Jemari Mungil Itu Aku

38 0 0
                                    

[Minggu, 29 Januari 2017]

"Mah, Jum'at depan aku pulang kerja langsung ke Bekasi yaa ke rumah mamah, soalnya hari Sabtu ada Seminar di Cikarang yang registrasinya mulai am 07.30 pagi. Kalau terlambat kan ngga asik, sayang bangettt.." aku bicara padanya lewat panggilan suara.

"Ooogitu, tapi rumah Mamah kosong loh, soalnya Mamah mesti ke Bandung jenguk nenekmu Sa.. nanti makanmu gimana?" jawabnya.

"Ngga apa-apa Mah, aku kan sudah dewasa.. bisalah cari makan sendiri, cuma numpang tidur aja kok.." ujarku.

"Okelah kalau begitu, kunci Mamah taruh di tempat biasa ya.. kamu tau kan?!" katanya.

Wanita di seberang telepon itu, Mamaku, sesosok wanita tangguh dan cekatan sejak muda. Wanita yang melahirkanku di usia 25 tahun dan menjadi orangtua tunggal sejak usiaku hitungan bulan. Mengapa? Sebab suami yang sangat dicintainya meninggal dunia akibat serangan jantung tiba-tiba sepulang bekerja. Sedih sekali bukan?

Aku, Jemari mungil, hanya mengenal sosok Papa lewat cerita-cerita Mama, lewat album foto yang tersimpan rapi, lewat baju-baju yang masih dapat tercium wangi parfumnya meski berada dalam lemari bertahun-tahun. Meski dulu tak mengerti seperti apa sosok Papa, tapi yang ku tau aku punya Papa yang sangat ganteng, gagah, romantis, gentleman, hangat dan disayang semua orang. Tak heran jika Mama sangat mencintainya, beliau adalah cinta pertama Mama.

Mama seringkali berkata banyak sifatku yang mirip Papa, "Kamu itu kayak Papa.. Sudahlah ramah, beliau sama sekali nggak suka konflik! Mama aja heran, mbok ya kalau ada apa-apa tuh ngomong, cerita, bela diri gitu loh.. Orang mana tau apa yang kamu rasa kalau kamunya ngga pernah ngomong!.." demikian Mama menasehatiku panjang lebar di suatu hari.

Iya sih, kalau dipikir-pikir aku memang sangat tidak menyukai keributan. Paling malas yang namanya konflik, sebisa mungkin kalau ada masalah ya aku pendam sendiri, cukup ku curahkan dalam buku harianku saja. Tapi jangan salah, diam-diam aku juga mewarisi sifat Mamah yang keras kepala dan suka mengatur, hehe..

Maklum, Mamaku itu anak kedua dari 7 bersaudara dan ayahnya adalah seorang tentara. Sejak muda sudah menjadi ASN yang berdedikasi terhadap pekerjaannya, dan sangat dipercaya oleh para atasan sampai beliau pensiun. Jadilah sedikit banyak aku men-copy paste karakternya, selalu terpilih menjadi ketua kelas dan ketua organisasi berturut-turut. Keren khann!

Begitulah.. meski tak mendapat kasih sayang penuh dari orangtua, Jemari tumbuh menjadi gadis kecil yang mandiri, ceria, populer dan disayang semua orang. Manja? Ngga banget deh.. justru aku selalu dikritik dan dimarahi Mama, salah sedikit saja bisa kena semprot. Tiada hari tanpa omelan lah pokoknya.

Suka nangis? Ohh tentu tidak. Pantang buatku menangis kejer di depan orang lain, sekalipun itu Mamaku sendiri. Aku terbiasa menangis dalam hening atau menangis dalam air. Jangan dibayangkan aku menangis di tengah malam sendirian yah, itu seram sekali.. Aku hanya berani menangis di kasur sambil menutup wajahku dengan bantal atau cuma saat mandi di bawah pancuran shower.

Eh by the way, aku jadi ingat kalau belum mandi sore.. Sudah dulu ya Dear, setelah mandi aku harus mengerjakan tugas kantor yang besok harus aku presentasikan pada saat Rapat Direksi. InsyaAllah nanti ceritanya aku sambung lagi. See you!

*****

[Senin, 30 Januari 2017]

Fyuhhh.. selalu saja begitu, Senin memang hari yang super duper padat dan crowded. Bagaimana tidak? Semua berkas yang tertunda untuk diperiksa selama weekend terkumpul semua di hari ini, dan seluruh agenda rapat penting dimulai setiap Senin. Mulai dari morning brefing pukul 06.30 dengan para Manajer sampai video conference dengan jajaran Direksi. But it's okay lah, i do love Monday!

Goresan Jemari  [All things that I have written]Where stories live. Discover now