Prolog

36 3 4
                                    

HM.

Ini ketikan yang ke sekian kalinya setelah menghapus berapa kali kalimat yang kutulis sebelumnya. Aku tidak tahu akan memulainya dari mana. Jadi kuikuti saja apa yang otak dan jariku sampaikan.

Sekarang, aku sedang tengkurap di tempat tidurku sambil menuliskan ini. Aku mencoba menulis karena kepalaku terasa hampir pecah memendamnya sendiri.

Panggil saja aku Ayara, karena aku menyukai nama itu. Artinya kupu-kupu, yang ingin terbang bebas bahagia.

Mataku beralih ke layar ponsel yang tadinya terang, seorang di dalam sana mematikan lampu kamarnya sehingga aku tidak bisa melihatnya dengan jelas. Iya, kami sedang melakukan panggilan vidio. Namun tidak mengatakan satu katapun dari tadi.

Kami tidak bertengkar, hanya saja memang rutinitas setiap hari seperti itu. Jika ia sudah tidak lagi sibuk dengan kerjanya, ia akan menelponku.

Kita sudah menjalani hubungan yang lama, meski sering bertengkar namun kita tidak pernah berpisah. Mungkin pernah, tapi aku tidak ingin mengingatnya.

Sifatku yang kekanakan dan haus perhatian, tidak mampu mengimbangi sifat laki-laki yang pekerja keras dan tidak peka itu. Apakah semua laki-laki pekerja keras memang tidak peka?

Aku menghelah nafas berat, "Apa nanti aku akan bahagia jika hidup dengannya?" Lagi, aku kembali memikirkan nasibku ke depannya jika benar kita menikah nantinya.

Pertanyaan itu sering sekali muncul di kepalaku, lalu setelah itu aku akan mengingat Kara Wishaka. Dia bukan orang yang sedang kutemani panggilan vidio, dia laki-laki lain yang selalu muncul di ingatanku.

Kamu pernah merasakan seperti ini? Menjalin hubungan dengan orang baru, namun fikiranmu dipenuhi orang yang ada di masalalu.

Aku merasakannya.

Namun, aku tidak bisa kembali. Bukan, lebih tepatnya dia yang tidak bisa kembali. Tuhan mengambilnya setahun yang lalu.

Aku tidak tahu mengapa aku hanya mengingat orang ini, namun hatiku mengingatnya.

Found the lost file,
dimulai...

FOUND THE LOST FILETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang