Dua Insan

80 12 0
                                    

"Banyak kenangan indah yang telah binasa.
Mungkin dulu tak indah pada masanya,
Tapi sekarang begitu dirindukan keberadaannya."

***

"Tuan Kwon Soonyoung, ada tamu yang ingin bertemu anda," Soonyoung yang tadinya sibuk dengan berkas-berkasnya beralih menatap sekretarisnya itu.

"Siapa?"

"Katanya, saya tidak boleh mengatakan apapun tentang dirinya."

Soonyoung menaruh berkas-berkasnya di meja dan memberi isyarat kepada sekretarisnya untuk memanggil tamu misterius itu masuk.

"Baik, saya permisi," Soonyoung mengangguk dan membenarkan posisi duduknya.

Pintu ruangannya terbuka. Sosok wanita dengan dress dan perhiasan dari merk branded masuk.

"J-Jeonghan?" Soonyoung terkejut melihat kehadiran Jeonghan. Wanita itu mengambil posisi duduk di sofa ruangan Soonyoung.

"Ada yang ingin kubicarakan denganmu, Soonyoung," pria berjas biru navy itu segera menghampiri pujaan hatinya dengan wajah ceria.

"Ada apa? Apa kau rindu denganku?" Soonyoung berusaha merangkul Jeonghan, namun tangannya ditepis begitu saja.

"Aku tidak suka basa-basi, kau tahu itu. Aku datang kesini untuk mengingatkanmu tentang rencana kita."

"Maksudmu?" Jeonghan menatap Soonyoung, lalu menghela nafasnya.

"Kudengar kau kemarin dimarahi ayahmu karna ketahuan menyimpan berkas itu? Bodoh sekali. Bahkan menyimpan benda kecil seperti itu saja bisa sampai ketahuan?" Soonyoung terkejut dengan omongan Jeonghan.

Ini benar Jeonghan? Biasanya dia selalu bicara manis.. kenapa sekarang berubah? Batin Soonyoung.

"Kita putus. Jelas? Kupikir kau adalah orang yang cerdas, terlahir di keluarga konglomerat harusnya sudah melatih otakmu itu. Tapi nyatanya aku salah besar," Jeonghan bangkit dari sofa tempat ia duduk, lalu merapihkan dressnya.

Soonyoung semakin kaget dengan ucapan wanita di depannya sekarang. Sudah setahun lebih mereka menjalin hubungan tapi akhirnya putus begitu saja?

"Soonyoung, jujur saja. Aku tak pernah mempunyai perasaan apapun padamu. Kurasa semuanya sudah kukatakan. Aku pamit," Kini Jeonghan sudah meninggalkan Soonyoung yang tengah tenggelam dalam pikirannya.

Apa? Bagaimana bisa? Jeonghan tidak pernah mempunyai perasaan apapun padaku? Lalu selama setahun ini semuanya palsu? Batin Soonyoung lagi.

Banyak pertanyaan yang bermukim dikepalanya sekarang. Ia bahkan tidak percaya hubungan yang sudah setahun dibangun, semua perlakuan manis dari Jeonghan, semuanya.. palsu?

Ia pergi ke meja kerjanya, menatap frustasi semua berkas-berkas yang tergeletak disana.

Dengan cepat, semua yang berada diatas mejanya ia buang ke lantai. Termasuk mug dari ibunya.

Semua berkas, map, pena, dan kepingan dari mug yang pecah berhamburan dilantai. Sedangkan yang bertanggung jawab sedang terduduk di pojokan ruangan sambil mencengkram kuat rambutnya.

"YOON JEONGHAN!!"

Semua memori indah saat bersama dengan Jeonghan terlintas di pikiran Soonyoung.

Betapa ia merindukan sosok manis dan keibuan Jeonghan, betapa ia merindukan sosok Jeonghan yang posesif.

Ia teringat masa dimana ia dan Jeonghan saling mengikat janji untuk saling mencintai.

Tapi kenyataannya, semua itu palsu.

Semua itu hanyalah bagian dari rencana seorang Yoon Jeonghan.

Selama ini, hanya Soonyoung yang membangun hubungan sendirian.

"Kenapa? KENAPA GUE NGGAK PERNAH MERASAKAN KASIH SAYANG YANG TULUS? KENAPA SELALU GUE YANG DISAKITIN? SALAH GUE APA?!"

***

"Jihoon! Kemarilah." Surai hitam Jihoon tampak seperti menari di udara saat Jihoon berlari ke kamar ibunya.

"Wah indah sekali!" Jihoon sedang berdiri di daun pintu dan tatapan matanya seolah terkunci di gaun yang sedang ibunya pegang.

Gaun dengan motif bunga warna-warni dengan warna dasar putih, kerah berbentuk V, dan tali untuk diikat menjadi pita di bagian belakang gaunnya membuat Jihoon sangat terpana.

"Kenakan ini saat malam.. malam apa itu? pompom?" Jihoon terkekeh kecil mendengar ucapan ibunya.

Ia masuk ke dalam dan duduk di kasur bagian samping, "promnight, bu!" Ibunya tersenyum, memperlihatkan lesung pipinya yang dalam.

"Yaa, pokoknya kenakan lah ini! Ini gaun yang dulu ibu kenakan. Tadi ibu sedang beres-beres dan tidak sengaja menemukannya. Masih bagus bukan?"

Jihoon yang awalnya sibuk mengelus kain gaun itu beralih memasang tampang mengintrogasi.

"Ibu beres-beres? Kan Jihoon udah bilang jangan beres-beres! Nanti ibu drop lagi..." Maryna—Ibu Jihoon—mengelus surai hitam Jihoon.

"Tenanglah, nak. Ibu tidak apa-apa asal kamu selalu tersenyum. Senyumanmu itu obat yang paling manjur untuk ibu!" Jihoon hanya cemberut mendengar perkataan ibunya, ia tahu betul bahwa ibunya sering menahan rasa sakit seorang diri lalu berkata bahwa semuanya baik-baik saja.

"Bu, janjilah kepada Jihoon kalau ibu merasa sakit langsung beritahu Jihoon ya? Jangan ditahan terus. Dan satu hal, ibu tidak boleh melakukan hal-hal berat seperti beres-beres lagi! Jihoon yang akan mengurus rumah. Ibu cukup makan secara teratur, dan minum obat secara teratur juga!" Maryna tersenyum mendengar ocehan anak semata wayangnya itu.

"Jangan khawatir, ibu akan baik-baik saja~"

Mereka berdua pun kembali melihat gaun dan beberapa hal lainnya. Kembali mengenang kenangan yang seakan melayang di udara.

Banyak sekali kenangan indah dulu, andai saja waktu dapat diputar kembali ke saat dimana semua masih tertawa bersama, ke saat dimana ibu masih sehat.. Batin Jihoon.

***

Terima kasih sudah membaca !
Kalau berkenan, silahkan beri kritik dan sarannya yaa, karna itu membantu banget~!
Kalau berkenan (2), silahkan beri vote dan comment juga yaa~!

Danke~
-evnglne

Hello You! - Soonhoon FanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang