Special Chapter (Part 2) - 2013

152 20 1
                                    

Dimas Sidang

10 Juni 2013, Gedung H Fakultas Psikologi

HP Aruna berdering

Adimas Wirjawan Bastian

"Halo"

"Kenapa Dim?"

"Runa!!!" saut Dimas nggak santai

"Kenapa?!", tanya Aruna ikut nggak santai

"Aduh"

"Lo kenapa sih?"

"Ini ditunda 15 menit"

"Iya apanya?"

"Sidangnya"

Aruna istighfar dalam hati. Di depan orang-orang (terutama anak-anak Teknik) Dimas adalah sosok yang bijak, tenang, pintar bahkan cool. Tapi orang nggak tau aja kadang-kadang dia suka emosian dan juga panikan. Aruna pun termasuk salah satu dari segelintir orang yang bisa menghandle Dimas kalau lagi kayak gini.

"Gue harus apa?"

"Ya tunggu aja", jawab Aruna ikutan clueless

"Gamau..."

Oh iya kadang kadang (jarang banget sih) Dimas juga suka bertingkah kayak anak kecil.

"Haeduh Pak ya masa lo mau nyelonong terus mulai duluan??? Kalau emang mau mah lo masuk aja sana ngomong sama kursi kosong 'yak selamat pagi bapak ibu saya Adimas Wirjawan Bastian pada hari ini akan memulai sidang lebih dulu sebelumnya terima Kasih kepada Bapak ibu sekalian yang sudah menunda-nunda sidang saya.."

Belum selesai menyelesaikan ledekannya, Dimas terlanjur tertawa mendengar apa yang baru saja Aruna katakan. Nggak disadari, ternyata Dimas cuman butuh ketawa aja biar lega.

Tapi tetep, itu nggak membuat Dimas sepenuhnya tenang.

"Run gue harus apa"

"Udah dhuha?"

"Belum"

"Gih. Mungkin ada maksudnya juga kenapa ini ditunda sebentar"

Dimas mengikuti saran Aruna dengan menunaikan ibadah sholat dhuha di musholla fakultasnya.

10 menit setelah itu, HP Aruna kembali berdering

Adimas Wirjawan Bastian

'Ya Allah ini orang'

"Halo"

"Run"

"Yaa"

"Udah"

'Ya allah ini kayak anak SD lapor ibunya kalau makanannya udah abis.'

"Terus gue harus apa" tanya Dimas masih dengan nada Panik. 2 tahun berteman, baru pertama Aruna dengar Dimas panik tapi bener-bener nggak jelas kayak gini.

"Udah doa aja"

"Udah dari tadi"

"Dim gue ada bimbingan revisi, dosbing gue masuk ini bentar lagi"

"Nggak nggak jangan ditutup telfonnya ampe gue masuk"

"Ini gue udh telat 10 menit Dimas"

"Tapi dosbing lo belum dateng"

"Ya kan gue harus masuk duluan"

"Terus gue gimana ini.."

"Telfon nyokap lo"

Ah, bener juga.

Again tanpa berfikir, Dimas refleks mengikuti saran Aruna, yaitu menelfon Ibunya untuk menenangkan hatinya.

Home (Park Sungjin)Where stories live. Discover now