Dimulai

24 1 2
                                        

NAMANYA Alden Canavaro, aku ingat  delapan tahun lalu mengenalnya melalui media sosial facebook. Waktu itu temanku ingin mengenalkanku dengan temannya dan menyuruhku menambahkan pertemanan di akun facebook laki-laki itu.

Si Brengsek itu menyuruhku berkenalan dengan temannya, bermodalkan nama lengkap. Apa tidak ada cara lain yang lebih mudah lagi?

Aku hanya menambahkannya, tidak memulai percakapan lebih dulu. Aku perempuan yang harga dirinya tinggi, tidak akan menghubungi laki-laki lebih dulu. Namun berani meminta pertemanan facebook, sangat lucu. Aku akan pura-pura salah pencet jika dia bertanya.

Namun siapa sangkah, laki-laki itu benar menghubungiku lebih dulu. Dia mengirim pesan dan bertanya aku tinggal di mana, kuliah di mana, dan kita pun saling membalas pesan. Ternyata dia kuliah di salah satu kampus pelayaran.

Hm, pelayaran. Satu provesi yang sudah kuberi garis hitam dari kriteria laki-laki yang akan kujadikan pacar. Aku tidak menyukai pelaut, aku anti dengan laki-laki berprovesi pelaut.

Mengapa? Karena ayahku juga provesi pelaut. Aku trauma dengan itu.

***

Sekarang, aku sangat khawatir dengan Alden. Sejak pagi ia tidak memberiku kabar sama sekali. Semalam ia mengatakan jika ombak di laut cukup tinggi, itu membuatku sangat khawatir.

Apalagi saat ini ia tidak bisa dihubungi. Whatshap nya tidak aktif, pesanku hanya centang satu. Apa jaringannya hilang? Pikirku, mencoba untuk berfikiran positif.

Tapi, aku benar-benar khawatir.

Ini sudah jam dua siang, tapi dia masih tidak bisa dihubungi. Kucoba menghubungi nomor selulernya, tapi tetap saja ia tidak aktif.

Rasa khawatirku kualihkan dengan berolahraga, membersihkan rumah, menonton, seperti yang ahli psikolog katakan padaku saat aku konsul semalam.

Iya, aku diam-diam konsul dengan psikolog. Aku punya masalah dengan kecemasanku. Aku juga pernah konsul dengan psikiater dan didiagnosa mengidap depresi psikiotik. Apa aku gangguan jiwa?

Entahlah, kurasa tidak tapi kurasa juga iya.

Aku akan kambuh saat aku sendiri, namun aku akan normal saat di tengah-tengah keramaian atau jika bersama dengan orang lain.

Saat aku sendiri, kepalaku akan terasa berat. Aku akan lebih sering menangis, menggigit tanganku untuk melampiaskan sakit. Aku sering terbangun tengah malam karena mendengar sesuatu seperti hal mistis. Terkadang aku berniat untuk bunuh diri.

Namun saat bersama orang lain, aku justru orang yang periang. Sangat berbanding terbalik dengan diriku yang sendiri.

Aku memeriksa kembali whatsap-ku, pesan yang kukirim sudah centang dua namun belum dibalas oleh Alden. Padahal aku sangat mengkhawatirkannya dari tadi.

Dia membalasnya, "Aku tadi kerja, tidak sempat melihat ponselku. Maaf, sayang."

Aku hanya melihat balasannya, menatapnya sedikit lebih lama. Andai orang itu adalah Kara, pasti ia tidak membalas namun langsung melakukan panggilan vidio.

"Iya, aku khawatir. Aku pikir ombak sudah membawamu," balasku, namun ia tidak langsung membalasnya. Butuh waktu lama hingga notifnya kembali muncul di layar ponselku.

"Tidak sayang, aku kerja."

Aku tidak membalasnya lagi, entah terasa begitu hambar. Ia juga tidak bertanya aku sedang apa. Bahkan, aku sengaja membuat story whatsap tentang konsulku semalam. Namun, ia sama sekali tidak bertanya itu apa.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 01, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

FOUND THE LOST FILETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang