3. Tetangga Baru (Caren Anastasia)

29 4 1
                                    

Aku melangkahkan kakiku di trotoar. Aku menatap langit sebentar dengan sendu. Lagi-lagi aku merasa tak beruntung hidup di dunia ini.

"Kapan ya, gue bisa bahagia?" gumamku sendu.

"Setidaknya biarin gue rasain bahagia sekarang, walau cuma sebentar."

Ada yang menepuk pundakku, aku langsung saja mengepalkan tanganku dan hendak ku layangkan ke arah orang itu. Tapi aku langsung menghentikan layangan kepalan ku karena aku melihat Age sedang mencoba melindungi diri.

Age menatap ku kaget. "Kaget boleh, tapi jangan langsung mukul aja!"

Aku memasang wajah datar, "namanya juga kaget, kan spontan gue ngelakuinnya."

Age menghembuskan nafas lega. Aku langsung saja berjalan tanpa melihatnya.

"Woy, tungguin gue dong!"

Aku berbalik menatap nya tajam. "Ya, cepetan dong!" aku berbalik lagi, sungguh mood ku saat ini sungguh buruk.

Age berusaha menyamakan langkahnya denganku. "Lo kayaknya lagi mode sangar ya, Car?"

Aku mendelik padanya, "Car-Car, emang gue mobil apa?!"

Dia menyegir tanpa rasa bersalah sedikit pun. "Ampun Nyai, abisnya lo judes mulu daritadi."

Aku menarik nafas dalam-dalam berusaha menetralisir rasa kesal pada diriku. Aku menatap Age sambil bersedekap.

"Jadi napa lo nyamperin gue?"

"Ya, karena lo jalan sendirian jadi gue temenin deh. Gue tau kok rasanya jalan sendirian enggak enak jadi gue nemenin lo supaya lo enggak ngenes banget lah."

Aku menatap remeh ke Age, "ngatain gue ngenes tapi situ enggak ngaca napa?"

Age menghembuskan nafas, "gue enggak ngenes cuma belum berani aja nyatain perasaan gue."

Aku menyentil dahinya. "Ya sama aja pinter," ujarku gemas.

"Emang nama orang yang lo suka itu siapa sih?" tanyaku penasaran.

Aku memang tau Age lagi suka sama seseorang. Tapi aku tidak tau siapa nama orang itu.

Age tersenyum sok misterius, "rahasia dong."

Aku merotasikan mataku, "sok banget pake rahasiaan, inget di alam kubur semua rahasia dibuka."

"Nah kan itu itu di alam kubur dan gue sekarang masih sehat walafiat. Jadi enggak usah mancing gue buat ngebongkar rahasia gue sendiri," ucap Age dengan pintarnya.

"Iya deh, kalau soal pelajaran oon nya enggak ketulungan. Tapi kalau soal bersilat lidah beuh enggak ada tandingannya."

Age tertawa ringan mungkin karena melihat ekspresiku yang tak terkontrol. Age menerawang ke arah langit lalu menatapku.

"Enggak kerasa ya Lo udah gede aja ya, Ren. Dulu gue masih ingat tinggi lo cuma sepinggang gue."

Aku mendengus tapi tersenyum. "Yakali gue bantet mulu bisa-bisa gue dikatain orang kekurangan kalsium."

Age mengacak rambut ku gemas. "Gue enggak rela deh lo cepat banget gede."

Kami berdua pun terus berbincang hingga tak menyadari sudah sampai di rumahku. Aku melihat sebuah mobil box besar tepat di sebelah rumahku. Sepertinya mengangkut barang pindahan.

Aku pun menghembuskan nafas lega, untung aja rumah itu ada penghuni barunya. Jadi enggak ada kesan horornya lagi deh.

Tahun lalu penghuni di sebelah rumah pindahan. Dan jendela kamarku bersebelahan dengan satu ruangan di rumah itu. Dan setiap malam rasanya membuat bulu kudukku meremang.

"Wah tetangga baru tuh, Ren."

Dagu Age menunjuk ke arah rumah di sebelah. Aku menaikkan satu alisku.

"Terus, emang kenapa kalau tetangga baru?"

"Kan lo paling enggak nyaman sama orang baru," ujar Age.

Aku pun teringat dulu saat ada orang baru aku selalu aja merasa tak nyaman. Bukan karena benci hanya tak nyaman saja.

"Ya udah lah gue pergi dulu ya!"

Dia pun melambai lalu melanjutkan perjalanannya. Rumahnya ada di belokan lorong.

Aku membuka pintu rumahku dan mengucapkan salam. Aku tidak langsung ke kamar ruangan pertama yang kusapa adalah dapur. Dapur itu seperti hal yang wajib kusapa sebelum masuk ke kamar. Mengambil beberapa cemilan lalu naik kamar.

Tapi langkah kakiku terhenti melihat saat melihat kue di atas meja. Aku langsung tersenyum lalu melihat kue itu lebih dekat. Kue brownies coklat dengan beberapa ceri sebagai hiasannya. Mataku berbinar melihatnya.

Tanganku yang ingin mengambil cerinya langsung ditepis oleh sebuah tangan lain. Aku melihat Mama yang sedang menggelengkan kepala.

"Kamu enggak boleh makan ini."

Aku merengut, "kan makanan buat dimakan, Ma. Kok Caren dilarang buat icip-icip sih."

"Itu buat tetangga baru kita yang baru pindahan di sebelah rumah," ujar Mama sembari menutup kembali tempat kue itu.

Aku pun teringat mobil box yang ada di sebelah rumah. Aku mengangguk saja. Mama pun menyodori bungkusan kue itu padaku.

Aku pun langsung cengo. "Ini buat apa?"

"Kamu anterin sana ke tetangga baru kita!" perintah Mama. Aku pun cemberut.

"Enggak mau."

Mama menghela nafas, "kue punya kamu ada dalam kulkas. Kamu antar dulu kue itu sama tetangga baru kita baru kamu makan kue dalam kulkas."

Aku pun memasang pose hormat. "Perintah dilaksanakan!"

Aku pun bergegas pergi membawa bungkusan kue itu tanpa mengganti seragam sekolahku. Sesampai di depan gerbang rumah tetangga baru itu aku menekan belnya.

Tret-ret-tet-tet!

Aku pun menahan tawaku, rumah aja bagus tapi bel rumahnya aja udah sekarat gitu.

Gerbang rumah itu pun bergetar bahwa sudah ada yang membukanya dari dalam. Aku yang masih menahan tawa langsung berubah menjadi menahan nafas. Aku menahan nafas saat melihat seseorang yang berdiri di hadapanku.

"Caren?"

--😮--🤨--

Hai-hai aku kembali lagi di work ini😁 semoga kalian enggak kecewa ya karena work ini baru up lagi.

*Emang ada yang nunggu?🤨

Abaikan yang di atas. Jangan lupa vote ya 😘 kalau berkenan komen juga😘😍

Bye 🤩

(Bukan) PangeranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang