[3%] Rasa: Tenang

144 26 0
                                    

"Senyumnya bersinar seperti mentari, tatapannya sejuk seperti embun, dan suaranya menenangkan seperti angin."

-Rasya Vionela

- - - Aksara Ungkap Rasa - - -


Kulangkahkan kaki di lorong menuju ruang UKS. Kuputuskan untuk tidak mengikuti pelajaran pertama pagi ini. Bukan maksudku untuk membolos, tapi memang tidak mungkin aku masuk ke kelas dalam keadaan berantakan seperti ini. Mungkin jika aku nekat pasti akhirnya juga akan dimarahi oleh guruku dan aku tak bisa memberi alasan apapun atas penampilan basahku ini.

kugeser pintu UKS dan melihat ternyata ada penjaga UKS yang sedang bertugas. Aku melangkah mendekat dan dia yang sedang duduk sibuk dengan tulisan tangannya pun mendongak melihatku.

"Astaga, ada apa denganmu? Apa pipa toilet bocor lagi?" tanya penjaga UKS dengan nada khawatir.

Aku menggeleng dengan cepat. Inginku menuliskan sesuatu dalam notebook-ku namun aku baru ingat bahwa benda itu tertinggal di kelas tadi. Aku pun menatapnya, tanganku bergerak memperagakan bahwa aku ingin meminjam kertas dan pena. Namun ia hanya menaikkan alisnya tanda tak mengerti. Aku pun menunjuk-nunjuk meja serta memperagakan menulis di tanganku.

"Ah, aku paham. Baiklah, kamu bisa pakai ini." Dia mengangguk dan memberikanku selembar kertas lengkap dengan penanya.

Kuraih pena itu dan menuliskan 'Apa aku boleh meminjam handuk?' pada kertas itu. Aku ingin segera mengeringkan rambutku. Aku tidak mau ketinggalan pelajaran terlalu banyak.

Perempuan penjaga UKS itu membaca tulisanku dan segera menuju lemari. Dia memberiku sebuah handuk berwarna coklat yang ukurannya sedikit besar menurutku.

Aku pun menyatukan kedua telapak tangan tanda berterima kasih dan dia hanya mengangguk dengan senyumannya.

"Kamu pasti membolos, ya? Ah, sayangnya tidak ada hairdryer di sini. Menggunakan handuk akan memakan waktu lama, dan bahkan seragammu juga basah," ucapnya sembari kembali duduk.

Aku hanya membalasnya dengan senyum tipis dan mulai menggosok rambutku dengan handuk. Uh, memang benar ini pasti akan lama keringnya.

"Ah, aku punya ide!" ucapnya yang tiba-tiba mengagetkanku. "Pergilah ke rooftop gedung ini, di sana anginnya lumayan kencang untuk mengeringkan rambut. Cahaya matahari pagi mungkin juga akan mengeringkan seragammu." Bukan ide yang buruk, setidaknya aku harus mencobanya.

Aku mengangguk dan bergegas ke luar dari ruangan itu. Cepat-cepat menaiki tiap anak tangga meski rasanya melelahkan. Gedung ini memang punya tingkat tiga lantai.

Akhirnya aku menemukan sebuah pintu terakhir di lantai paling atas, aku yakin pasti pintu itu menuju rooftop. Dan benar saja, aku tiba di rooftop sekolah yang sebelumnya belum pernah kudatangi.

Di sini cukup luas, bahkan ada satu bangku panjang di dekat pembatas rooftop. Benar kata penjaga UKS tadi, angin di sini cukup kencang. Aku melihat beberapa selimut putih yang dijemur terombang-ambing. Mungkin itu selimut UKS, pikirku.

Aku melangkah mendekati bangku dan duduk di atasnya. Di sini hangat, cahaya matahari pagi menerpaku tanpa perantara. Vitamin D cukup berguna bagiku yang tak pernah mampu membeli susu. Tentu saja karena aku hidup sendirian. Ibuku meninggal dua tahun yang lalu. Dan ayahku ... di panti rehabilitasi narkoba. Ah, sudahlah! Aku sedang tidak ingin mengingatnya sekarang! pikiranku mencoba menenangkan diri.

Helai rambutku menari-nari tertiup angin. Sangat menenangkan rasanya hingga aku menutup kedua mataku. Menikmati tiap angin yang menerpa tubuhku.

"Kenapa ada di sini?" Aku terkejut dan membuka mata. Kulihat seorang laki-laki menatapku dengan heran. Aku terlalu sibuk menikmati angin hingga tak sadar kapan orang itu datang.

Aku hanya menggeleng dan dia menaikkan kedua bahunya tanda terserah. Kulihat laki-laki tinggi itu mengambil selimut yang di jemur di sini. Badannya cukup tinggi menurutku, bahkan mungkin tinggiku hanya sebahunya.

Dia mendekatiku dengan membawa semua selimut yang telah ia lipat asal. Duduk di sampingku dengan cengirannya.

"Kamu pasti bolos, ya?" Aku hanya terdiam menunduk memandangi kedua sepatuku. "Huh, memang semua cewek kalau lagi badmood selalu jadi pelit ngomong. Eh, katanya yang manis-manis bisa memperbaiki mood. Nih, untukmu," ucapnya sambil mengulurkan sekotak susu strawberry. Aku menggeleng menolak dan setelahnya kudengar helaan napas darinya.

"Aku nggak tahu apa yang terjadi, tapi menurutku apapun itu pasti ada jalan keluarnya." Kalimatnya membuatku tertarik untuk terus mendengarkan, kumenoleh dan menatap bingung padanya.

Memangnya siapa yang melarikan diri? Aku 'kan di sini hanya ingin mengeringkan rambut, batinku.

"Masalah itu jangan dipikirin terus, nanti dia seneng. Santuy aja, jalani nggak perlu lari. Nanti masalah yang bakalan takut sama kita." Dia terkekeh. Entah karena kalimatnya yang anti mainstream atau senyumannya yang secerah mentari, namun aku bisa merasakan tenang.

"Aku harus kembali dan mengembalikan selimut ke UKS. Semoga harimu menyenangkan!" Senyum lebar secerah mentari itu tercipta kembali. Deretan gigi putih rapih itu terlihat jelas. Tatapan matanya seperti embun pagi yang menyejukkan hati. Siluet wajahnya terlihat makin sempurna dengan hidung mancung itu. Kulihat punggung tegapnya menghilang di balik pintu. Jujur, kuakui dia laki-laki yang baik, dan juga humoris.

Aku belum pernah melihat senyuman cowok secerah dan semanis itu, pikirku mengingat senyumnya tadi. Entah ada apa denganku, yang awalnya gelisah kini menjadi tenang ketika melihat senyum dan tawanya tadi.

Aku menoleh menatap sisi bangku kosong sebelahku, menemukan susu strawberry miliknya tadi. Jadi, dia akhirnya meninggalkannya di sini untukku? Aku meraih dan menatap susu kotak itu dengan senyum yang tanpa sadar tercipta di bibirku.

Jantungku berdegup kencang, dan kali ini aku yakin bukan karena ketakutan.

🍀🍀🍀

Aksara Ungkap Rasa (Unpublish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang