Cerita ini hanyalah fiktif. Bentuk penokohan dan latar disesuaikan dengan imajinasi penulis yang terobsesi pada suatu obrolan di coffeeshop saat mengerjakan tugas kuliah. Cukup lama imaji ini ada di benak. Dan baru sekarang dapat tertuang.
Selamat menikmati
.
.
.
.
****Kopi Mandailing siap ku sajikan sembari menunggu air mendidih untuk menyajikan satu cangkir selanjutnya spesial bagi pelanggan yang asing wajahnya. Aku menebak-nebak keduanya bukanlah orang Surabaya asli. Lebih seperti orang Jakarta, karna dari logat bahasanya yang sedikit-sedikit di campur dengan bahasa inggris. Selera mereka berbeda, yang satu suka kopi pahit nusantara di sajikan dengan metode seduh manual, sementara temannya lebih enggan dengan rasa pahit karena kopi yang dia pesan adalah kopi susu dengan es teh sebagai pendamping. Mungkin untuk penawar rasa pahit.
“Ah, tapi kopi susu seharusnya tak perlu memesan minuman pendamping” gerutuku di belakang meja eksperimen.
Tapi aku tetap melayaninya dengan penuh rasa cinta yang hadir di tiap cangkir kopinya. Aku berharap kopi ku akan menghadirkan kedamaian dan kesejukan di setiap obrolan yang terjalin di kedai kopiku. Nawang Wulan. Nama kedaiku, aku ambil dari cerita legenda Jaka Tarub.
Mantra yang selalu ku ucapkan sebelum kopi yang telah diproses ini sampai pada tangan calon penikmatnya.
“Pii.. Ko... Piii.... Aku bersumpah atas nama Nawang Wulan dan Jaka Tarub hadirlah engkau menyerupainya. Hampirilah dia. Belailah raganya sehingga tak ada lagi letih di tubuhnya. Hadirkanlah cinta dan kasih seperti cinta Nawang Wulan pada Jaka Tarub walaupun cara Jaka Tarub mendapatkan Nawang Wulan adalah hal yang tak wajar. Tapi aku percaya, setiap pahit yang kau sandang, setiap aroma yang sengaja kau hamburkan ke udara, dan setiap rasa yang sengaja kau sajikan kepada penikmatmu adalah satu kesatuan yang tak dapat terucap dengan kata. Kebahagiaan”. Mulut ku berkomat-kamit layaknya penyihir yang membacakan mantra lalu meniupkannya pada tongkat yang akan diubahnya menjadi bunga mawar.
Perlahan langkahku penuh semangat tak kalah semangatnya dengan dua pelanggan yang ku perhatikan mulai semangat membuka obrolan mereka.
Setengah langkah terakhir, ku serahkan sisanya bukan lagi pada mantra, tapi pada sang Pencipta karena telah menciptakankan biji-biji kopi yang sebentar lagi menebar kebahagiaan. Sungguh, Kau-lah Maha Agung!
Cangkir pertama kupindahkan dari nampan ke meja disusul dengan cangkir kedua. Lantas ku persilahkan dua pria tersebut untuk menikmatinya.
“Woy Pret, lihat nih.. Junjungan lo mulai menebar berita bohong lagi. Yang kayak gini mau lo pilih? Gua sih miris kedepannya bisa jadi apa negeri ini dipimpin sama orang macem dia” kalimat pertama yang aku dengar dari seorang bernama Bol saat aku meletakkan gelas pertama ke meja
"Apa sih Bol... Ngaco lo, orang itu berita bener kok napa jadi tersinggung gitu. Itu bentuk peringatan dia Bol karna pemerintah sekarang yang ga pernah menghadirkan keadilan. Mana janji-janjinya? Ga ada tuh yang terealisasi. Kosong!” Respon dari seorang yang duduk bersamanya dengan nada masih santai.
Gelas baru saja berpindah. Aku menyimpulkan bahwa nama mereka adalah Cebol dan Kupret. “Ganteng-ganteng namanya kayak nama tetangga di desa dulu. Kudu pakai debat lagi, mereka lupa padahal mereka memiliki hubungan darah. Mirip. Kakak adik kok berdebat”. Kataku dalam hati.
Sebelum ku tinggalkan meja, ku tawarkan pada keduanya
“Ada tambahan, Tuan?” Selalu kata itu yang terucap setelah aku melayani pelanggan ku kalau mereka pria. Dan akan ku gunakan kata Puan apabila wanita.
“Ga Mas. Mau minta tolong ambilkan pisau aja nanti kalau kami sudah mulai ribut-ribut ga jelas. Nuhun”. Kata si Kupret, yang badannya lebih berisi daripada si Cebol.
“Selamat menikmati, Tuan. Semoga pahitnya menghadirkan kasih dari kopi nawang dan kopi tarub yang Tuan pesan” Sahutku sambil menundukkan setengah badan dan mulai bergegas meninggalkan meja Cebol dan Kupret.
***
.
.>>> LANJUT KE PART 2 <<<
KAMU SEDANG MEMBACA
KEDAI ASPIRASI (PAHITNYA TAK SEPAHIT POLITIK)
Short StoryKisah cinta Jaka Tarub dan Nawang Wulan tak lepas dari romansa kuno yang mengandung keterikatan erat antar dua insan manusia. Hal ini yang coba diabadikan oleh seorang barista Surabaya sehingga cerita cinta itu dapat kembali hadir pada kedai yang di...