Bagian 1

1.5K 140 10
                                    

Lykan Hypersport melenggang gagah di jalan kecil bersemak. Warna hitamnya tampil mencolok diantara hijau daun teh siap panen. Ada banyak sekali wanita tua serta gadis muda yang memetik daun pagi ini. Sekumpulan pekerja itu menoleh penuh kagum ketika Taecyeon mengendarai mobilnya melewati mereka. Ia tidak peduli, ia hanya ingin segera sampai di villa yang baru ia beli dua hari lalu.

Sementara Taecyeon mengemudi ugal-ugalan, menabrak sebagian semak yang tumbuh agak ke tengah jalan, Jaejoong yang kaki dan tangannya terikat berusaha sekuat tenaga untuk tidak menghantam badan mobil karena goncangan keras itu. anak itu berbaring ada di belakang, berbaring tak berdaya di bagasi mobil. Napasnya sesak, ditambah pengap dan gelap yang membuat ia nyaris pingsan kalau saja Taecyeon tidak menepuk pipinya lalu menggendongnya ke dalam bangunan di sana.

Mengandalkan sisa kesadarannya, Jaejoong mengamati ruangan. Ada begitu banyak pintu di sana tapi hanya ada satu lorong yang menghubungkan ruang tamu dengan dapur. Pria Ok yang membawanya secara paksa itu membuka pintu dengan tidak sabar lalu menendang pintu berbahan kayu jati itu dengan kaki kiri. Hampir tidak ada perabotan di dalam sana kecuali tempat tidur king size yang membuat Jaejoong terpantul ketika Taecyeon melemparnya begitu saja ke atas kasur.

"Maafkan aku," ucap pria itu. Sekadar main-main karena ia mengatakannya sambil tertawa kecil melihat Jaejoong yang menatap marah padanya. Taecyeon tidak takut, justru menjadi semakin gemas.

"Argh! Sakit bodoh!" Jaejoong mengumpat begitu lakban yang menyumpal mulutnya dilepas Taecyeon secara kasar. Lagi-lagi penculik dihadapannya hanya tertawa. Setelah itu Taecyeon juga melepas ikatan pada tangan dan kaki Jaejoong.

BUGH!

"RASAKAN ITU, MUNAFIK!"

Jaejoong berujar puas setelah kakinya menendang perut Taecyeon dengan keras. Membuat pria Ok itu jatuh ke lantai sambil mengerang kesakitan. Matanya yang biasa menatap ramah berubah gelap, menatap Jaejoong penuh kemarahan.

"Hahaha apa yang kau lakukan, anak manis? Ayolah, kau tidak boleh nakal." Taecyeon berujar dengan nada lembut yang dibuat-buat, menekan amarahnya hingga sudut matanya berkedut.

Jaejoong berdecih, muak dengan kepalsuan pria yang dielu-elukan sebagai idaman wanita itu.

Taecyeon tertawa sekali lagi, sama sekali tidak tampak tersinggung oleh ujaran kebencian bocah yang sudah berdiri di hadapannya. Pria itu terus bersikap seolah tidak ada masalah yang terjadi di antara mereka. Ok Taecyeon jauh lebih tenang dari Yunho, itu berarti pria ini lebih berbahaya dari Jung sialan yang menggadaikan Jaejoong.

"Berhenti bertingkah liar, kau hanya akan menyakiti dirimu."

"Liar, katamu? Lalu aku harus menyebutmu apa? Sinting?"

Sindiran itu agaknya berdampak pada si penculik. Taecyeon mulai main tangan, mencengkram pipi Jaejoong dengan jari-jarinya yang kokoh, menekan pipi itu hingga Jaejoong meringis sakit.

"Ya, anggap saja kau benar."

Kalimat itu menjadi yang terakhir Jaejoong dengar dari Taecyeon. Ia dikurung dalam kamar dengan sebuah jendela besar berbahan mirror glass.  Sehingga Jaejoong bisa melihat ke luar secara bebas, sementara orang-orang di luar hanya akan melihat pantulan mereka sendiri pada permukaan kaca. Jaejoong tahu itu karena ia telah berulang kali meminta pertolongan ketika seseorang berhenti di depan jendela, sayangnya tidak ada yang peduli, mereka justru sibuk memperbaiki rambut yang berantakan akibat sibuk memanen daun teh atau buah yang sedang musim.

Jaejoong tidak tahu apakah ada orang yang menyadari keberadaannya disini selain Taecyeon, karena seluruh kebutuhan anak itu termasuk makan, minum, dan pakaian akan selalu ada di kamar ketika dirinya butuh. Barang-barang itu biasanya akan dimasukkan lewat lubang persegi di bagian bawah pintu yang bisa dibuka dan dikunci seenak jidat oleh orang di luar kamar.

Sekali waktu Jaejoong pernah bertanya, penasaran dan berharap barangkali orang itu berbaik hati untuk menolongnya. Sayang, pertanyaannya tak berbuah jawaban, hanya pintu kecil yang ditutup setelah sosok itu mengantarkan makan siang.

Tanpa hiburan dari alat elektronik ataupun buku, Jaejoong resmi menjadi pengangguran sejati. Tidak ada yang bisa ia kerjakan selain memandangi para pekerja lalu lalang membawa keranjang penuh hasil panen. Perubahan langit yang tampak dari luar jendela itu jugalah yang mengabarkan pada Jaejoong tentang berapa lama waktu berlalu karena si brengsek Taecyeon bahkan tidak menyediakan jam dinding.

Di antara sunyi yang semakin menjadi kian hari, kenangan akan keluarga Jung tidak pernah luput memenuhi pikirannya. Jaejoong penasaran bagaimana keadaan mereka saat ini, apakah hyungnya akan merasa bersalah? Atau apakah Tuan Jung tidak mencarinya? Apakah mereka telah melupakan Jaejoong sebegitu mudahnya? Entahlah, memikirkan itu terus membuat Jaejoong gila.

Sayangnya, meski ia tepis pemikiran tersebut berulang kali, tetap saja mereka terus datang menghantui. Membersamainya tiap kali ia terlelap karena mental yang lelah.

Clk!

Bocah yang duduk sambil memeluk kaki di pinggir jendela itu tersentak pada suara yang mengejutkannya di antara keheningan. Wajahnya memutar ke arah pintu yang terbuka, oleh siapa lagi kalau bukan Taecyeon. Pria itu entah bagaimana mengingatkan Jaejoong pada Yunho, sama-sama tampan dan bajingan.

Taecyeon datang dengan setelan lengkap, Jaejoong ingat kalau ia mengajar di sekolah milik Ok Corp. Mungkin itu alasannya pria tinggi ini datang serapi itu.

"Apa kabar, manis?" Ia berujar main-main. Mendekati Jaejoong sambil merentangkan tangan, langkah sepatunya menciptakan suara ketukan pada lantai, dan Jaejoong mengerut di tempatnya. Membeku saat Taecyeon memeluknya erat sekali.

Tentu si mungil itu meronta, menghantam tubuh atletis itu dengan tangannya yang rapuh. Jaejoong kalah tenaga. Perbedaan itu semakin besar karena Taecyeon mengukung tubuhnya, menghapus jarak hingga tubuh mereka bersentuhan dengan wajah si tampan yang berada pada potongan leher bocah yang berteriak minta dilepaskan.

"Hiks tolong lepaskan aku!"

Kaki jenjang Taecyon menyelip diantara kaki Jaejoong. Menggeseknya dengan sensual yang sayangnya tidak dinikmati oleh Jaejoong. Tidak masalah, toh Taecyon hanya ingin mencari kenikmatannya sendiri.

"Arghh lepash hiks..."

.

.

.

.

.

Pancuran air dari shower memenuhi kamar mandi, sebagaimana airnya yang membuat lantai licin, bercampur sabun dari tubuh yang tak henti-hentinya digosok kuat. Tangan ranting itu bergetar, berharap gosokannya akan menghilangkan noda merah keunguan yang ditinggalkan Taecyeon semalam.

Pria Ok yang namanya menggaung di seluruh negeri karena perkembangan perusahaan keluarga yang besar-besaran, serta keJaejoongdahan hati itu memang tidak memaksa Jaejoong untuk bercinta, mereka hanya melakukan sebatas flirting tapi tetap saja itu membuat Jaejoong jijik pada dirinya sendiri.

Bocah itu keluar dari kamar mandi dengan handuk yang dililitkan hingga dada, menutupi noda di sana. Setidaknya ia ingin membohongi dirinya sendiri dengan berkata semua akan baik-baik saja. Sayangnya usaha itu gagal ketika ia tidak mendapati Taecyeon di kamar itu. Alisnya menukik tajam, sinis.

"Pria itu sudah pergi? Dia pasti menganggapku boneka seksnya."

Sambil mengeringkan rambutnya menggunakan selembar handuk, Jaejoong beralih. Mengambil pakaian di atas nakas untuk kemudian ia gunakan. Setelah itu ia duduk di pinggir ranjang, kembali memikirkan tragedi semalam. Ia kalut, tidak tahu harus menyalahkan siapa karena keadaan seakan mengkondisikannya seperti ini.

Jaejoong jadi ingat perkataan Yu Jin dan Hankyung tempo hari. Dua anak itu iri dengan kehidupan Jaejoong setelah diadopsi keluarga Jung, kalau sudah begini, kehidupan panti rasanya jauh lebih menyenangkan.

"Persetan." Jaejoong mengusap wajahnya kasar. Menggigit kuku ibu jari kanannya untuk mengalihkan perasaan tidak nyaman. Ditengah kemelut, matanya melebar saat mendapati kunci yang menggantung pada pintu. Taecyeon pasti tidak sengaja meninggalkannya di sana.

-TBC-

Hi, gaes. Aku kangen kalian :(
Apa kabar?
Stay healthy ya

Genuine [Yunjae]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang