002. Surat Gara

27 3 0
                                    

Tok tok tok!

Aku tahu siapa yang mengetuk pintu kamarku saat ini.

"Mba Tala! Mie mu."
Dugaan ku salah. Ternyata itu suara Bayu, adik sulung ku.
"Sebentar. Mba sedang pakai baju." Sahutku dari dalam kamar.

Segera aku buru-buru memakai bajuku, sebelum Bayu meneriaki ku sekali lagi.

"Mba! Kamu pakai baju berapa lapis sih? Lama banget!"
Kan, baru juga bilang, dia sudah teriak lebih dulu.

"Sa,,,,, bar,,,,"
"Yo jangan lama-lama toh mba. Aku lagi buru-buru nih."
"Iya iya iya, nih udah selesai."
Aku membuka pintu kamarku. Muncullah sosok makhluk lebih muda dariku yang iris matanya mirip denganku. Kata bapak dan ibuku.

"Lama banget."
"Maap, orang aku abis pakai baju." Balasku. Aku mengambil alih mangkuk berisi mie rebus dari tangan Bayu.

Setelah itu. Saat aku ingin menutup kembali pintu kamarku, Bayu menahannya.

"Apa lagi?" Tanyaku.
"Surat dari mas Gara." Bayu memberikan amplop berisikan surat dari Bayu. Jelas aku tidak langsung menerima nya.

"Kamu gak lihat, tanganku penuh?"
"Ish." Bayu masuk kedalam kamarku. "Kalau bukan dari mas Gara, sudah ku sobek surat ini."

Aku mendengar ucapan adikku, tertawa.
"Kalau gitu, kenapa tidak kau sobek?"

Bayu tidak menjawab pertanyaanku. Anak itu kembali keluar dari kamarku, tapi sebelum itu ia memastikan dulu kalau kakak kesayangannya itu makan.

Aku melihat Bayu masih setia berdiri di dekat pintu. Kedua bola matanya tak henti memperhatikan aku yang sedang memakan mie. Sebentar, aku merasa ada yang beda dari anak itu. Biar ku ingat. Ah! Iya, Bayu tidak memarahiku karena memakan mie.

"Mau?" Tawarku.
"Kamu makan saja, untuk hari ini kau ku beri kesempatan memakan mie. Tidak dengan besok."
Aku tertawa dengan mulut yang masih di penuhi dengan mie.

"Siap adik kecil." Kataku.
"Berhenti memanggilku dengan sebutan itu, mba Tala."
"Memangnya kenapa?"
"Aku sudah dewasa, umurku sudah 16 tahun, dan aku sudah memiliki kekasih. Kekasih ku cantik, kau tidak tau itu, mba."

Gemas sekali. Dan, apa yang dia katakan tadi? Memiliki kekasih. See, aku bahkan kalah dengan adikku sendiri. Ya, aku kalah. Gara bukanlah kekasihku. Meski dia selalu mengatakan.
"Aku suka padamu, Tala ku."
"Aku sayang padamu, dan aku akan terus menjaga mu, Tala."
"Kau tau, aku akan selalu jadi milik mu, Sembagi Arutala." Tapi, laki-laki itu tidak pernah memintaku untuk menjadi seorang kekasih nya. Tentang kencan yang kita lakukan kemarin pun, itu hanya sekedar kencan. Ah! Bukan, lebih cocok lagi kalau dikatakan pertemuan biasa antara seorang gadis SMA dengan seorang mahasiswa.

"Sepertinya makanan mu sudah hampir habis, mba." Kata Bayu, berhasil menyadarkan ku.
"Kalau gitu, aku berangkat."
"Kau tidak libur? Ini hari Minggu."
"Kencan."

Hanya itu yang di ucapkan oleh Bayu sebelum anak itu menghilang dari pintu kamarku. Kencan-kencan, kau membuatku kesal, Bayu.

5 menit setelah aku mencuci mangkuk. Aku kembali masuk kedalam kamarku. Niat hati ingin memainkan ponsel, tiba-tiba teringat dengan surat dari Gara yang sedari tadi ku letakkan di meja belajar.

Aku beralih ke meja belajar, duduk di sana dan membuka surat dari Gara.

Biar ku tebak. Kau pasti merindukanku, Tala. Jujur kau.

Aku langsung dibuatnya tertawa. Entah mengapa, bagiku, ini kata-kata yang tidak seharusnya ia tulis di awal.

Hei, jangan diam saja. Cukup aku yang kau angguri, tidak dengan surat cintaku.

Sembagi ArutalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang