"Dan berdirilah aku di sini; menatap langit biru bumi. Berjalan kesana kemari, sampai ia datang menghampiri."
***
Lee Jihoon, gadis yang malang; ia tidak sengaja bertemu dengan ayahnya di mini market tadi. Dan seperti biasa, uang yang selama ini ia kumpulkan untuk biaya pengobatan ibunya diambil tanpa sisa oleh pria paruh baya itu.
Sekarang, ibu sedang sekarat. Dan aku yang bodoh ini tidak punya uang lagi. Lalu bagaimana dengan uang untuk pengobatan ibu? Ia frustasi; menendang setiap botol plastik atau kaleng yang ia lihat untuk menyalurkan emosinya.
Seharusnya ia belajar karate saja dulu. Paling tidak bisa ia gunakan untuk menghindari ayahnya itu.
Jihoon hanya berjalan tanpa tujuan. Ia ingin pulang, tapi takut melihat senyuman tulus ibunya. Seakan-akan senyum ibunya itu pisau yang menancap di dadanya. Seperti pengingat, bahwa umur beliau tak lagi lama.
Jihoon memilih untuk duduk di bangku taman dibawah pohon rindang. Sesekali ia bersenandung untuk meredakan emosinya yang kian memuncak.
Gaji akan cair satu bulan lagi. Pertanyaannya, apakah gajinya akan cair di tanggal itu juga? Mengingat keadaan ekonomi sekarang yang sedang kritis.
Jihoon berusaha mencari cara lain. Tapi tetap saja hasilnya nihil.
Ia masih duduk di bangku SMA. Dan tingkat akhir. Ia harus memikirkan cara agar dapat berkerja paruh waktu sekaligus sekolah.
Namun terasa tidak mungkin mengingat jadwal kelas SMA tingkat akhir yang sangat padat.
Belum lagi biaya sekolah yang harus ia tanggung juga.
Ia pernah bicara pada ibunya kalau ingin berhenti sekolah. Namun ibunya mengelus rambutnya dan berkata, "lebih baik ibu yang tiada. Daripada masa depan anak ibu satu-satunya ini hilang."
Tanpa sadar, Jihoon meneteskan air matanya. Mengingat setiap perlakuan dan perkataan ibunya membuat dadanya sakit karna kesedihan. Ia tidak rela jika ibunya pergi.
"Ibu.. kumohon, bertahanlah. Jihoon akan mencari uang yang banyak agar ibu sembuh.."
***
"KWON SOONYOUNG!," Seru Tuan Kwon kepada anak semata wayangnya, Soonyoung.
"a-ayah.. ada apa?," Soonyoung tahu ia sedang berada di masalah besar. Sekali ayahnya mengucap nama lengkap seseorang, itu tandanya orang itu tidak akan pergi tanpa mendapat amukan besar.
"JELASKAN INI!," Tuan Kwon melempar beberapa berkas dan surat kepada Soonyoung.
Gawat.. inikan surat perpindahan nama! Batin Soonyoung saat melihat surat-surat yang dilempar ayahnya.
Soonyoung menunduk, tak berani menatap ayahnya.
"Tatap aku. Jelaskan alasanmu. Kalau penjelasanmu masuk akal, aku akan memberi paling tidak ¼ dari milik Keluarga Kwon."
Soonyoung tidak menjawab. Belum juga rencana pacarnya berjalan, ia sudah ketahuan!
Kalau sampai ayah tahu semua ini karna aku dan Jeonghan ingin menikah. Ayah bisa-bisa mengamuk lebih besar lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello You! - Soonhoon Fanfiction
Fanfiction=ON GOING= -- "Kita dua insan yang bertemu di keramaian. Aku yang hanyut di dalamnya, Dan kamu yang menyapaku ditengahnya." -Lee Jihoon "Bahkan ketika hati ini sedang goyah. Badanku seakan berjalan sendiri dan menyapamu. Dan yang kulakukan saat itu...