2: Bocah bunga Matahari

3.6K 470 19
                                    


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


. . . . .

Banyak orang lalu-lalang dengan pakaian hitam, mereka pelayat yang datang untuk memberikan penghormatan terakhir untuk Kakek Jeon.

Jungkook duduk di pojok ruangan menatap foto mendiang kakeknya. Garis-garis wajahnya sangat mirip dengan milik ayahnya yang mulai menua.

Kakek Jeon terkenal dengan kebaikan hatinya, tidak kaget lagi jika banyak sekali yang datang. Tapi menurut Jungkook kakeknya itu hanya manusia bisa, bukan orang baik dan bukan orang jahat, itu karena dia tidak pernah merasakan kebaikan ataupun perilaku buruk dari kakeknya.

Jungkook kecil adalah anak kecil yang pendiam dan takut dengan orang sekitar, itu menjadi alasannya jarang berinteraksi dengan kakeknya.

Dan Jungkook yang sekarang adalah si dewasa dengan pekerjaannya sebagai barista di café kota Seoul. Memang tidak seberhasil saudaranya yang lain, tapi Jungkook nyaman dengan kehidupannya yang sekarang.

"Jungkook, bergabunglah dengan saudaramu yang lain," suruh ibunya.

Bukan Jungkook tidak mau, dia hanya tidak terbiasa bergabung dengan obrolan selangit saudara-saudaranya.

"Aku ingin merokok dulu Bu," tolaknya secara halus.

Ibu Jeon menatap punggung lebar anaknya yang berjalan meninggalkan ruangan. Anak penakutnya kini sudah tumbuh besar.


. . . . .


Jungkook memilih taman rumah Kakek Jeon sebagai tempat menghabiskan batangan rokoknya. Ya, dia mulai merokok sejak tahun pertamanya tinggal di kota Seoul. Kata temannya merokok bisa menghilangkan stress, dan mungkin itu benar.

Menyulut ujung rokoknya dengan pemantik api, dan Jungkook mulai menikmati kegiatan merokoknya.

"Uhuk!"

"Uhuk! Uhuk!"

Mata tajam milik Jungkook berpencar mencari sumber suara batuk yang mengusik kegiatan mengisap batangan rokoknya. Takut saja jika ada orang yang tidak bisa terkena asap rokok, dan dia seenaknya merokok disini.

Srek ... srek!

Suara gesekan daun dari arah belakang. Jungkook mengalihkan pandangannya kesana, dan ... mata mereka bertemu. Mata bulat berkaca-kaca milik anak itu dan mata tajam Jungkook.

"Hei, sedang apa kau disana?"

Iris cokelatnya bergetar entah takut atau terkejut dengan pertanyaan yang dilontarkan Jungkook.

Dia tidak menjawab. Kedua tangan kecil itu menggenggam erat tiga tangkai bunga Matahari. Jungkook melihat anak itu mengenakan jas hitam ukuran anak-anak dengan celana bahan berwarna senada yang hanya sebatas lututnya.

"Namamu, siapa?" Perntanyaan Jungkook berikan lagi.

Masih tidak mau menjawab.

Jungkook menekan ujung rokoknya ke pinggiran bangku. Bangkit dari duduknya, hendak berjalan pergi meninggalkan anak kecil yang menggenggam bunga Matahari.

Bocah bunga Matahari, Jungkook tersenyum saat tiga kata itu muncul di kepalanya.

"Tu─tunggu!"

Langkah Jungkook terhenti, dia membalikan badannya, menatap si bocah yang berdiri canggung.

"Apa?"

Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, anak itu menyodorkan tiga tangkai bunga Matahari yang dia genggam.

"Untuk Kakek," gumamnya. Suaranya kecil sekali.

Jungkook mensejajarkan tingginya dengan tinggi anak itu, yang hanya sebatas pinggangnya.

"Kenapa tidak kau sendiri yang berikan?" tanyanya.

Gelengan kencang Jungkook dapatkan sebagai jawaban. Anak it uterus mendorong bunga Matahari itu sampai mengenai wajah Jungkook.

"He─hei! Itu menyolok mataku, bocah."

"Maaf, maaf aku tidak bermaksud," paniknya.

Tangan kecil itu mengusap-usap mata kiri Jungkook secara asal, berharap perih akibat colokan kelopak bunga Matahari itu hilang.

"Sudah, sudah cukup." Jungkook menghentikan tangan anak itu.

'Tanganmu malah semakin membuat mataku perih, bocah!' lanjutnya dalam hati.

"Siapa namamu, bocah?" tanya Jungkook untuk yang kedua kalinya.

Anak itu masih juga tidak menjawab, malahan tangan kanannya yang bebas merogoh saku jas hitamnya. Mengeluarkan kertas berwarna kuning yang dilipat.

Dia menyodorkan kertas itu.

Jungkook menerimanya, dan membuka lipatan kertas. Ada tulisan seperti cakar ayam yang merangkai huruf demi huruf menjadi sebuah nama.

Jeon Taehyung.

Ah, jadi nama anak ini Jeon Taehyung.

Dibawahnya juga ada tanggal kelahiran yang juga ditulis dengan tulisan cakar ayam.

30 Desember.

"Namamu Jeon Taehyung. Umurmu?"

Taehyung meletakan tiga tangkai bunga Matahari itu diatas rumput, lalu menatap kesepuluh jarinya yang terlipat satu-persatu hingga menyisakan enam jari.

"Segini, umurku enam tahun," jawabnya.

"Jungkook?" suara seseorang mengintrupsi.

Jungkook dan Taehyung melihat ke belakang, ternyata Ibu Jeon yang memanggilnya.

"Sedang apa kau? Ayah mencarimu." Ibu Jeon melihat kearah Taehyung, "Kau sudah bertemu anak itu?"

Kening Jungkook mengkerut bingung. "Anak? Siapa?"

"Dia, Jeon Taehyung. Anak angkat kakekmu."


. . . . .


Jungkook dan Taehyung berdiri sampingan. Mata Jungkook melirik ke Taehyung yang masih menggenggam bunga Mataharinya.

Kakek Jeon sudah dikebumikan. Semua yang mengantar juga mulai membubarkan diri, menyisakan dua laki-laki berbeda usia ini.

"Hei, masih belum mau memberikan bunga itu?" tanya Jungkook.

Taehyung terkejut dengan pertanyaan Jungkook. Diamnya mereka berdua membuat Taehyung melamun.

"Berikan saja, kakek pasti senang," bujuknya.

"Benarkah?" Binar di mata Taehyung terpancar.

"Ya─ya mungkin saja?" Dan Jungkook jadi gugup melihatnya.

Setelah binar mata, senyuman yang baru pertama kali Jungkook lihat dari Taehyung, terukir.

Senyuman yang mengingatkan pada sebuah bangun datar, senyum kotak yang manis.

"Kakek, ini dari Taehyung," ucapnya.

Taehyung meletakan tiga tangkai bunga Matahari itu di atas makam Kakek Jeon.

Selesai dari itu dia menoleh, menatap Jungkook dengan senyuman yang masih terukir manis di wajah kecilnya.

"Jungkook, terimakasih."



. . . . .

ONNIGIRIE

SunflowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang