas closet. Tubuh keduanya masih menyatu, bahkan Jimin masih kesulitan menormalkan nafas. Kakinya lemas bukan main, tapi hatinya menghangat dan rasa senang yang membuncah tidak dapat ditahannya.
"Kamu gapapa?"
Suara parau sang suami terdengar dari sisi kepalanya, datang bersamaan dengan kecupan ringan di sekitar telinga yang menimbulkan rasa geli. Jimin menggeliat pelan, kemudian mengerang ketika menyadari bagian bawah tubuhnya masih menyatu.
"Aku baik - baik aja."
Taehyung menggumam, sangat pelan hingga istrinya tidak menangkap jelas apa yang dikatakan. Lengan kekarnya melingkari tubuh kecil si manis, dengan telapak tangan yang kini bergerak mengusap perut rata sang istri untuk meredakan ototnya yang menegang.
Entah karena efek setelah bercinta atau karena memang sudah terlalu rindu, rasa haru tiba - tiba saja menguasai Jimin. Sebelum air matanya turun dengan deras, dia sudah lebih dulu mengusapnya, lalu menarik nafas dengan sangat pelan. Namun kedekatannya dengan sang suami membuatnya tidak bisa bersembunyi, Taehyung yang menyadari langsung mengeratkan pelukannya dan mendaratkan beberapa ciuman di bahu sempitnya.
"Aku kangen banget."
"Akhirnya mau ngomong juga," Taehyung tidak tertawa, tapi istrinya itu tahu suaminya sedang tersenyum lebar.
"Aku gak tau harus apa." Jimin meletakkan tangannya di atas tangan suaminya yang masih melingkari perut.
"Gak harus ngapa - ngapain. Tapi kamu ikut aku pulang mau gak?"
"Jam tutup toko kan masih nanti sore.."
Taehyung tahu Jimin memajukan bibirnya, dia juga tahu istrinya memiliki keinginan yang sama. "Tutup lebih cepet sehari doang gak jadi masalah kan, yang? Jangan terlalu rajin."
Akhirnya Jimin mengangguk, menolehkan kepalanya ke samping dan meraup bibir suaminya. Setelah merasa tubuhnya kembali bertenaga, keduanya merapikan diri dan mulai mengemasi barang sebelum melangkah bersama dengan tangan yang saling bertaut.
YOU ARE READING
Baby, You Guess It Wrong
FanficPark Jimin telah menjadi milik Jeon Jungkook selama lebih dari 5 tahun. Sebuah cincin di jari manis menjadi bukti pengikatnya untuk tidak pergi ke lain hati. 3 tahun setelahnya, Kim Taehyunglah yang memiliki kuasa penuh terhadap Park Jimin. Not in a...