Prolog

16 6 1
                                    

Langit sore terpampang jelas diatas sana. Dibawah langit yang teduh ini, kedua insan manusia itu terdiam membisu. Menikmati betapa nyaman dan indahnya suasana saat itu.

Suara burung kecil itu terdengar bagai melodi indah yang melengkapi keheningan diantara mereka berdua. Ombak pantai yang terdengar pun tak kalah merdu dan saling sibuk bersahutan dengan kerasnya.

Davina Fawnia. Gadis ini tengah sibuk memainkan rambut lelaki yang kini tertidur di pahanya. Mengelus-elus rambut lelaki itu bak anak kecil yang sedang di nina bobokan agar cepat tidur. Rizal Atriaksa namanya. Lelaki dengan iris mata coklat itu tetap setia menutup kedua matanya.

Pantai. Tempat itulah yang menjadi candu bagi keduanya. Untung saja ini pantai pribadi milik keluarga Rizal, jadi saat ini hanya ada mereka berdua disini.

“Zal, kamu pengen gak jadi pantai?” tanya Davina tiba-tiba.

“Nggak mau.” jawab Rizal masih dengan matanya yang tertutup rapat

“Kenapa gitu?”

“Kalau aku jadi pantai trus yang jadi pacar kamu siapa?” Rizal yang semula menutup kedua matanya kini sudah terbuka dan menatap kedua manik mata Davina, pacarnya.

“Ihh Zal, aku serius. Kamu tau gak? Aku suka pantai, suka banget dan aku juga mau kayak pantai. Walau pantai ditinggal ombak terus, tapi ombak tetep inget pulang. Dia pergi tapi tetep balik lagi. Dan pantai gak bakal sendiri, perjuangannya buat nunggu terbalas. Gak sia-sia gitu aja.” Terang Davina sambil menatap ke arah pantai.

Rizal terdiam. Otaknya berfikir keras apa maksud omongan gadisnya itu.

“Kamu kenapa? Kenapa tiba-tiba ngomong gitu?” tanya Rizal menghilangkan kebingungannya.

“Gapapa. Emang kenapa?” jawab Davina acuh.

Tak lama Rizal bangun dari tidurnya. Ia duduk disamping Davina, kemudian memutar tubuh gadisnya itu agar berhadapan dengannya.

Tangannya terulur menangkup wajah gadisnya itu, “Sayang. Aku gak akan pergi, sekalipun aku pergi aku bakal ajak kamu. Aku akan seperti ombak juga, aku akan kembali walau aku pergi. Kamu gak usah takut.”

Davina pun menatap lelaki yang berstatus pacarnya itu. “Kita gaada yang tau kedepannya gimana, Zal.” ucapnya dengan senyum kaku.

“Tapi aku akan tetap berusaha. Kamu cukup liat bahwa aku bakal buktiin itu semua.”

And damn it.

Seketika ingatan itu muncul lagi. Segala memori tentang kisahnya bersama Rizal selalu muncul ketika Davina pergi ke pantai. Apalagi kini posisinya ia sedang bersama pria itu. Dan parahnya ini dipantai yang sama, pantai keluarganya Rizal.

“Dav, udah lama ya gak ke pantai bareng.” Ucap Rizal mengawali pembicaraan mereka berdua.

“Iya ya? hehe. Gimana kabar lu? Udah lama juga kita gak ketemu.”

“Alhamdulillah masih ganteng seperti dulu, hehe.” Jawab Rizal dengan pedenya.

“Sumpah kelakuan lu masih sama. Geernya gabisa apa dikurangin Zal?” tanya Davina sambil memutar kedua matanya malas.

“Gabisa, emang udah takdir sih. Lagian emang gua ganteng, ya kan?”

“Iya terserah deh ya, enek gua dengernya.”

“Hehe gua becanda, lu sendiri gimana? 3 tahun ini ngapain aja?”

“Sibuk ngurus pekerjaan aja sih dan gua baik-baik aja, seperti yang lu liat sekarang.”

“Dav, kadang apa yang kita liat belum tentu seperti itu. Gak selamanya yang kita liat baik, emang beneran baik-baik aja.” Jawab Rizal mengalihkan pandangannya kearah pantai. “Kayak sekarang, 3 tahun tanpa lu berat banget Dav. Gak mudah bisa lupa gitu aja.” Lanjutnya.

“Zal, gua mau lu bahagia juga. Kita udah selesai kalau lu lupa.”

“Iya gua tau. Bahkan gua juga maunya gitu, tapi gabisa. Bahkan alasan lu mutusin gua juga belum ketemu. Gua masih mikirin sebenernya salah gua apa. Kenapa waktu itu lu minta kita udahan dan kenapa pas itu gua biarin lu pergi gitu aja. Gua pikir gua bakal nemuin jawabannya, tapi nyatanya nggak.”

Hening. Keduanya terdiam hingga sebuah kertas emas dengan tulisan UNDANGAN tertulis jelas sebagai judulnya. Kertas itu Davina keluarkan dari tasnya, “Ini.” Ucap wanita itu sambil menyerahkan kertas tersebut pada Rizal.

Rizal menerimanya. Tertangkap jelas maksud Davina menyerahkan kertas tersebut padanya. "Undangan Pernikahan? Oh shit!" batinnya

Tak ada hal lain yang bisa Rizal lakukan selain tersenyum. Sungguh miris melihat senyum itu. "Tega banget, ngedahuluin gua gini maksudnya? Dav, ini beneran? Lu yakin?” tanya Rizal tanpa jeda ditambah raut frustasi yang jelas terpampang di wajahnya itu.

“Iya, masa boong. Bisa dateng?” Jawab Davina santai. Karena iya yakin mantannya itu pasti bisa datang.

“Hmm iya gua dateng, gua usahain demi lu." jawabnya dengan senyum yang agak dipaksa.

ketika hening kembali menyelimuti, Rizal kembali bertanya. "Dav, gua peluk lu boleh ya? please.” ucapnya memohon

Davina yang bingung harus apa, pada akhirnya hanya bisa mengangguk setuju.

Rizal pun melangkah mendekati Davina dan kemudian memeluk mantannya itu. “Gua kangen, Dav. Maaf belum bisa bahagiain lu dulu.” ucap Rizal perlahan menutup matanya

“Iya, gua juga Zal.” jawab wanita itu.

❤❤❤

Gimana gais? Maap ya kalau garing banget, huhuhu:(
First time banget aku bikin cerita gini.
Semoga suka ya:*
Salam sayang dari Ratu Bucin
_arifahsbl

Jangan lupa vote dan komen ya gaisee!

Sangat berguna buat aku soalnya, ehehe🙂

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 03, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang